2 jam kemudian, Abi Bahar, umi Maryam, Azka dan Kia datang ke rumah sakit. Mereka sangat senang mendengar kabar Ais sudah siuman.
"Assalamu'alaikum.." ucap abi, umi, Azka dan Kia secara bersamaan.
"Wa'alaikumsalam.." balas ustadz Yusuf dan Ais.
Ustadz Yusuf tersenyum atas kedatangan keluarganya. Mereka semua berjalan menuju ranjang Ais. Namun segera dihentikan oleh ustadz Yusuf.
"Tunggu dulu.." cegah ustadz Yusuf.
"Kenapa bang?" tanya Azka bingung.
"Sebentar. Ais tidak memakai kerudung" jawab ustadz Yusuf.
"Oalah..."
Umi dan Kia lebih dulu menghampiri Ais. Sementara abi dan Azka harus menunggu terlebih dahulu. Umi sangat senang melihat Ais yang sudah bisa membuka matanya. Ais dipakaikan kerudung milik Kia oleh ustadz Yusuf. Setelah itu, barulah abi dan Azka bisa melihat Ais.
"Ais, bagaimana kabar kamu?" tanya umi.
"Alhamdulillah baik umi." jawab Ais.
"Ais masih ada sakit yang dirasa?" tanya abi.
"Kepala Ais masih sakit. Dada Ais juga sedikit sakit." jawab Ais.
Ais memang sudah terbiasa memanggil abi dan umi pada orang tua ustadz Yusuf.
"Kalian semua di sini?" ujar Ais.
"Iya, setelah mendengar kakak sadar, kami segera ke sini." jawab Kia.
Entah kenapa, Ais merasa ada sesuatu yang janggal. Tapi dia tidak tau apa itu. Kini kepalanya terasa berat dan lagi perkataan dokter mengenai suami, itu terus berputar di kepala Ais. Ais tak mau memikirkam itu. Tapi hal itu terus berputar di kepalanya.
"Dokter bilang, berkat do'a suami dan keluarga, Ais bisa sadar kembali." ujar Ais.
Semua orang diam mendengarkan Ais.
"Yang jadi pertanyaan, kenapa dokter menggunakan kata suami? Ais merasa belum menikah. Dokter juga bilang dia akan memanggil suami Ais. Apa maksudnya? Apa Ais sudah menikah? Apa Ais dinikahi oleh seorang pria?" tanya Ais mengungkapkan isi kepalanya.
Semua orang menjadi gugup. Mereka bingung harus menjelaskan bagaimana pada Ais.
"Ais.. kamu tenang ya. Kamu jangan mikirin hal itu dulu. Lebih baik kamu istirahat." ucap ustadz Yusuf sambil menggenggam tangan Ais.
Ais terkejut karna ustadz Yusuf memegang tangannya.
"Kak Yusuf, kenapa kakak pegang tangan Ais? Bukankah kakak tidak akan memegang tangan wanita yang bukan muhrim?" tanya Ais menatap ustadz Yusuf.
Ustadz Yusuf terdiam. Saat dia berusaha menjelaskan, Ais memotong ucapannya.
"Tunggu.." ucap Ais.
Ais memejamkan matanya. Dia berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang ada dibenaknya.
"Saat aku sadar, orang yang pertama kali aku lihat adalah kak Yusuf. Setelah itu dokter datang, dan kak Yusuf keluar. Dokter bilang, berkat suami dan keluarga, Ais bisa sadar. Dia juga bilang akan memanggil suami Ais. Dokter keluar dan kak Yusuf pun masuk. Tidak ada lagi pria yang masuk setelah kak Yusuf. Dan satu lagi. Kak Yusuf tidak membiarkan abi dan Azka melihatku tanpa menggunakan kerudung. Sedangkan kak Yusuf melihatku tanpa kerudung. Lalu barusan. Kak Yusuf pegang tangan aku. Aku tau kak Yusuf tidak akan sembarang memegang tangan wanita. Kecuali wanita itu adalah mahram kak Yusuf." ucap Ais.
Semua orang masih setia dengan diamnya.
"Apa itu berarti.." Ais sudah mendapatkan jawabannya.
"Iya Ais. Aku adalah suamimu. Aku adalah pria yang sudah menikahimu saat kau tidak sadarkan diri." ujar ustadz Yusuf menguatkan jawaban Ais.
Ais terdiam. Dia bingung harus bereaksi bagaimana. Jujur saja, Ais masih tidak mengerti kenapa ustadz Yusuf menikahinya.
"Kenapa kak Yusuf menikahiku?" tanya Ais.
"Aku menikahimu karna kau perlu wali untuk tanda tangan operasi." jawab ustadz Yusuf.
"Operasi?"
"Iya. Saat itu kondisimu memburuk dan kau harus segera dioperasi. Aku menikahimu dan menjadi walimu. Jika tidak ada tanda tangan wali. Kau tidak bisa melalukan operasi."
Ais mulai mengerti dengan situasinya.
"Apa ada bukti yang bisa aku percayai? Aku ingin melihat bukti kalo kak Yusuf sudah menikahiku."
"Iya Ais. Aku bisa membuktikannya." balas ustadz Yusuf.
Ustadz Yusuf mengeluarkan ponselnya. Dia memperlihatkan video saat dia menikahi Ais yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Ustadz Yusuf sengaja memvideo pernikahannya. Karna dia tau Ais pasti akan meminta bukti.
Ais melihat video itu. Dia melihat dirinya yang terbaring, ustadz Yusuf yang menjabat tangan abi Bahar dan juga umi, dokter serta perawat sebagai saksi.
Ais meneteskan air matanya. Dia tak menyangka dia sudah menikah. Kini statusnya adalah istri dari ustadz Yusuf.
"Ais.. mulai sekarang kamu harus menerima Yusuf sebagai suami kamu." ucap umi mengelus kepala Ais dengan lembut.
"Iya umi" balas Ais. "Tapi maaf, Ais tidak bisa langsung menerima kak Yusuf. Ais minta kak Yusuf bersabar menunggu Ais."
"Iya Ais, aku akan sabar menunggumu menerimaku." balas ustadz Yusuf.
Satu kejanggalannya sudah terpecahkan. Masih ada kejanggalan lain yang Ais rasakan. Tapi Ais tidak tau apa itu. Ada sesuatu yang hilang dan terlupakan oleh Ais.
"Kenapa kak Yusuf menjadi waliku? Padahal aku masih punya ayah dan ibu. Aku juga punya kakek." gumam Ais. "Mana ayah dan ibuku?" tanya Ais.
Seketika semua orang terdiam. Baru saja keadaan membaik, kini keadaan kembali menegang.
"Aqeela juga mana? Apa kakek tidak ke sini? Dari tadi aku tidak melihat mereka"
Tak ada yang berani menjawan pertanyaan Ais. Semua orang diam seribu bahasa.
"Oh, atau jangan-jangan mereka ada di ruangan lain ya? Kak Yusuf, antar aku pada mereka. Aku sangat merindukan mereka. Sudah berhari-hari aku tidak bertemu dengan mereka." pinta Ais.
Yusuf tak bergeming.
"Kak, kenapa kakak diam saja? Ayo antar aku pada mereka."
Ustadz Yusuf tidak bergeming.
Perasaan aneh mulai muncul.
"Umi.. Abi.. kak Yusuf tidak mau mengantarku bertemu ayah, ibu dan Aqeela. Kalian saja ya yang mengantarku. Aku mohon.." pinta Ais yang sudah mulai tidak tenang.
"Maaf Ais. Ayah, ibu dan adik kamu sudah lebih dulu menghadap Allah." ucap umi.
Duar...
Bagai petir yang menyambar di siang bolong. Hati Ais sangat hancur mendengar berita dari umi Maryam.
"Umi.. kenapa umi bicara gitu? Ayah, ibu dan Aqeela masih ada. Mereka ada di ruangan lain. Benarkan kak?" bantah Ais.
"Ais.. kamu yang sabar ya. Ini sudah kehendak Allah." balas ustadz Yusuf.
"Gak! Kalian pasti bohong. Keluargaku masih hidup, mereka belum meninggal. Mereka baik-baik saja.. hiks.. hiks.. hiks.." Ais mulai menangis.
Tangis Ais terdengar sangat pilu. Azka dan Kia tidak bisa melihat Ais yang menangis seperti itu. Semua orang ikut menangis.
"Ayah.. Ibu.. Aqeela.. kenapa kalian meninggalkanku? Hiks.. hiks.. hiks.." air mata membanjiri wajah Ais. "Kakek, di mana kakek? Apa kakek sudah tau?"
"Kakek kamu juga sudah meninggal Ais. Sehari setelah kepergian Aqeela, kakek kamu kecelakaan dan dia meninggal di rumah sakit ini." jelas Umi.
Bagai pedang yang menusuk jantungnya. Setelah tersambar petir, kini dia tertusuk oleh pedang. Ais tidak bisa tidak menangis. Dia merasakan sakit yang teramat sakit.
"Hiks.. Hiks.. Hiks.." Ais menangis histeris.
Ustadz Yusuf memeluk Ais guna menenangkannya.
"Allah jahat kak.. dia sudah mengambil keluargaku. Dia tidak ingin aku bahagia. Allah jahat kak.. hiks.. hiks.. hiks.." jerit Ais sambil memukul dada ustadz Yusuf.
"Astaghfiirullah.. Ais. jangan bicara seperti itu. Istighfar Ais.. istighfar.." ucap ustadz Yusuf yang terus memeluk Ais.
"Ais.. segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Kamu tidak boleh seperti itu." ucap umi.
"Hosh.. hosh.. hosh.." pernapasan Ais terganggu.
Ais meringis kesakitan sambil memegang dadanya. Ustadz Yusuf melepas pelukannya. Semua orang terkejut melihat kondisi Ais.
"Ais, kamu kenapa?" tanya ustadz Yusuf.
Ais tak menjawab. Dia tampak menahan sakit. Ustadz Yusuf panik.
"Azka, tolong panggil dokter." pinta ustadz Yusuf.
"Iya bang."
Azka pergi memanggil dokter. Sampai akhirnya keluarga ustadz Yusuf diminta keluar karna dokter akan memeriksa keadaan Ais.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments