"Kamu harus bisa, Vani, harus!" Tekad Vani sudah bulat. Setelah penolakan Faisal kemarin, hari ini rencananya Vani akan memberikan sebuah kejutan istimewa untuk suaminya. Vani sudah rapi dengan penampilannya yang paripurna dan bersiap duduk di dekat ruang tamu demi menunggu kepulangan Faisal.
Suara ketukan pintu terdengar dari depan. Vani buru-buru melangkah, setelah memastikan pakaian yang ia kenakan rapi. "Van, tumben kamu dandan seperti itu?" Faisal yang baru saja masuk mendadak bingung dengan penampilan istrinya. Jika biasanya Vani hanya akan memoles sedikit wajahnya, tapi, kali ini Vani sengaja menggunakan riasan wajah yang sedikit mencolok untuk menyambut kepulangan Faisal.
"Nggak apa, kan, Mas, kalau aku dandan buat suamiku sendiri?" Vani mendadak canggung padahal sedari awal sudah mempersiapkan dengan sangat matang.
"Aneh saja. Kenapa tiba-tiba kok ...?"
"Aneh?" Belum juga selesai ucapan Faisal, Vani langsung menyambarnya. "Aku cuma mau kasih yang terbaik buat kamu, Mas!"
Faisal hanya mengangguk saja. Memilih beranjak dari sofa ruang tamu, lantas melangkah menuju kamar tidur pribadi mereka.
Malam ini setelah semua urusan pekerjaan rumah tangga beres, Vani ikut berbaring di sebelah Faisal yang masih terlihat sibuk dengan gawainya. Karena jam di dinding kamar sudah menunjuk angka sembilan, Vani bergegas menuju kamar mandi yang terletak di ujung ruangan kamar.
Sambil melangkah hati-hati, Vani menyambar tas kresek hitam yang sudah di persiapkan sejak tadi. Tas kresek berwarna hitam itu berisi sesuatu yang tadi Vani beli di pasar tradisional. Vani sejenak menimang, rasanya ada sedikit keraguan di hati. Bagaimana kalau nanti Faisal malah marah? Atau, kembali menolaknya?
Ah, sudahlah. Vani menggeleng sendiri di dalam kamar mandi. Cukup lama ia memikirkannya, hingga akhirnya memutuskan untuk tetap menjalankan rencana semula.
Perlahan Vani menanggalkan pakaian panjang itu dan menggantinya dengan pakaian baru yang di beli di pasar tadi. Vani memutar tubuhku sendiri di depan cermin besar yang ada di kamar mandi, lantas senyumnya mengembang ...
Sempurna!
Ceklek,
Suara pintu kamar mandi yang terbuka nyatanya tidak mengalihkan perhatian Faisal sama sekali. Faisal masih asik sendiri dengan kegiatannya. Padahal di dalam sana Vani sudah gerogi bukan main, membayangkan seperti apa reaksi wajah suaminya saat pertama kali melihat penampilan ini.
"Mas ..." Vani memberanikan diri memanggilnya. Kini Vani sudah berdiri tepat di depan Faisal.
"Ya ..." Faisal mendongak. Dan, saat itu pula ia melihat ....
Blukkk!
Faisal sampai menjatuhkan ponsel yang sejak tadi ia mainkan. Kedua matanya membulat, di sertai dengan mulut yang terbuka lebar menatap penampilan istrinya dari atas sampai bawah.
"Va–ni ....?" ucapnya terbata.
Vani semakin melangkah mendekatinya. Saat sampai di tepian ranjang, Vani langsung saja mendaratkan tubuhnya di samping Faisal yang masih terlihat gugup.
"Ka–mu ...?"
Vani tak peduli dengan reaksi yang di berikan Faisal. Ia hanya ingin Faisal memandangnya, lalu tertarik, sampai akhirnya ...
Vani melihat dengan jelas Faisal perlahan mengangsur tubuhnya mendekat.
"Yes!" Vani berteriak dalam hati. Merasa apa yang di lakukan ternyata berpengaruh besar untuk suaminya.
Faisal segera menariknya, Vani pasrah saja, jujur ia malah senang, itu artinya rencananya berhasil untuk menggoda Faisal.
"Malam ini kamu cantik sekali, Van."
Vani sedikit merengut mendengarnya. Jadi, kemarin-kemarin aku tidak cantik kah? Itu yang Vani tangkap dari ucapan Faisal baru saja.
Tapi, buru-buru Vani mengembangkan senyum termanisnya lagi. Vani tidak ingin sampai merusak suasana.
"Maaf, maksudku ....." Ternyata Faisal sadar akan ucapannya tadi.
"Stttt ....!" Vani langsung menempelkan jari miliknya pada bibir Faisal. Ia menggeleng pelan, meminta pada lelaki itu untuk segera melanjutkan kegiatannya lagi.
"Yes!!" Sekali lagi Vani berteriak. Menyuarakan keberhasilannya dalam hati.
Posisi mereka sudah saling merapat. Faisal segera melancarkan aksinya, menyusuri tubuh Vani yang sebenarnya sudah sejak dua tahun yang lalu menjadi miliknya.
Vani membekap mulutnya sendiri agar ******* ini tidak sampai terdengar. Tapi di luar dugaan, Faisal malah menarik tangannya agar Vani leluasa melepaskannya. "Lepaskan saja, Van. Jangan di tahan."
Mereka saling menumpahkan kerinduan masing-masing. Tangan Faisal juga terus bergerak lincah, bergerilya di setiap lekuk tubuh istrinya hingga tidak ada yang terlewat seincipun.
Vani bahagia. Akhirnya apa yang ia inginkan sebentar lagi akan tercapai. Meski sedikit malu, Vani berusaha untuk mengimbangi Faisal yang terlihat semakin terbakar gairahnya.
"Awww ... !" Pakaian yang Vani kenakan sudah terkoyak dengan aksi Faisal yang tidak sabaran. Tapi, tak apa, Vani malah senang. Nanti bisa membeli yang baru, lagipula harga pakaian itu tidak mahal, pikir Vani.
Saat mereka sudah sama-sama siap melakukan penyatuan, posisi tubuh Faisal pun sudah mengungkung istrinya sejak tadi. Tapi, tiba-tiba saja ....
Vani langsung tersentak mendapati Faisal yang menarik diri menjauh dari arahnya. Vani mendadak linglung, otak pun rasanya berhenti bekerja saat itu juga. Vani menahan tangan Faisal yang juga melepaskan cengkeramannya.
"Mas ....!"
"Maaf, Van, aku nggak bisa!"
Duarrr!!
Seolah ada petir yang menyambar. Hati wanita itu seketika luluh lantak, hancur tak tersisa mendengar ungkapan suaminya sendiri.
"Maaf ...."
Faisal langsung bangkit. Vani melihat Faisal memunguti pakaiannya yang tercecer oleh kegiatan mereka tadi, dan hendak melangkah begitu saja.
"Mas, tunggu!" Meski tenggorokan ini sangat sakit karena menahan tangis, Vani memaksakan diri untuk berbicara. Vani memegang salah satu tangan suaminya dengan sangat erat.
"Kenapa, Mas? Apa yang salah?" Sekuat tenaga Vani menahan kristal bening yang hampir jatuh melewati pipi.
"Aku nggak bisa, Van, aku nggak bisa ngelakuin itu!" ucapnya dengan nada frustasi. Vani terkekeh pelan menatap ke arah laki-laki yang sudah sejak dua tahun lalu berstatuskan suaminya.
"Apa aku kurang menarik di matamu, Mas? Hingga kamu selalu memperlakukan–ku seperti ini!" Rasanya sesak sekali dada wanita itu.
Bagaimana tidak. Setelah di terbangkan hampir mencapai nirwana, tiba-tiba Vani di hempaskan begitu saja.
"Maaf, aku nggak bisa kasih alasannya ke kamu, Van," balas Faisal dengan tatapan sendu. Laki-laki itu masih berdiri membelakangi Vani yang masih berada di atas tempat tidur.
"Tapi, kenapa, Mas! Tolong .... jelasin ke aku," pintanya dengan sangat memohon.
"Enggak, Van, kamu nggak bakal ngerti apa yang aku rasain!" Faisal menggeleng lemah. Sekali lagi laki-laki itu menolak untuk menjelaskan semuanya pada Vani.
Faisal melangkah ke kamar mandi dengan tergesa, hilang setelah pintu ruangan itu tertutup rapat.
"Kamu tega, Mas! Kamu jahat!" Vani berteriak keras, meluapkan emosinya yang sejak tadi tertahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trussemangat
2023-06-18
1