Apa Yang Terjadi 2

Apa Yang Terjadi 2

1

Vie mulai menulis novel, secara tak sengaja di suatu hari yang sangat melelahkan. Dia dan kawan-kawannya yang diteror oleh banyak tugas pun mengeluh, mengharapkan waktu istirahat yang panjang dan berkesan. Waktu berleha-leha dan bermesraan dengan bantal guling kesayangan mereka yang memeluk lembut saat mereka berusaha bangun dan mulai mengerjakan lagi tugas-tugas mereka.

Dari keinginan kecil tersebut, mereka berempat secara ajaib berpindah dan menjadi empat tokoh penting dalam novel yang Vie tulis. Memang Vie yang terlalu malas berpikir itu membuat karakter dari dirinya dan juga kawan-kawannya. Alhasil, Vie pun menjadi penjahat yang selalu dia gemari. Ah, Vie memang seleranya cukup aneh. Saat ditanya ingin menjadi apa, dia lebih suka berperan sebagai antagonis dari pada protagonis. Alasannya cukup sederhana, dia malas menjadi orang baik yang biasanya selalu disakiti, mending jadi orang jahat yang bisa dengan bebas melakukan apa pun ya kan.

Tapi jangan berburuk sangka, Vie di dunia nyata adalah sahabat yang sangat baik. Bahkan bisa dibilang kelewat baik, saking baiknya dia bisa memberi semangat dengan cara yang paling menyebalkan. Tapi cara itu terbukti cukup ampuh untuk mengembalikan mood kawan-kawannya.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

"Ada apa ini?" gumam Vie dengan tampang kesal tingkat dewa, membuat para pelayan takut mendekati gadis itu. "Aku sudah mencoba beberapa kali setelah itu, tapi tak ada satu pun yang berhasil!" katanya masih berupa gumaman tak jelas.

Pelayan yang bertugas di sekitar Vie menjadi ketar-ketir sendiri, takut kalau mereka dijadikan sasaran pelampiasan kekesalan sang nona. Nona mereka sepertinya bisa langsung membunuh seorang pelayan rendahan seperti mereka hanya dengan satu tatapan mata saja.

Salah satu pelayan memberi isyarat pada rekannya yang berada di ruangan yang sama dengannya. Pelayan itu menyenggol lengan kawannya, lalu mengisyaratkan melalui mata agar mereka cepat-cepat keluar sebelum terkena masalah. Pelayan satunya menerima isyarat dengan baik, dia mengangguk lalu pergi dari ruangan tadi tanpa suara, meninggalkan Vie sendirian di sana.

"Huft, sungguh aku ketakutan setengah mati," keluh pelayan tadi setelah berhasil ke luar dan menjauh dari ruangan yang ditempati nona mereka.

"Aku juga, bahkan bernapas pun rasanya sangat sulit tadi," timpal pelayan satunya berbisik pelan. Takut kalau-kalau ada telinga yang mendengar dan menyampaikan apa yang dia katakan kepada nona majikannya.

"Sebenarnya ada apa dengan nona kita?" bisiknya tak paham. "Tak biasanya nona bertingkah seperti ini," katanya lagi dengan suara semakin lirih. Mempertanyakan sesuatu tentang majikan adalah hal yang tak diperbolehkan, makanya pelayan ini bersuara sekecil yang dia bisa agar tak ada yang mendengar selain rekan kerja yang dia ajak bicara sekarang.

"Aku juga tak paham," kata lawan bicaranya yang rupanya sama bingungnya dengan dirinya. "Saat ingin membuat masalah pun, nona kita tak pernah seperti ini," lanjutnya mengingat-ingat kebiasaan nona yang terlalu dimanja di keluarga ini. Yah, apa lagi alasannya kalau bukan karena dia adalah satu-satunya nona di sini. Makanya nona mereka bisa bertingkah semaunya dan membuat masalah di mana saja seenaknya, di belakangnya banyak orang yang akan menyelesaikan masalah yang dibuat oleh nona mereka itu.

"Apa mungkin nona sedang jatuh cinta?" tebak salah satu di antara mereka dengan raut wajah tak percaya.

"Ey, mustahil musim semi menyentuh hati nona kita," kata pelayan satunya mengibaskan tangan. Nona mereka tak akan pernah jatuh cinta, kalau ada itu hanyalah perasaan obsesi yang disalah artikan.

"Tak ada yang mustahil, selama ada hati, cinta bisa menyelinap tahu?!" sanggah pelayan satunya yang tiba-tiba seolah berubah menjadi ahli dalam bidang percintaan.

"Tapi itu tak berlaku untuk nona kita yang terkenal jahat," bisik lawan bicaranya membantah dengan fakta yang semua orang ketahui. "Mari kita bekerja saja, bukan urusan kita juga dengan apa yang sedang nona lakukan!" lanjutnya mengakhiri pembicaraan.

"Kamu benar, tapi kita harus berhati-hati jika di dekat nona. Siapa yang tahu apa yang akan nona lakukan pada kita kalau dia terlampau kesal," timpal pelayan satunya dengan tubuh bergidik takut. Kedua pelayan itu pun berpisah, kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

"Aku gak bisa begini terus," kata Vie melirik ke luar, menatap langit yang luas melalui balkon. "Bagaimana aku bisa memecahkan masalah kalau hanya aku sendiri yang berpikir?" kata gadis itu, dia harus bertemu dengan ketiga temannya dan berbicara tanpa diganggu siapa pun. Bukankah ada pernyataan yang mengatakan kalau dua kepala lebih baik untuk menyelesaikan suatu masalah. Nah, mereka kan ada empat orang,otomatis empat kepala lebih baik dari pada dua kepala bukan. Intinya, semakin banyak orang yang ikut berpikir dan mencari solusi, maka semakin cepat masalah yang dihadapi terselesaikan.

"Apa aku undang saja mereka ke sini?" tanya Vie bergulat dengan pikirannya, memilih mana cara yang paling baik dan tak terlalu diperhatikan oleh orang-orang untuk dia lakukan.

"Huh, aku kan penjahatnya, mengapa aku harus memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentangku?!" kata gadis itu menarik salah satu sudut bibirnya, membentuk seringai yang penuh dengan kesombongan, seolah menatap remeh semua orang.

Vie bangkit dari duduknya, dia sudah menata pikirannya. Mengapa beberapa hari ini dia sibuk berpikir tentang ini dan itu, padahal dia hanya harus bertindak dan berbuat semaunya seperti yang biasa dia lakukan selama ini. Gadis itu berjalan dengan santai, mengambil bel kecil yang sengaja diletakkan di atas meja. Tangannya yang halus dan lembut menggoyangkan bel yang baru saja dia ambil. "Anda memanggil, nona?" kata salah seorang pelayan memasuki ruangan yang sejak tad ditempati Vie untuk berpikir ria.

"Ya," balas gadis itu.

Si pelayan menghela napas lega, nona majikannya terlihat lebih baik dari pada kemarin-kemarin. Raut wajah nonanya menunjukkan kesombongan dan kemalasan seperti biasanya. "Ada apa, nona?" tanya pelayan itu disertai senyum sopan. "Apa anda ingin disiapkan cemilan?" lanjutnya menebak tapi masih dengan nada yang sopan.

"Tidak," balas Vie cepat. "Bawakan aku kertas dan pena," titah gadis itu kemudian.

"Baik, nona. Akan segera saya siapkan!" kata pelayan tadi langsung berlalu pergi setelah membungkuk sopan.

Tak berapa lama, barang yang diminta Vie segera disiapkan. Gadis itu mengambil selembar kertas, menulis beberapa waktu hingga tak terasa dia sudah menulis di tiga kertas yang berbeda. Setelah memasukkan kertas-kertas yang baru saja ditulisi ke amplop, Vie kemudian menyegel amplopnya. Ah, rupanya nonanya sedang menulis surat, tapi dia tak tahu kepada siapa surat itu ditujukan.

Vie tersenyum tipis, terlihat seperti seringai jahat di mata pelayan yang ada di depannya. "Kirimkan ke alamat yang aku tulis!" kata gadis itu memberi perintah, tak lupa dia memberikan imbalan yang menurutnya cukup sebagai pengganti kata terima kasih.

Mata pelayan itu membelalak lebar melihat siapa yang akan menerima surat dari nonanya ini, dia menjadi ragu tapi juga tak berani mempertanyakan perintah dari nonanya. Bisa-bisa dia mati di tempat tanpa seorang pun yang tahu.

"Ba, ba, baik, nona," kata pelayan itu menjaga ekspresi wajahnya agar tak terlihat takut, tapi gagal karena tangannya pun sudah gemetaran dengan sangat hebatnya, menandakan kalau dirinya sedang takut dan bingung di saat yang bersamaan. Vie tak peduli, dia hanya mengangguk seraya terus menatap pelayan di depannya. Membuat si pelayan semakin ketar-ketir dibuatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!