...######...
Deg!
Zho menatap Hasan dengan tatapan sendu. Jadi seperti ini kah keberadaan Zho bagi seorang Hasan? Hanya sekedar pemain cadangan. Hati Zho terasa seperti diremas-remas oleh sesuatu yang tak kasat mata.
Huft!
Zho tidak boleh lemah! Zho tidak boleh kalah dengan perasaannya. Bagaimana pun juga Zho sudah memiliki Arka sebagai sosok suami, bagaimana bisa Zho masih memikirkan laki-laki di hadapannya kini?
"Umm..... maaf kak, sepertinya Zho gak bisa." tolak Zho halus.
"Jadwal kamu lagi padat ya sekarang?"
Ragu-ragu Zho mengangguk.
"Ya sudah, gak pa-pa. Bagaimana kalau besok? Bisa kan?"
Kali ini Zho menggeleng samar.
"Ah! Masa sebentar saja gak bisa sih, Zho?"
Zho kembali menggeleng.
"Ayolah Zho..... luangin waktu kamu sebentar buat sahabat kamu ini!"
Apa kata Hasan? Luangin waktu sebentar? Kemana saja Hasan selama ini? Tak sadarkah ia kalau Zho selama ini sudah meluangkan banyak waktu untuk seorang Hasan? Ah, Zho hampir lupa. Selama ini Zho hanya sosok pemain pengganti dalam hidup Hasan. Benar kata Hasan, mereka.... hanya dua anak manusia berbeda jenis kelamin yang hanya bersahabat. Tidak lebih dan tidak akan pernah bisa lebih.
"Maaf, kak."
"Ayolah! Nanti aku yang bakalan izin ke Ayah kamu deh!" kekehnya.
Zho menghembuskan napas kasar. Ia menunduk sebentar untuk menghalau lelehan air maya yang hendak keluar. Zho tidak ingin Hasan melihat titik rapuhnya karena pria itu.
"Maaf kak, Zho tetap gak bisa."
Hasan berdecak kesal, "Kamu kenapa sih, Zho!? Biasanya kamu selalu ada waktu kalau aku ajak jalan?! Sesibuk apa kamu sampai gak bisa luangin waktu sebentar saja!?" ketus Hasan.
Pertahanan Zho runtuh. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh juga. Hampir dua puluh dua tahun mengenal Hasan, Zho baru pertama kali ini mendengar Hasan berbicara kasar padanya. Zho tak peduli lagi kalau karyawan atau bahkan pengunjung restoran mendapatinya menangis di depan umum. Zho sungguh tak peduli. Tapi kenapa rasanya sakit sekali? Sebesar ini kah pengaruh seorang Aina untuk hubungan mereka?
"Ya! Itu dulu kak.... sebelum Ayah menyerahkan tanggung jawab padaku untuk orang lain. Sekarang..... aku bukan gadis bebas seperti dulu lagi, kak," Zho menjeda kalimatnya sebentar untuk mengambil napas sejenak. "aku.... aku.... aku sudah menikah." Zho menundukkan kepala dalam. Zho tidak mau melihat bagaimana reaksi Hasan terhadap apa yang baru saja ia utarakan.
Hening sejenak, hingga suara tawa Hasan berhasil membuat Zho mengangkat kepala.
"Zho... Zho... kalau mau menghindari aku, kamu gak perlu bicara hal sereceh ini. Sumpah, Zho.... gak lucu sama sekali." kata Hasan masih dengan sisa tawanya.
Zho tercengang. Respon Hasan benar-benar di luar dugaannya. Padahal Zho sudah bicara jujur, namun Hasan malah meragukan kejujurannya. Baiklah, Zho tidak akan memaksa Hasan untuk mempercayai perkataannya.
"Terserah kak Hasan. Tapi, aku tetap tidak bisa menemani kak Hasan pergi." kata Zho sembari berlalu.
Baru beberapa langkah Zho melangkahkan kaki, suara dingin Hasan masuk ke indra pendengarannya.
"Kamu berubah, Zho. Kamu bukan seperti sosok Zahro yang aku kenal selama ini."
Zho tetap melangkahkan kakinya. Dengan langkah cepat, Zho merjalan menuju tempat di mana ruangannya berada. Zho terlalu malu kalau harus berada di tengah keramaian dengan kondisi seperti ini.
Begitu tiba di ruangannya, Zho mendudukkan tubuh di balik meja kerja. Ia menunduk dalam dengan kedua telapak tangan menutup wajah. Zho menangis sesenggukan. Rasanya sakit sekali saat mendengar Hasan berbicara dengan nada tinggi padanya. Rasa sakitnya bahkan mengalahi rasa sakit saat mendengar Hasan mengutarakan keinginannya untuk menikahi Aina. Juga lebih sakit daripada mendapati ayahnya yang tiba-tiba menikahkan ia dengan seseorang yang bahkan belum Zho kenal sebelumya.
Tuhan, apakah cinta harus sesakit ini? Mengapa Engkau menciptakan cinta sepaket dengan patah hatinya? Zho lelah, Tuhan! Zho lelah mencintai selama ini.... Zho lelah merasakan patah hati ini. Bisakah Engkau menghaous rasa cinta Zho pada Arka? Zho lelah jika harus menyakiti diri sendiri seperti ini. Sungguh.
ting!
Suara notif ponsel membuat Zho mengalihkan pandangan. Zho melirik sejenak, pesan dari nomor asing muncul di pemberitahuan. Tanpa ragu, Zho membukanya, berpikir mungkin saja itu sesuatu yang penting.
+62***********
(Assalamu'alaikum, ini Arka.)
(Maaf mengganggu waktu kamu.)
(Tapi, perasaan saya tidak enak.)
(Apa kamu baik-baik saja?)
Ah, ternyata Arka. Zho belum mengenal pemuda itu sebelumnya. Bahkan sekedar nama lengkapnya saja ia tidak tahu. Zho hanya tahu kalau Arka adalah seorang prajurit TNI Angkatan Darat di kesatuan yang sama dengan Rizal.
Tapi, kenapa Arka harus sebaik ini kepadanya? Arka bahkan menanyakan keadaannya. Zho jadi merasa sangat bersalah. Zho bahkan tak memiliki nomor ponsel milik pemuda itu. Sejak akad nikah dadakan itu, baru pertama kali ini mereka berinteraksi lagi. Bahkan harus Arka yang pertama kali menanyakan keadaannya. Padahal Zho sendiri tahu, seberbahaya apa jika seorang prajurit TNI berada dalam tugas. Seharusnya Zho yang menanyakan keadaan Arka! Tapi, sekali lagi, Zho terlalu pengecut untuk itu.
Tanpa ragu, Zho membalas pesan Arka dan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Begitu pesan itu telah terkirim, Zho buru-buru menutup layar ponselnya. Pandangannya kemudian menerawang ke arah depan. Sekali lagi, ia memikirkan takdirnya.
Terkadang, perkara menerima dan melupakan itu memang sulit. Tapi ini cuma perkara waktu dan usaha. Jadi, Zho akan berusaha menerima Arka dengan setulus hati. Dan ia akan berusaha melupakan Hasan dan menghapus rasa cintanya.
Zho.... janji akan dua hal itu!
...#####...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 12 Episodes
Comments
Winda Violita
semangat up kkk
2023-01-18
1