#Rey hendak memperk*saku

Merendam tubuh dengan air hangat membuat pikiranku lebih rileks, tapi aku tahu ini hanya sementara.

Aku memilih merendam tubuhku lebih lama, waktu sudah berjalan satu jam, aku tahu sebab ada jam dinding di kamar ini.

Si kepar*t gila itu sudah mulai menggetuk pintu, bertanya kapan aku selesai mandi. Aku hanya diam tidak menggubris teriakannya.

Aku tahu di depan sana dia sedang panik sebab aku tidak menjawab teriakannya sama sekali. Mungkin dia berpikir aku tenggelam di dalam bath up? Ah, aku tidak perduli. Aku hanya terus berendam seraya memejamkan mata.

Bath up ini penuh dengan bunga mawar merah. Aku tidak tahu apa Rey sendiri yang menaruh semua bunga mawar merah di sini atau dia menyuruh pelayan. Aku sangat menikmati aroma dari bunga ini dan juga air hangat yang merendam tubuhku.

Selama berendam tidak henti-hentinya aku mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Hari dimana banyak orang berkumpul di sebuah ruangan untuk meeting bersama Klan De Willson, aku benar-benar mencari ingatanku yang hilang, yang tiba-tiba aku terbangun di rumah Rey.

S*alnya, aku tidak mengingat apapun. Rey juga tidak mengatakan apapun lagi selain dia terus mengatakan dia menyelamatkanku dari pria yang hampir memperkosaku. Yang aku sendiri tidak tahu itu benar atau hanya bualan Rey saja.

"Seira, are u okay?"

Suara Rey membuatku membuka mata seraya berdecak, dia terdengar sangat panik.

"Aku akan masuk kalau kau tidak menjawab."

Aku masih diam mendengar gedoran dan juga teriakan Rey di waktu bersamaan.

"Dont play with me, Seira!" (Jangan bermain-main denganku, Seira)

"Atau aku dobrak pintu ini sekarang juga!"

"Aku masih hidup!" sahutku setengah berteriak. "Tidak bisakah kau pergi meninggalkanku sendirian, aku masih ingin berendam!"

"Seira, kau mandi terlalu lama."

"Aku sudah terbiasa mandi lama! Berhentilah berbicara!"

Total aku mandi satu jam setengah, sekarang aku sudah keluar, duduk di sisi ranjang dengan mengenakan bathrobe dan juga handuk kecil melilit rambutku yang basah.

"Bagaimana aku bisa berpakaian jika kau ada di sini!" ucapku pada Rey yang hanya berdiri bersandar di depan lemari dengan tangan bersedekap dada.

"Kau harus terbiasa berpakaian di depanku, Seira."

Aku sontak mengerutkan dahi mendengar ucapannya barusan.

"Tuan, lebih baik anda pergi menemui psikolog. Sepertinya otak anda rusak."

"Asal kau ada di sampingku, tidak ada bagian dari tubuhku yang rusak, Seira."

Aku pura-pura mual mendengar ucapannya barusan. Sungguh, kalimatnya membuatku muak.

"Aku akan mandi."

Rey berbalik membuka lemari lalu dia membuka kancing bajunya satu persatu.

Saat dimana dia tidak memakai baju, saat itu juga aku bisa melihat jelas bagaimana bentuk tubuhnya dari belakang dan kemudian dia berbalik kembali menghadapku setelah mengambil handuk di lemari.

Si*l, tubuhnya begitu atletis, otot-otot di perutnya begitu sempurna di tubuh tingginya sampai membuatku tidak sadar aku sedang memanjakan kedua bolamataku.

"You wanna touch me, Seira?" (Mau menyentuhku, Seira)

Sontak aku mengerjapkan mata mendengar ucapannya dan aku melihat dia tengah tersenyum miring sekarang. Sepertinya dia sadar sedari tadi aku tengah memperhatikan perutnya. Astaga ... malu sekali.

"Berhenti! Jangan mendekat!" sergahku ketika dia berjalan ke arahku.

"Aku bilang berhenti!" Dia kembali melangkah.

Jujur aku takut, apalagi dia tidak pakai baju.

"Aku bilang berhenti jangan mendekat!"

"Aku hanya ingin menyimpan jam tangan, apa yang kau pikirkan?" ucapnya dengan senyuman meledek seraya menyimpan jam tangan di meja samping ranjang.

Pasti dalam hatinya dia sedang tertawa karena berhasil membuatku ketakutan.

"Apa yang kau pikirkan, Seira?"

"A-aku, aku tidak memikirkan apapun," ucapku dengan gelenggan kepala.

Dia melangkah lebih dekat kemudian membungkukan badannyan. Sontak aku memundurkan kepalaku ketika wajah dia sangat dekat denganku.

"Apa kau berpikir aku akan memperk*samu, Seira?" Dia mengulas senyum di wajahnya.

Aku diam, tidak menjawab apapun.

"Jika aku mau, dari awal sudah aku lakukan."

Pria itu pun pergi setelah mengatakan hal tersebut. Dia masuk ke kamar mandi meninggalkan aku yang kini menghela nafas lega seraya memegang dadaku sendiri.

Entahlah, jika dia di dekatku jantungku berdebar tidak karuan, mungkin karena takut. Tapi ketika tidak melihat wajahnya, aku merasa sangat tenang.

Aku sudah berpakaian lengkap dan aku kembali duduk di sisi ranjang, aku tengah memikirkan sesuatu.

Kira-kira, dimana Rey menyimpan ponselnya? Selama dia di dekatku aku tidak melihat dia mengeluarkan ponsel.

Aku bukan tidak pernah mencari ponselnya di nakas yang ada di kamar. Sudah aku geledahi, tapi tidak ada ponsel sama sekali.

Dan pintu kamar, dia sudah menguncinya entah dari kapan membuatku tidak bisa keluar.

Selain ponsel, ada hal menyebalkan lagi yang tidak ada di kamar ini. Yaitu tv, tidak ada tv sama sekali membuatku tidak bisa menonton acara berita.

Mungkin ada berita tentang borbone group yang tengah mencari ahli warisnya. Aku ingin sekali melihat kabar keluargaku.

Lihat, Rey bukan hanya mengurungku, dia membawaku ke jaman dulu sepertinya. Tidak ada barang-barang elektronik yang aku punya.

"Aku ingin ponsel," kataku ketika mendengar suara pintu kamar mandi terbuka.

Dia yang tengah menggosok kepalanya yang basah dengan handuk sontak menoleh ke arahku.

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Serius kau tanya untuk apa?"

"Dont fight with me anymore, Seira." (Jangan bertengkar denganku lagi, Seira)

"Aku hanya ingin ponselku. Aku berjanji tidak akan keluar dari sini. Kau punya alasan kenapa mengurungku di sini tapi kau tidak bisa terus menerus membiarkan keluargaku khawatir dengan keadaanku. Setidaknya izinkan aku mendengar suara Ayahku, aku bisa berbohong dengan mengatakan aku sedang liburan bersama teman. Sungguh, aku tidak akan mengatakan aku dikurung olehmu."

"Kau bisa mendapatkan ponsel dan keluargamu dengan satu syarat."

"Apa?"

"Menikah denganku."

Mataku membulat sempurna mendengar ucapannya.

"Kau --- kau gila!"

Dia berjalan ke arahku dengan santainya padahal wajahku sudah berapi-api dengan amarah.

Dia berhenti tepat di depanku lalu mengelus wajahku.

"Kau hanya bisa menjawab iya atau oke, Seira. Tidak ada penolakan, kita akan menikah nanti. Cepat atau lambat."

Aku menepis tangannya dengan kasar. "Menikahlah dalam mimpimu!" geramku, bangun dan pergi menuju lemari setelah menubruk tubuh tingginya. Aku mengambil baju dan masuk ke kamar mandi.

Kami berdua sudah berpakaian lengkap sekarang. Ini kali pertama aku melihat laptop di kamar ini, tepatnya berada di atas paha Rey. Dia tengah mengetik sesuatu seraya duduk di sofa sementara aku duduk di ranjang.

Aku menginginkan laptop itu untuk menghubungi seseorang. Tapi tentu saja Rey pasti tidak akan memberikannya.

"Aku bosan berada di kamar terus. Aku ingin jalan-jalan."

Dia sontak menoleh ke arahku. "Kau bisa berkeliling di sini. Rumahku luas, kau bisa melihat setiap sudut rumahku."

Apa? Dia benar-benat sakit jiwa, menyuruhku berkeliling hanya untuk melihat bangunan rumah luas ini saja. Hei, aku bukan orang kampung yang akan terpesona dengan rumah mewah sebab rumahku juga mewah. Fasilitas rumahku tidak jauh berbeda dengan yang ada di rumah Rey.

"Aku ingin keluar."

"Baiklah. Beri aku waktu satu jam, aku akan membawamu ke Turki. Bagaimana?" Dia tersenyum miring seolah-olah tawarannya menarik.

"Kenapa harus pergi ke Turki? Aku hanya ingin keluar dari rumah ini saja. Ke taman atau mall."

Dia sepertinya takut aku berkeliaran di Indonesia.

"Tidak. Jika ingin keluar, aku akan membawamu ke tempat jauh."

"Oke, tempat jauh, bagaimana dengan Italy?"

"Italy?" Dia menaikan alisnya. "Aku tidak akan membawamu ke kampung halamanmu."

Aku menghela nafas kasar. "Aku tau apa yang kau pikirkan. Jika aku berkeliaran di Indonesia, kau takut seluruh keluargamu tau kau sedang mengurung seorang perempuan. Dan jika aku berkeliaran di Italy, kau takut aku bertemu salah satu keluargaku. Iya kan?"

Dia menganggukan kepala. "Aku suka, kau pintar Seira Borbone."

"Kau memang manusia sial*n bedeb*h kepar*t!"

Dia menghela nafas kasar, menutup laptop dan bangun menghampiriku. "Kau juga pintar memakiku, Seira!"

"Apa? Kau pikir aku tidak berani!" Aku berdiri dengan nyali penuh percaya diri di hadapannya. Kita sama-sama saling melempar api kemarahan.

Aku bisa melihat bagaimana leher Rey menegang karena amarah, juga sorot mata yang begitu dingin dan menusuk.

"Dengar ya ..." aku menunjuk wajahnya. "Mengurungku tidak akan membuatmu memilikiku seutuhnya."

Rey berdecih dengan tersenyum miring kemudian dia memegang kedua pipiku dengan satu tangannya.

"Kau berani melawan, Seira." Desisnya dengan suara berat. "Kau mau merasakan bagaimana aku memilikimu, hm?"

Kini tatapannya berubah menjadi cab*l. Hei, aku berani melawan dia sebab dia berjanji tidak akan menyentuhku. Tapi tatapan apa ini, dia malah menatap bibirku kemudian melepas cekalan tangannya di wajahku dan segera ******* bibirku.

Aku terbelalak, tidak mau menunggu waktu lama, aku berusaha melawan dengan mendorong tubuhnya. Si*l, susah sekali, dia sangat kuat.

Dia mendorongku ke kasur kemudian membuka bajunya dengan cepat. Aku beringsut menjauh ketakutan, amarahnya berubah menjadi n*fsu, aku bisa melihat itu.

"Tidak --- jangan ---" aku menggeleng takut. Tapi dia semakin mendekatiku seperti binatang buas yang hendak menerkam mangsanya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Lian S

Lian S

👍👍💪💪💪

2023-01-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!