Setelah beberapa lama, dokter keluar.
"Dok, apa yang terjadi pada istri saya?" tanya ustadz Yusuf.
"Saya memberikan penenang pada istri bapak. Saat ini dia tak sadarkan diri karna efek obat penenang itu." jawab dokter.
"Tapi kami boleh masuk kan dok?" tanya umi.
"Tentu saja. Namun jangan terlalu berisik. Biarkan pasien istirahat."
"Baik dok."
Ustadz Yusuf, abi, umi, Azka dan Kia hendak masuk. Namun dokter menghentikan langkah ustadz Yusuf.
"Pak, saya perlu bicara dengan bapak." cegah dokter.
"Silahkan dok."
"Lebih baik, kita bicarakan ini di ruangan saya." usul dokter.
"Baik dok." sanggup ustadz Yusuf.
Ustadz Yusuf pergi ke ruangan dokter beserta dokternya. Sedangkan yang lainnya mereka masuk ke ruangan Ais. Sesampainya di ruangan dokter, mereka duduk berhadapan.
"Begini pak, sebelumnya saya sudah katakan, tidak boleh ada beban pikiran yang terlalu berat menimpa istri bapak. Dan usahakan tidak ada sesuatu yang bisa mengguncang mentalnya." dokter menjeda ucapannya.
"Saat ini mentalnya terguncang. Hal itu membuat dia sesak dan merasa sakit dibagian dadanya. Perlu bapak ingat kembali, istri bapak baru saja menjalani operasi transplantasi jantung. Dia masih dalam proses pemulihan. Jika dalam proses pemulihat ada hal yang mengganggu, maka itu akan sangat menghambat pemulihan istri bapak." jelas dokter panjang lebar.
Ustadz Yusuf menundukkan kepalanya. Apa yang dikatakan dokter memang benar. Baru beberapa jam Ais sadar, dia sudah mendapatkan berita yang tidak menyenangkan. Pantas saja jika Ais merasa sesak dan terguncang.
Setelah berbicara cukup lama, akhirnya ustadz Yusuf kembali ke ruangan Ais. Tampak semua keluarga ada di sana dengan wajah yang termenung.
"Assalamu'alaikum." ucap ustadz Yusuf masuk ke dalam ruangan.
"Wa'alaikumsalam.." balas semua orang.
"Yusuf, apa kata dokter?" tanya umi.
"Apa Ais mengalami masalah yang serius?" tanya Abi.
"Dokter mengatakan, jangan ada beban pikiran yang menimpa Ais. Karna itu bisa mempengaruhi proses pemulihannya." jawab ustadz Yusuf.
"Kapan Ais boleh pulang?" tanya umi.
"Jika dalam 3 hari kondisi Ais membaik, maka dia bisa pulang."
Umi menganggukkan kepalanya.
"Sebentar lagi waktu dzuhur, sebaiknya kalian cepat bersiap." ucap umi mengingatkan.
"Baik umi." angguk ustadz Yusuf, abi dan Azka.
Ustadz Yusuf, abi dan Azka pergi ke mesjid yang ada di rumah sakit itu. Sementara umi dan Kia shalat di ruangan Ais.
Singkat cerita, abi, umi, Azka dan Kia pulang ke pesantren. Kini ustadz Yusuf yang menjaga Ais sendiri. Dia tidak keberatan jika harus menjaga Ais seorang diri.
Sore hari, Ais bangun. Dia membuka matanya dengan perlahan. Ustadz Yusuf segera menghampiri Ais.
"Ais.."
Ais mencoba mendudukkan tubuhnya. Ustadz Yusuf membantu Ais duduk.
"Kamu mau minum?" tawar ustadz Yusuf.
Ais menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakan.
"Katakan kamu mau apa?"
"Aku mau ayah, ibu, Aqeela dan kakek kembali." jawab Ais.
"Ais.. Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu yang itu.."
"Aku tidak ingin yang lain. Aku hanya ingin mereka ada di sisiku."
Ais kembali menitikan Air mata. Dia tidak bisa menahan rasa sedihnya atas kehilangan orang yang dicintainya.
"Ais.. yang sabar. Ingat, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Aku yakin kamu akan bisa melewati ujian ini." ustadz Yusuf menguatkan Ais.
"Tapi aku tidak kuat kak. Aku tidak kuat menghadapi semua ini. Ini terlalu berat bagiku." balas Ais putus asa.
"Yakinlah. Kamu harus sabar Ais. Allah selalu ada bersama setiap hambanya. Allah juga bersama orang yang sabar."
Tubuh Ais bergetar karna menangis. Ustadz Yusuf merentangkan tangannya lalu memeluk Ais. Dia mengelus kepala dan punggung Ais guna memberikan rasa tenang.
"Jika menangis bisa membuatmu lebih baik, maka menangislah." ucap ustadz Yusuf.
Mendengar ucapan ustadz Yusuf, tangis Ais makin terdengar. Dia menangis dalam pelukan ustadz Yusuf. Dia merasa aman dalam dekapan ustadz Yusuf. Dia merasakan kehangatan yang kini sangat dia butuhkan.
1 jam Ais menangis. Ustadz Yusuf melepaskan pelukannya. Tangis Ais pun mulai berhenti. Dia mengusap sisa air mata di matanya. Baju ustadz Yusuf basah oleh air mata Ais.
"Maaf, baju kak Yusuf jadi basah." sesal Ais.
"Tidak papa." balas ustadz Yusuf.
Malam menjelang. Ais melakukan shalat berjamaah bersama ustadz Yusuf. Di mana ustadz Yusuf menjadi imam, dan Ais menjadi makmumnya. Setelah shalat, keduanya mengangkat tangan dan berdo'a pada sang maha kuasa. Hati Ais menjadi lebih tenang setelah menunaikan shalat dan berdo'a. Perlahan Ais mulai mengikhlaskan apa yang sudah menjadi takdirnya.
Kini waktunya makan malam. Sudah ada masakan rumah sakit untuk Ais makan. Namun Ais tidak berselera untuk makan. Hanya dengan menatap makanannya pun sudah membuat Ais kenyang.
"Makan dulu ya. Setelah itu tidur." ucap ustadz Yusuf.
"Aku tidak mau makan." tolak Ais.
"Kenapa?"
"Makanannya terlihat tidak enak."
"Jangan meledek makanan. Namanya juga makanan rumah sakit. Enak tidak enak, kamu harus makan. Kamu sudah tidak makan berminggu-minggu. Apa kamu tidak merasa lapar?"
"Tidak. Aku kan tidak sadar. Lagian aku memakai selang infus. Jadi tidak lapar"
"Memakai selang infus saja tidak akan membuatmu kenyang. Kamu tetap harus makan." tegas ustadz Yusuf.
"Ck.. baiklah.." Ais mengalah.
Ustadz Yusuf hendak menyuapi Ais. Namun Ais menolaknya.
"Aku bisa makan sendiri." tolak Ais.
"Kamu masih lemah Ais."
"Aku masih punya tenaga untuk makan."
"Baiklah, jika itu maumu."
Ustadz Afnan meberikan sendok pada Ais. Ais mulai mengangkat sendok itu. Tapi sendok yang Ais angkat tidak mau terangkat. Mengangkat sendok saja sudah membuat Ais lelah. Ais sadar, rupanya dia memang masih lemah.
Ustadz Yusuf tau kalo Ais tidak bisa mengangkat sendok berisi makan. Dia hanya menatap Ais. Yang ditatap gugup dan malu. Ais melepaskan tangannya dari sendok lalu menundukkan kepalanya menahan malu.
Ustadz Yusuf melihat Ais menyerah. Tanpa berucap, ustadz Yusuf mengambil alih sendok yang dilepaskan Ais. Ustadz Yusuf mengangkat sendok itu dan mengarahkannya pada mulut Ais. Ais menerima suapan dari ustadz Yusuf.
"Kakak tidak makan?" tanya Ais.
"Nanti saja. Kamu dulu yang makan." jawab ustadz Yusuf.
"Kenapa tidak sekarang?"
"Aku menyuapimu dulu. Baru setelah itu aku makan."
"Makan saja sekarang."
"Nanti setelah aku menyuapimu, aku akan membeli makanan."
"Sekarang saja."
"Nanti.."
"Kenapa gak mau sekarang?"
"Aku belum lapar."
"Tapi, ada hadis yang mengatakan makanlah sebelum kau lapar-" perkataan Ais dipotong oleh ustadz Yusuf.
"Ais.. saat sedang makan, usahakan jangan bicara. Itu lebih baik"
"Ck iya.. iya.. maaf." decak Ais.
Baru 3 suapan Ais udah menolak makanan.
"Aku sudah kenyang." ucap Ais.
"Baru juga 3 suapan." balas ustadz Yusuf.
"Tapi aku sudah kenyang."
"Tiga suapan lagi."
"Tidak.."
"Dua suapan."
"Tidak.."
"Ais.. Mamu mau cepet sembuhkan?"
Ais menganggukkan kepalanya.
"Kalo begitu kamu harus makan."
"Baiklah. Dua suapan lagi"
"Oke kalo begitu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
semoga Ais cpt sembuh....
2023-11-23
0