4. Pengganti

...#####...

Jatuh cinta itu bukan sebuah kesalahan. Kita bahkan kadang tidak bisa mengarahkan hati kita untuk mencintai siapa. Seperti halnya yang terjadi pada Zho, Bukan salahnya juga kalau ia jatuh cinta pada Hasan. Ia tak bisa untuk memilih akan menjatuhkan hati pada siapa. Seandainya bisa pun, Zho lebih memilih untuk hanya menganggap Hasan sebagai sosok kakak.

Zho akui, saat ini ia masih sangat-sangat mencintai Hasan dibanding dengan sosok pemuda yang kini berjalan di sampingnya. Seandainya mencintai semudah membuah sampah sembarangan, tentu saja Zho akan lebih memilih membuang rasa cintanya pada Hasan dan kembali menumbuhkan cinta untuk suaminya. Tapi Zho tak bisa berbuat hal seperti itu. Itu terlalu sulit. Ah, mungkin kata ayahnya benar. Obat paling mujarab untuk orang patah hati adalah dengan jatuh cinta lagi. Ah, karena terlalu memikirkan sakit hatinya, Zho sampai lupa kalau Allah itu Maha Baik. Dia mengirimkan Arka untuk menyembuhkan lukanya terhadap Hasan. Zho bisa apa? Zho sadar kalau ia terlalu banyak meminta dan kini saatnya ia untuk menerima takdirnya.

Terlalu banyak memikirkan apa yang terjadi, Zho tak sadar kalau langkahnya sudah sampai di depan rumah. Di sana, ayah dan iibunya sudah berdiri menyambut. Dari raut wajahnya, Zho yakin kalau ada raut penyesalan di sana.

Ibu menghampiri Zho dan mengelus lengannya perlahan, "Maafin Ibu dan Ayah, ya? Maaf kalau keputusan kami membuat Adek sakit."

Zho menggeleng tegas, "Enggak! Harusnya Adek yang minta maaf. Adek minta maaf karenya sudah bersikap acuh seperti tadi. Tapi sekarang Adek yakin, kalau pilihan Ayah dan Ibu adalah pilihan terbaik buat Adek."

Zho akui, Zho terlalu spontan mendahulikan emosi daripada berpikir jernih tadi. Tapi kini, Zho tidak akan menyalahkan keputusan orang tuanya lagi. Bukankah Zho sudah berjanji untuk menerima Arka?

"Kami harus segera kembali ke Kesatuan."

Perkataan Rizal barusan seakan menarik Zho dari dunia kecil di pikirannya.

Ah, Zho hampir lupa kalau kakak dan suaminya harus segera berangkat bertugas. Iya, tugas negara. Tugas yang harus meninggalkan Kesatuan. Menurut informasi dari Arka tadi, mereka akan ditugaskan ke suatu tempat selama kurang lebih tiga minggu. Mengenai tempat tugasnya, Zho tidak seberani itu untuk menanyakan langsung pada Arka.

"Saya berangkat. Jaga diri kamu baik-baik. Setelah kembali, saya janji akan bawa kamu untuk bertemu dengan orang tua saya."

Lagi-lagi karena larut dalam pikiran, Zho kembali mengabaikan suasana sekitar. Bahkan Zho tak sadar kalau kini Arka sudah berada tepat di hadapannya.

"Jangan ngelamun terus ditinggal suami tugas!" sahut Rizal yang Zho abaikan.

Zho kembali menatap Arka. Bibirnya tersenyum tipis kemudian ia mengangguk.

Arka menatap Zho lama, sampai-sampai Zho berpikir, adakah yang salah dengan dirinya?

"Boleh saya berdoa untuk kamu?"

Belum sempat Zho mencerna maksud dari pertanyaan Arka, sebuah benda kenyal yang mendarat tepat di ubun-ubunnya membuat Zho mematung. Butuh beberapa saat hingga Zho sadar kalau Arka sedang berdoa untuk kebaikannya.

Zho memejamkan mata. Meng-amiin-kan dalam hati setiap doa yang keluar dari mulut Arka.

'Allah, tumbuhkanlah cinta dalam hatiku untuk suamiku,' batin Zho.

"Saya berangkat!"

Zho mengangguk pelan sebelum mengikuti langkah Arka menuju mobil di pinggir jalan. Ah, bahkan belum genap satu hari Zho menjadi istri seorang prajurit TNI, tapi ia sudah harus merasakan rasanya saat ditinggal bertugas. Meski belum mencintai Arka, Zho tetap berharap Arka akan baik-baik saja selama bertugas. pun kembali dengan selamat.

"Pak Arka!" panggil Zho saat Arka akan membuka pintu mobil.

"Ya?"

"Semoga Allah senantiasa menyertai langkah, pak Arka," kata Zho sembari meraih punggung tangan kanan Arka untuk ia kecup.

Mendapati perlakuan Zho yang sepertinya mulai menerima kehadirannya, Arka tersenyum tipis. Ia kemudian mengacak kepala Zho yang terbungkus kerudung sebelum memasuki mobil yang sama dengan Rizal.

"Assalamu'alaikum." ucap keduanya sebelum mobil berlalu dengan pelan.

"Wa'alaikumussalam."

Zho menatap mobil yang ditumpangi Arka dan Rizal sampai siluetnya lenyap dari pandangan.. Begitu tak terlihat lagi, Zho melangkah perlahan menuju ke dalam rumah. Matanya sempat melirik rumah milik tetangga sampingnya.

Menghembuskan napas kasar, Zho berlalu ke dalam rumahnya.

...#####...

Menjadi seorang istri tak terlalu buruk. Apalagi ketika suami sedang bertugas dan tak pulang ke rumah. Ah, rasanya Zho masih seperti gadis lajang kalau tak ingat akad dadakan beberapa hari lalu. Hanya karena Zho tidak dalam pengawasan suami, Zho tidak boleh seenaknya ketika di luar. Bagaimana pun juga, seorang istri adalah pakaian suami. Jadi, Zho akan sangat menjaga marwahnya sebagai seorang istri.

Omong-omong, saat ini Zho sedang ada di dapur restorannya. Rencananya, ia akan bereksperimen dengan menu baru yang akan ia buat. Kali ini ia akan membuat cake dengan rasa kopi yang kental. Iya, karena suasana hati yang akhir-akhir ini tidak karuan, akhirnya Zho mengekspresikanya ke dalam sebuah cake.

Zho mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Setelah dirasa waktu kematangan kue sudah cukup, Zho buru-buru mengeluarkannya dari oven.

"Assalamu'alaikum! Maaf, saya terlambat!"

Zho menoleh ketika seseorang membuka pintu dapur dari luar. Ah, rupanya Aina yang baru saja datang. Dan di belakangnya, sosok Hasan mengikuti. apa.... Hasan sudah melamar Aina? Memikirkannya membuat hati Zho sakit.

"Zho!" panggil Hasan ketika mendapati sosok Zho di dapur. "wah..... menu baru, kah? Sini biar aku yang coba!" Hasan hendak mencomot sedikit cake sebelum Zho menjauhkan cake itu dari jangkauan Hasan, "eh? Kenapa?" tanya Hasan kebingungan. Pasalnya, yang Hasan tahu, setiap sekesai membuat menu baru, Zho akan langsung menyuruh Hasan mencicipinya terlebih dahulu.

"Maaf, kak. Tapi ini buat orang."

"Lho? Pesanan? Tapi kayaknya aku baru lihat cake itu deh, Zho?"

Zho menggeleng pelan, "Bukan pesanan, kok. Tapi aku pengen seseorang yang mencicipinya terlebih dahulu."

Awalnya Zho berniat menyuruh beberapa karyawannya untuk menjadi tester. Namun, mendapati Hasan hendak mencicipinya seperti tadi membuat Zho memikirkan bagaimana kalau Arka yang mencicipinya terlebih dahulu?

Hasan mengangguk paham, "Umm... siapa?"

"Seseorang. Oh iya, kak Hasan ada apa ke sini?"

"Ah, aku hampir lupa. Aku mau ngobrol sebentar sama kamu. Bisa kan?"

Zho memperhatikan karyawannya yang ada di dapur, terutama Aina. Rupanya gadis itu sudah sibuk berkutat dengan daging dan beberapa bumbu.

"Bisa kok. Ayo!"

Zho berlalu. Namun sebelum itu Zho lebih dahulu meletakkan cake tadi di dalam ruangannya. Baru setelah itu, Zho menghamoiri salah satu meja yang sudah di tempati Hasan.

"Jadi... kak Hasan mau ngomongin apa?" tanya Zho yo the poin.

"Oh iya. Jadi kan aku rencananya mau lamar Aina.... dan kalau dilihat-lihat kayaknya ukuran jari kamu dan Aina sama deh, Zho." kata Hasan sambil mengamati jari manis Zho. "kamu mau, kan temani aku buat milih cincin? Lagi pula aku juga gak bakalan ragu sama pilihan kamu."

...#####...

Terpopuler

Comments

zenara

zenara

jangan mau zho klo kamu terus dekat ma dia kapan bisa move on nya jaga jarak itu terbaik, biar ga nimbulin fitnah juga

2023-01-22

0

zenara

zenara

bagus zho ingat suaminya

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!