Bab 2. Terjerat Pesona Pengasuhnya

Rhiana tidak menyangka jika anak usia 5 tahun yang dulu pernah diasuhnya hingga memasuki senior high school itu tumbuh dengan sangat tampan. Jika bukan karena gen yang diwariskan Tuan Albert padanya, mungkin Kenneth akan terlihat biasa saja.

"Ehm, tidak bisakah berhenti memandangku seperti itu? Ingat, aku bisa menebarkan cinta dengan begitu cepat," canda Kenneth.

Rhiana tersenyum. "Kukira kau adalah seorang pria yang akan memesan beberapa gaun pengantin dari butikku. Ternyata itu kau, anak nakal!"

"Tentu. Kau harus membuatkan beberapa desain gaun pengantin untuk calon istriku nantinya. Kau harus mengurus segalanya, Rhiana."

Rhiana tersenyum lagi. Setelah sekian tahun berpisah kemudian dipertemukan kembali dengan wajah dan penampilan yang berbeda. Rhiana sempat tidak percaya, tetapi saat mengingat wajah Tuan Albert, Rhiana baru yakin.

"Hemm, baiklah anak tampan. Maukah kau menemani kakakmu makan siang?" Rhiana melihat jam tangannya. Sudah waktunya dia harus makan siang. Setelah itu, dia harus kembali lagi ke butik untuk mengurus beberapa gaun yang hampir selesai.

"Tentu, dengan senang hati."

Keduanya berjalan beriringan menuju ke tempat parkir. Sebenarnya Rhiana memiliki sebuah mobil, tetapi Kenneth memaksanya untuk ikut ke mobilnya saja. Setelah selesai, Kenneth pun berjanji akan mengantarkannya kembali ke butik.

"Jadi, kau pulang membawa nilai berapa?" tanya Rhiana saat Kenneth memandang lurus ke depan.

"Cumlaude. Seperti yang pernah kau inginkan, bukan?"

Lagi-lagi Rhiana berhasil. Dia tidak hanya berhasil membuat butik sebesar ini, tetapi juga berhasil membuat Kenneth lulus dengan nilai sempurna.

"Selamat, Kenneth. Aku yakin mama dan papamu pasti akan bahagia melihat keberhasilan putranya."

Menilik dari cerita orang tuanya bahwa Rhiana sudah keluar dari mansion sejak beberapa tahun yang lalu. Kenyataannya dia terlihat semakin cantik untuk ukuran wanita dewasa. Wajahnya pun masih terlihat muda dan pas saat berjalan dengan Kenneth.

Sampai di tempat parkir sebuah restoran, Kenneth membantu melepaskan sabuk pengaman yang dipakai Rhiana. Jarak yang begitu dekat, hembusan napas keduanya, dan sesuatu terjadi dalam diri Kenneth. Dia merasa nyaman sekali melakukan hal seperti itu. Terlebih untuk Rhiana. Sementara Rhiana bersikap biasa saja layaknya seorang kakak kepada adiknya.

"Terima kasih, Ken. Ayo, jangan buat aku menunggu lama. Ehm, maksudku aku hanya punya waktu satu jam untuk berada di luar butik," jelas Rhiana yang memutuskan untuk turun kemudian memesan makanan.

Kenneth masih merasakan bau parfum Rhiana yang begitu wangi dan menarik. Sepertinya Kenneth sudah terhipnotis oleh kecantikan pengasuhnya. Bisa dibilang ini pertama kalinya Kenneth menjadi orang yang berbeda. Ah, entahlah perasaan apa yang sedang merasukinya saat ini?

Kenneth menyusul Rhiana yang sudah duduk di sudut restoran. Kenneth mengira kalau Rhiana lupa tentang makanan yang disukainya dan tidak.

"Duduklah! Aku sudah memesankan makanan untukmu. Tidak masalah, bukan?" tanya Rhiana.

"Terima kasih. Kau masih ingat makanan yang kusukai?"

Rhiana mengangguk dan tersenyum. Senyumnya begitu manis di mata Kenneth. Baru pertama kali ini mereka begitu dekat saat keduanya sama-sama dewasa.

"Tentu, Ken. Aku mengenalmu sejak kamu menjadi anak nakal hingga tumbuh dewasa. Kurasa makanan yang kau sukai pun tidak akan berubah, bukan?"

Kenneth mengangguk. Bagi Rhiana, Kenneth merupakan sosok pemuda yang sempurna. Dia tumbuh dewasa dan terlihat kekar untuk ukuran laki-laki seusia Kenneth.

"Hemm, kau benar, Rhiana. Oh ya, kau banyak berutang cerita kepadaku. Tidak masalah kan kalau aku sudah membuang panggilan Kakak untukmu?"

Sebagai seorang pengasuh, Rhiana cukup sadar diri. Kehidupan yang dilalui Kenneth di luar negeri jelas mengubah keseluruhan konsep hidupnya. Dia bebas saja kalau mau memanggil Rhiana dengan sebutan apa pun. Dia juga sudah tidak bekerja di mansion orang tuanya.

"Tidak masalah, Ken. Sepanjang waktu kehidupan akan berubah. Sama sepertiku."

Beruntung makanan lekas datang. Jika tidak, Kenneth akan mengajaknya berbicara terus-menerus. Dia terlalu banyak ingin tahu mengenai kehidupan Rhiana yang begitu menyedihkan.

Mereka makan dengan lahap. Menu makanan di restoran itu sangat rekomendasi sekali untuk Kenneth. Dia langsung menyukai menu makanannya.

"Apa seperti itu caramu makan?" tanya Rhiana yang sudah lama tidak melihat Kenneth makan.

Kenneth makan seolah dia tidak pernah makan. Keinginannya untuk menikmati makanan itu begitu kuat. Sangat lahap sekali. Terlebih saat ditemani Rhiana.

"Aku sangat menikmati makanan ini," jelas Kenneth.

"Jangan terlalu berlebihan, Kenneth! Aku takut kekasihmu tidak berselera lagi padamu. Maksudku, kau berasal dari keluarga terhormat. Jadi, tolong bersikaplah sewajarnya saja."

Inilah yang dirindukan dari Rhiana. Semua nasihat dan beberapa peringatan penting untuk tidak melakukan hal yang macam-macam. Selain itu, nama Rhiana seolah tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya.

"Jangan khawatir. Nanti kalau aku sudah mendapatkan gadis yang tepat, pasti akan kukenalkan padamu."

"Hemm, bagus. Sayangnya aku tidak percaya kalau kau tidak memiliki kekasih. Kau tampan, kaya raya, dan tentunya akan banyak para gadis yang ingin mendekat. Bukan hanya mendekat, tetapi ingin memilikimu seutuhnya."

Semua ucapan Rhiana benar, bahkan Kenneth sudah menolak banyak para gadis yang mendekatinya. Dia merasa belum ada gadis yang pas untuk bersanding dengannya. Kenneth tipikal laki-laki yang suka sekali dengan gadis tegas dan tidak manja. Sementara para gadis yang mendekatinya jauh dari dua kata itu. Itulah sebabnya dia terus saja menolak.

"Sayangnya ketampanan bukan segalanya bagiku. Aku juga punya kriteria khusus untuk para gadis yang ingin dekat denganku."

Rhiana benar. Konsep hidup yang dipilih Kenneth sudah sesuai dengan apa yang diajarkan pada masa itu.

"Terima kasih karena kau selalu mengingat ajaranku. Semoga mama dan papamu tidak pernah kecewa. Oh ya, bisakah kita kembali sekarang?" Seperti biasa Rhiana selalu menjadikan jam tangan sebagai patokan saat pergi ke mana pun.

Kenneth mengangguk. Dia memanggil pelayan untuk membayar tagihannya. Sayang, Rhiana sudah terlanjur menyodorkan kartu debitnya.

"Pakai ini saja!"

Kenneth hendak menepis tangan Rhiana, tetapi pengasuhnya itu keburu meminta pelayan untuk segera mengurus pembayaran bill-nya. Jangan sampai hanya gara-gara drama membayar makanan, Rhiana telat kembali ke butik.

Setelah urusannya selesai, mereka pun kembali ke mobil. Kenneth merasa kalau Rhiana adalah satu-satunya wanita yang diinginkan di dalam hidupnya. Ini sangat lucu, tetapi apa yang ada di dalam diri Rhiana sudah menjadi minat yang tinggi bagi Kenneth. Terlebih saat tahu kalau pengasuhnya itu belum menikah.

"Setelah mengantarkan aku, lebih baik kau pulang. Jarak butikku dengan mansion Tuan Albert lumayan jauh. Kau akan sampai di sana saat malam hari," ucap Rhiana saat Kenneth sedang memikirkan sesuatu.

Kenneth tidak menyahut. Dia terus saja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia baru merespon saat Rhiana menepuk pundaknya.

"Kau tidak mendengarkan aku, Ken?" tanya Rhiana.

"Oh, maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu. Apa katamu tadi?"

"Pulanglah ke mansion setelah mengantarkan aku. Kau akan sampai sana pada malam hari."

Bagaimana mungkin Kenneth bisa pulang seorang diri? Sementara hatinya sudah terjerat pesona pengasuhnya itu? Ini bukan terlalu cepat, tetapi pertemuan pertama mereka sudah membuat Kenneth merasakan sesuatu yang berbeda. Masih banyak yang ingin diketahui Kenneth dari kisah hidup Rhiana.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!