Lembaran baru telah kembali tiba, Ciel telah terbiasa dengan dunia tempatnya sekarang tinggal dan sudah beberapa hari berlalu sejak seorang laki-laki berpakaian pelayan itu menyampaikan sebuah surat kepada Ciel. Surat yang masih dengan segel rapi tergeletak di atas meja karena perasaan takut dan bimbang dari isi surat itu, Ciel memutuskan untuk tidak secepatnya membuka surat. Apalagi kalau surat itu diterima langsung dengan orang yang memiliki tatapan mata tidak bersahabat kepadanya.
Kegiatan pagi hari sampai berangkat ke akademi dan mengikuti pembelajaran semuanya berjalan sama seperti dunia lamanya, yang membedakannya hanya dia harus mengikuti organisasi dan menjaga keamanan akademi. Ketika semua anggota organisasi telah berkumpul, seorang laki-laki dengan kulit sedikit gelap dan mata yang dingin.
"Ciel, kamu barusan kamu di cari oleh kepala akademi oleh karena itu sebaiknya sekarang kamu ke sana sekarang,"
"Karena katanya ada orang-orang yang memiliki kondisi yang sama dengan dirimu jadinya kamu yang diminta untuk datang,"
"Aku rasa kita akan menerimanya sebagai murid akademi Verbrechen di pertengahan tahun ini, karena mungkin mereka juga memiliki kemapuan yang sama denganmu," ucap Ur-Atum dengan tatapan tegas dan dingin
"Terima kasih atas informasinya ketua," ucap Ciel dengan menundukkan kepalanya kemudian pergi meninggalkan ruangan besar itu menuju ke ruangan kepala akademi.
Sedangkan di sisi lain, ruangan kepala akademi terdapat dua orang yang entah muncul dari mana dengan seragam akademi, seolah-olah mereka adalah orang yang telah terpilih untuk masuk ke akademi Verbrechen juga.
"Saya selaku kepala akademi mengingat kalau seharusnya tidak ada siswa atau siswi lagi yang harus di terima di akademi ini selain yang mulia pangeran," ucap laki-laki paruh baya itu dengan menyipitkan matanya menatap kedua anak yang diam-diam melirik ruangan yang besar dan mewah itu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar dari luar sampai keempat orang yang berada di ruangan itu menoleh ke arah pintu hingga sosok laki-laki yang keduanya kenal masuk ke dalam ruangan.
"Kepala akademi, saya dengar ada anak yang masuk ke aka-"
"CIEL!!"
"KAMI PIKIR KAMU AKAN MENGHILANG DAN TIDAK BERTEMU KAMI LAGI,". teriak kedua orang itu yang langsung memeluk dan memotong pembicaraan Ciel yang sambil berjalan masuk ke dalam ruangan yang berinterior barat.
"Yang mulia, sepertinya mereka adalah teman-teman anda ya,"
"Mereka seperti sangat mengkhawatirkan anda," ucap kepala akademi itu dengan terkekeh menatap kedua siswa yang entah muncul dari mana itu memeluk orang yang dihormatinya.
"Kalian berdua bisa tenang sebentar tidak?" tanya Ciel yang merasa sesak dan malu karena di peluk keduanya dengan erat tanpa ada jarak
"Kami khawatir tau, setelah kamu menghilang sebulan, orang tuamu juga sampai menjalankan terapi psikologis karena kehilangan dirimu dan saudara kembaranmu," ucap perempuan itu dengan kepala tertunduk khawatir
"Aku tentu saja mengerti itu, tapi sekarang kita ingin pulang juga tidak akan bisa Listina seperti yang kamu lihat aku sampai telah menjalani kehidupan akademiku di sini,"
"Baiklah, sekarang lupakan itu, aku akan mengantar kalian ke mansion tempatku tinggal," ucap Ciel dengan menggigit bibirnya dan tatapan pahit mengingat keadaan yang telah dia terima sekarang
"Kepala akademi, bisakah nanti kita bicarakan ini lagi? Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan tapi sebelum itu aku harus mengantar teman-temanku ke mansion," ucap Ciel yang menoleh ke arah dia orang temannya yang kemudian, hanya di jawab dengan anggukan pelan dan senyuman.
Ciel dan kedua temannya pergi meninggalkan ruangan ujung itu menuju ke mansion tempatnya sekarang tinggal, karena hak istimewanya sebagai seorang pembimbing takdir. Kedua orang yang belakang Ciel tidak banyak berbicara atau berkomentar mengenai teman masa kecilnya yang terlihat seperti orang yang berbeda atau bahkan sampai dipanggil yang mulia, mereka hanya memutuskan untuk mengikutinya sampai dibangunan yang tiga kali lipat lebih besar dari asrama akademi.
Sesampainya disana keduanya langsung disambut dan disediakan teh oleh para pelayan yang bertanggung jawab atas seluruh kehidupan Ciel sejak dia datang ke tempat ini.
"Leise"
"Jadi, mari sekarang kita berbicara," ucap Ciel sambil mengeluarkan kunci perpustakaan miliknya, yang merupakan benda perantara untuk menyalurkan sihirnya
"Ciel, jangan bilang kamu ingin tinggal di tempat ini selamanya? Karena sejak awal kita bertiga bertemu kembali, kamu seperti sudah terbiasa dengan semua yang ada di sekitarmu," ucap laki-laki yang duduk didepannya menatap temannya dengan menyidik dari atas kebawah sedangkan Ciel hanya diam dan memegang cangkir teh.
"Ciel, apa yang dikatakan Solahudin itu benar? Kamu tidak benar-benar serius bukan? Apakah kamu tidak ingat orang tuamu sudah benar-benar terpukul atas hilangnya adik perempuanmu? Bagaimana dengan kesehatan mereka ketika kehilangan anak mereka lagi? Mereka akan merasa seperti orang tua yang gagal,"
"Tidakkah kamu berpikir kalau tindakan yang kamu lakukan itu salah?" ucap perempuan itu dengan mengerutkan keningnya dan tatapan marah sedangkan Ciel masih dengan tenang tidak berbicara sepatah katapun hanya menikmati tehnya.
"Ciel, jawab pertanyaan aku dan Listina, jangan hanya diam menatap dengan tenang,"
"Apakah kamu tidak tau betapa khawatirnya kami berdua juga kepadamu?" ucap Solahudin dengan mengepalkan tangan kesal, menahan emosi yang akan meluap karena Ciel begitu tenang dan seperti tidak terjadi masalah apapun kepadanya.
"Hah..."
"Kalian tau sejak awal aku sudah mengatakannya, kalau jika aku ingin pergi sudah aku lakukan tapi tidak ada jalan sama sekali,"
"Teriak dan marah kepadaku menurut kalian itu benar? Kalian bahkan tidak tau kalau aku juga mempertahankan nyawaku di akademi ini,"
"Sejak aku sampai di sini aku telah tiga kali menangani siswa-siswi yang mengalami Magische Explosion, karena ini adalah tugas yang aku emban sebagai pembimbing takdir,"
"Aku berkali-kali terluka, patah tulang, dan hampir mendekati kematian,"
"Apakah aku seperti orang yang santai?" ucap Ciel dengan tatapan dingin ke arah keduanya, sedangkan keduanya terdiam dan menunduk karena bersalah kepada Ciel yang dikiranya menikmati semua bentuk kemewahan yang ada di dunia ini sejak dia datang. Ciel tau dengan jelas kesalahan yang dimilikinya dibandingkan dengan siapapun, sampai dia harus dihakimi lagi oleh teman-temannya yang tidak mengetahui apapun rasanya adalah tentu tidak adil.
Ciel yang sejak datang ke tempat ini, tidak banyak menuntut karena dia merasa familiar dengan semua yang ada ditangannya seperti kunci dan perpustakaan besar itu. Akan tetapi entah apa yang terhubung dengan kehidupan lalunya dengan dirinya sekarang ataukah memang seperti di cerita-cerita dongeng yang adiknya suka, dia tetap akan menyimpannya sendirian semua pertanyaan itu tanpa harus diceritakan kepada kedua orang di depannya.
"Maafkan kami karena kami berdua seenaknya berbicara tanpa memahami keadaanmu,"
Ciel The Guide Of Destiny
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments