..."Titik cinta yang paling tinggi adalah kita di paksa untuk mengiklaskan orang yang kita cintai untuk melihatnya pergi bersama orang lain," Clara....
Rosma masih teringat bagaimana Wilona berpakaian sangat seksi seakan dia sedang berbulan madu dengan putranya.
Tapi anehnya, Hanung datang dari luar. Lalu siapa yang ada dikamar Wilona dengan selimut itu? batin Rosma dan tersenyum ramah menyambut Clara yang merupakan kekasih putranya itu.
"Halo Tante..." sapa Clara memeluk ibunya Hanung.
"Hai...dan apa yang kau bawa itu? Piala emas!?" Rosma tidak bisa menutupi rasa kagumnya akan piala cantik yang dipegang oleh Clara.
"Eh, iya Tante. Aku baru saja dari Amerika dan aku ikut kontes disana. Dan aku memenangkan piala emas ini. Aku sangat bahagia, sampai aku tahu satu hal yang mengubur kebahagiaan ku,"
"Hem...." Rosma semakin tertarik dengan apa yang dikatakan Clara.
"Tadinya, aku akan mempersembahkan piala emas ini untuk kisah cinta kita. Yang menunggu hingga sepuluh tahun demi piala ini dan kami akan menikah. Tapi, tiba-tiba aku merasa sangat menyesal. Piala ini seperti tak ada artinya lagi. Dan penantian ku selama sepuluh tahun menjadi tak berarti,"
Rosma mengangkat dagunya dan jarinya mengelus pipi Clara.
"Aku tahu kau bersedih. Tante paham apa yang kamu rasakan. Dan...Hanung, bawa Clara ke kamarnya, dia harus istirahat disini malam ini," Rosma semakin tertarik dengan kedatangan Clara.
"Iya Mam,"
Hanung lalu mengajak Clara pergi ke kamarnya, dan Rosma tersenyum dengan puas, entah apa sebabnya.
"Dasar wanita itu! Baru sehari jadi menantuku, tapi dia sudah berani menipuku dan mempermainkan diriku! Awas saja kau!"
POV. Hanung
Aku dalam kesulitan malam ini. Bagaimana jika istriku tahu, kekasihku menginap disini? Dimalam pertama kita?
Clara menatapku dan bergelanyut dileher ku dengan manja dan kami duduk disamping ranjang.
Aku berhasrat padanya, karena dia terus saja mendekat dan menempelkan dadanya dan bibirnya tiba-tiba mengunci bibirku.
"Ehm....." Aku mendesh.
Kenapa dia seakan tidak peduli dengan statusku saat ini. Apa dia tidak waras? Batinku ketika bibirnya terus memagut bibirku dan membuat aku memejamkan mataku karena sarafku semakin lama semakin tegang. Aku tanpa sadar menikmati gairah yang dia suguhkan.
Bahkan adik kecilku mulai menuntut lebih dalam.
Aku mendorongnya dan membuat pipinya memerah dan menatap tajam padaku?
"Kenapa? Kenapa berhenti?"
Clara menatapku dengan bingung.
"Kita tidak bisa seperti ini lagi. Aku sudah menikah,"
"Han...aku tidak peduli kamu sudah menikah. Kemarin, hari ini atau lusa, aku tidak peduli. Bagiku, hubungan kita tetap akan terjalin dan aku tidak mau ini berakhir!" Clara melepaskan atasannya dan mendekat padaku.
Dia tiba-tiba duduk di atas pangkuanku.
"Aku tidak ingin penantian ku menjadi sia-sia. Sepuluh tahun aku menantimu dan setia pada cinta kita. Dan tidak ada siapapun yang bisa menjauhkan mu dariku. Aku dapatkan cintaku, atau aku akan mati karena cintaku padamu,"
Ancam Clara yang saat ini duduk di pangkuanku dan menekan adik kecilku.
Aku semakin berhasrat padanya. Dia sudah membuka sebagian bajunya dan dadanya yang ranum itu benar-benar terpampang jelas dihadapanku, aku sangat ingin menyentuhnya.
Dia terus saja menekannya ke dadaku, dan nafasnya yang harum menghipnotis ku untuk sesaat.
"Ahh...."
"Kau hanya milikku Hanung. Aku tidak peduli dengan statusmu. Kau hanya akan menjadi milikku seorang,"
Clara mulai menggila. Dia menjilati bibir dan leherku dan aku benar-benar semakin tidak tahan menerima setiap sentuhannya.
Aku terbakar dalam permainan panasnya.
"Ahhh...uhhhh,"
Aku mendorongnya sekali lagi.
"Maaf...aku...tidak bisa...."
Aku segera membenahi bajuku yang terkoyak karena dirinya.
Dan Clara menggigit bagian bawah bibirnya dengan kuat. Hasratnya ingin agar Hanung menuntaskanya. Namun, pria yang kini ada dihadapannya benar-benar membuatnya kecewa.
"Kau membuatku kecewa Hans,"
Clara mengusap airmatanya.
"Maafkan aku....aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Itu hanya akan semakin menyakitimu,"
"Tidak Hans. Aku rela. Aku tidak apa. Lakukan saja. Buktikan cintamu padaku....kita akan menyatu malam ini...." Pinta Clara dan Aku mendekatinya lalu memeluknya dengan hangat.
"Maafkan aku....Maafkan kekasihmu ini. Aku sudah sangat mengecewakanmu. Aku sudah menyakiti hatimu. Katakan... bagaimana aku harus memperbaiki semua ini?"
Aku tidak tahan melihat matanya yang indah itu benar-benar hancur.
"Kau akan memperbaiki semuanya. Dan kau akan melakukannya. Jangan pernah menghindariku. Itu saja," kata Clara dengan dada yang naik turun dengan sangat cepat.
Aku melihat sorot tajam matanya dan seakan menghunus jantungku sangat dalam.
Aku mengangguk.
"Baiklah. Aku berjanji. Aku tidak akan menghindarimu,"
Aku tidak bisa menolak permintaan kali ini. Aku memang bersalah, aku telah membuatnya terluka dan kecewa.
Clara lagi-lagi mendekatiku dan memagut bibirku dengan kuat. Dia terlihat sangat menikmatinya.
Kali ini aku menghentikanya dengan lembut. Aku menarik kepalaku ke belakang dan tersenyum hangat padanya.
Clara mengerti lalu tersenyum padaku meskipun senyum itu palsu. Hatinya hancur dan kecewa, aku tak percaya dia bisa tersenyum tulus saat ini.
Bayangan Wilona yang tadi duduk diatas ranjang dengan sendu tiba-tiba terlintas di kepalaku.
Aku hanya harus menjelaskan pada Wilona, dan semoga dia akan mengerti.
"Kau boleh pergi...." kata Clara tiba-tiba mengulurkan tanganya padaku. Aku segera menyambutnya dan beranjak bangun.
Aku tersenyum tertahan dan mataku menatapnya lembut.
"Aku pergi... istirahat lah,"
"Hem..."
Clara mengangguk pelan dan menutup pintunya.
Pintu itu sudah tertutup, tapi aku masih berdiri didepan pintu itu dan memastikan jika dia baik-baik saja.
Setelah aku lihat tidak ada bayangan lagi yang artinya, lampunya sudah di matikan, berarti dia sudah akan tidur.
Aku menjadi tenang.
Aku lalu berjalan ke kamarku, di mana aku membiarkan istriku sendirian dimalam pengantin kita.
Aku terpaku dan terdiam membisu di depan kamar pengantin, dimana Wilona masih terjaga dan menungguku datang padanya.
Aku masuk perlahan dan kulihat lampunya masih menyala, artinya dia belum tidur.
"Astaga... bagaimana aku menghadapinya?"
Saking bingungnya, aku tidak menyadari jika aku memasang kancing tidak pada tempatnya. Ada satu kancing yang terlewat, dan aku tidak bisa meralatnya.
Wilona tiba-tiba membuka pintu seakan dia punya insting jika aku berdiri didepan pintu kamar pengantin ini.
Wilona berdiri dan mengajakku masuk.
Dia lalu memelukku dan saat itulah dia melihat sebuah tanda merah dan juga kancing baju yang tidak rapi. Aku melewatkan satu lubang kancing. Ujung kemejanya jadi menggantung sebelah dan tidak rata.
Wilona mengangkat dagunya dan menatapku tajam.
Tatapannya penuh selidik. Aku menjilat bibirku dan dadaku berdegup kencang.
"Ini....ini...."
"Tidak papa. Aku maklum,"
Darimana Wilona punya keberanian untuk berdiri dan mendekatiku?
Aku harus membuatnya percaya jika malam ini kita bisa melakukannya. Dengan begitu, dia akan yakin jika aku benar-benar menganggap nya sebagai istriku sepenuhnya.
Entah kekuatan darimana, dan keberanian darimana, yang membuatku tiba-tiba reflek menggendongnya dan membaringkannya di atas kasur.
Apakah semua ini karena hasrat yang tadi dipancing dan dimulai oleh Clara? Entahlah. Namun saat ini, adik kecilku ini menjadi sangat menuntut.
Dan pelepasan yang tidak akan mengundang masalah hanyalah jika dilakukan dengan Wilona. Dia sudah resmi menjadi istriku, saat ini.
Aku mulai menyerang beberapa titik sensitif miliknya dan membuatnya memejamkan matanya, lalu satu tanganya memencet lampu.
Dan sekarang, menjadi sangat gelap. Aku tidak bisa melihat apapun, karena benar-benar gelap.
Aku hanya bisa merasakan setiap sentuhan yang sangat nikmat saja.
Entah kenapa dia harus membuat kamar pengantin ini menjadi sangat gelap?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments