Vie mengundang ketiga temannya ke kediamannya, para pelayan yang mempersiapkan pertemuan itu pun sedikit bergosip dan menebak kalau nonanya ingin melenyapkan para tamu dengan cara ditenggelamkan di danau. Apa lagi alasan sang nona membuat pertemuan di tempat terbuka di dekat danau seperti ini kalau buka untuk tujuan melenyapkan seseorang.
Belum lagi nona mereka juga memerintahkan untuk meninggalkan dirinya dan para tamu sendirian, tak boleh ada pelayan yang mendekati mereka semua. Apa lagi itu namanya kalau bukan untuk mengurangi kemungkinan adanya saksi mata yang tertinggal dan tak sengaja melihat kejahatan yang sedang dia lakukan.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
"Kuharap perjalanan kalian ke sini lancar tanpa kendala," kata Vie sambil terus melangkah ke depan, mendekati ketiga tamunya yang sudah menunggu. Dia baru saja selesai bersiap dan turun kembali ke mari.
"Sama sekali tak ada kendala, Nona Embross," kata Miu membalas diakhiri dengan senyum tipis.
"Justru kami yang berterima kasih sudah diundang untuk berkunjung ke kediaman anda yang seindah rumo yang beredar ini," sahut Indi menimpali ucapan kawannya barusan.
Vie menempati kursi yang kosong, dia tersenyum simpul. Tentu saja senyum yang terlihat sangat licik di mata pelayannya yang masih ada di sekitar situ. "Saya yang berterima kasih karena kalian semua bersedia datang," kata gadis itu. Tangannya memberi isyarat agar pelayannya segera meninggalkan tempat ini. "Padahal saya mengundang kalian secara dadakan!" katanya lagi sambil melirik para pelayannya yang bergerak dalam diam tanpa suara meninggalkan tempat pertemuan mereka.
Setelah yakin tak ada mata dan telinga satu pun yang tersisa, Vie menghela napas panjang seraya menutup matanya. "Bukankah seharusnya kita sudah pergi dari sini?" tukas gadis itu dengan suara yang terkesan dingin, tak lupa tatapan matanya yang berubah menjadi sangat tajam begitu dia membuka matanya.
"Harusnya begitu!" kata Miu menimpali. "Anehnya kita berempat masih berada di sini," kata gadis itu masih dengan air muka yang teramat tenang. Padahal dia sudah ditatap setajam itu, tapi masih saja dirinya bisa begitu tenang menjawab ucapan Vie.
"Aku juga heran? Kenapa kali ini gagal?" sambung Indi mengernyitkan keningnya. Jelas dia sedang memutar otaknya untuk memikirkan apa yang menjadi penyebab mereka tak bisa kembali seperti yang terakhir kali mereka lakukan.
"Apa ada yang harus kita selesaikan dulu baru kita diperbolehkan untuk kembali?" celetuk Lili.
"Aku malah berpikir ada di antara kita yang ragu untuk kembali dan lebih memilih untuk berlama-lama bersantai di sini," kata Vie sambil terkekeh pelan, terdengar seperti tuduhan yang ditujukan untuk ketiga orang lainnya.
"Aku gak segila itu, ya?!" kata Lili sambil menggebrak meja karena merasa tersinggung. "Walau aku sering mengeluh, tapi aku gak mau hidup di sini selamanya!" kata gadis itu lagi.
Indi mengangguk setuju. "Aku juga, walau aku benci dengan segudang tugas yang menanti, tapi aku gak pernah kepikiran untuk melarikan diri dan terus tinggal di sini," kata gadis itu dengan tatapan terluka, dia sedikit sakit hati mendengar kawannya sendiri bicara seperti barusan.
"Aku paham karakter kamu memang dibuat sejahat mungkin, tapi jangan terlalu mencurigai kami bertiga," kata Miu angkat bicara. "Kami pun bisa curiga kalau kamu yang malah gak mau balik lagi karena bisa dengan bebas berperan sebagai penjahat tanpa ada kendala sama sekali?!" lanjut gadis itu masih menatap santai seorang Vie yang terkenal jahat dan berdarah dingin di sini.
Vie tertawa pelan, tawa yang membuat orang yang mendengarnya merinding ketakutan. "Aku? Gak mau kembali hanya karena alasan konyol seperti itu?" kata Vie menarik sebelah bibirnya ke atas, membentuk seringai kecil di wajahnya. "Buat apa? Semua itu tak penting bagiku?!" kata gadis itu mendengus pelan.
"Bukankah kamu sangat mencintai peran seperti itu?" desak Lili yang rupanya masih kesal.
Indi mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya barusan. "Benar, kamu bahkan membuat cerita seperti ini dan berperan sebagai penjahat satu-satunya dan tak terkalahkan!" kata gadis itu menambahkan bensin ke dalam nyala api, agar semakin banyak bukti yang memberatkan. Bukannya dia mau menuduh, tapi dia terlalu sakit hati karena dituduh-tuduh seperti tadi, padahal dia tak melakukan apa pun.
"Lama-lama ini akan menjadi pertengkaran para nona bangsawan, nona-nona!" kata Miu mengingatkan. Menjadi yang paling tenang, tentu saja sudah tugasnya untuk mengingatkan agar mereka tidak bertengkar dan membuat masalah. "Di saat seperti ini harusnya kita memikirkan berbagai cara untuk bisa kembali!" lanjutnya sambil tersenyum kosong. "Bukannya malah adu mulut dan saling menuduh," katanya lagi seraya menatap satu-persatu Sabahat secara bergantian.
"Fyuh, aku hanya kelewat kesal," aku Lili sambil membuang napas kasar.
Indi menunduk dalam. "Maaf, aku sedikit sakit hati mendengar apa yang dituduhkan padaku," katanya mengaku.
Miu tersenyum menatap ke arah Vie. "Saya harap, Nona Embross memaklumi kedua kawan saya," ujar Miu. "Mereka hanya ingin anda merasakan apa yang mereka rasakan saat anda menuduh kami," lanjut gadis itu menunduk singkat satu kali.
"Lupakan!" balas Vie menanggapi. "Aku yang salah sudah berpikir berlebihan dan kurang percaya seperti barusan?!" lanjut gadis itu tetap dengan wajah datar andalannya. "Seperti yang kalian katakan, aku penjahat! Mau tak mau, pikiran yang aku miliki selalu saja kebanyakan bersifat negatif!" tambah gadis itu mengakui dirinya bersalah meski tidak secara langsung mengakunya.
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Vie kembali berbicara. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya gadis itu.
"Mari kita mencoba untuk meminta lagi!" kata Miu membalas dengan cepat.
"Harapan adalah satu-satunya cara untuk kembali, seperti sebelumnya yang kita lakukan," tambah Indi sambil menganggukkan kepalanya pelan.
"Mari mencoba sebanyak mungkin sampai benar-benar berhasil!" kata Lili ikut bersuara.
Vie tertawa sinis. "Tahukah kalian berapa kali aku mencoba dalam sehari setelah percobaan kita yang gagal?" ucap gadis itu melemparkan pertanyaan tanpa berharap ada yang tahu jawabannya. "Banyak! Tak terhitung! Aku bahkan sudah lupa sebanyak apa aku mencoba dan semuanya tak berguna?!" kata gadis itu mendengus tak suka. "Cari cara lain selain permohonan, harapan, atau pun do'a!" kata Vie menyampaikan pendapatnya, tentu saja yang terdengar seperti ancaman bagi telinga yang mendengar langsung.
Keempatnya saling menatap dalam diam, bukannya mereka tak tahu kebenaran yang baru saja temannya itu katakan. Mereka juga telah banyak mencoba, tapi mereka tetap saja masih terus di dalam novel dan belum juga kembali. Padahal mereka khawatir kalau-kalau keluarga mereka mencari karena mereka terlalu lama tak pulang. Tapi kalau begini, bagaimana mereka bisa kembali meski mereka ingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments