Maafkan Aku Mendua

Maafkan Aku Mendua

Mertua Cerewet

"Vaniii ...!!" Suara Bu Widia nyaris memecahkan gendang telinga seorang wanita di dalam sana. Vani mengayun langkah buru-buru sembari membenahi pakaiannya yang belum sepenuhnya sempurna.

"Ya, Bu, sebentar," ucap Vani lirih. Ia melihat kedua bola mata ibu mertuanya yang melotot dengan mulut maju beberapa senti. Perempuan berumur setengah abad lebih itu terus menghujam Vani dengan tatapan tajam.

"Buruan, lelet amat sih jadi perempuan!" maki Bu Widia tepat di depan wajah menantunya. Padahal jam baru menunjuk angka enam pagi, artinya masih ada satu jam lagi untuk mempersiapkan diri sebelum pergi ke pesta.

"Iya, Bu, maaf, tadi Mas Faisal minta di temenin sarapan dulu," balas Vani dengan wajah menunduk. Lelaki yang sudah hampir dua tahun hidup bersama Vani itu terkadang manja dan ingin selalu di layani, bahkan untuk urusan yang sebenarnya sepele. Tapi, tak masalah, Vani merasa senang, selagi dia bisa melakukannya untuk sang suami.

"Alahh, alasan! Tiap hari Ibu juga melayani bapakmu, tapi yow nggak lelet kaya kamu itu lho!" cebik Bu Widia kemudian. Masih dengan ngomel tidak jelas perempuan itu segera menarik Vani untuk ikut masuk ke dalam taksi online yang sudah terparkir di depan rumah.

"Jalan, Pak!" perintah Bu Widia pada laki-laki yang duduk di belakang kemudi. Kendaraan roda empat itu melaju membelah jalan kota yang terasa masih lengang.

Waktu bergulir semakin siang. Setengah jam lebih Vani dan Ibu mertuanya melakukan perjalanan ke acara pernikahan sahabatnya yang akan di adakan di sebuah gedung mewah. Saat taksi sampai di parkiran, Bu Widia segera keluar begitu saja tanpa menghiraukan Vani sama sekali.

"Bu, tunggu!" ucap Vani tertahan karena tak sengaja gamis yang ia kenakan tersangkut di bangku taksi. Pak supir yang melihatnya dengan cepat keluar dari bangku kemudi dan membantu melepaskannya.

"Hati-hati Mbak. Nanti kalau bajunya robek 'kan sayang." Ucapan pak supir sontak membuat Vani memalingkan wajah ke samping. Kearah ibu mertuanya yang malah terlihat acuh di depan sana.

"Buruan, Gevania!!" Bu Widia malah memperlihatkan wajah tidak suka. Setelah membayar ongkos taksi Vani buru-buru melangkah menyeimbangkan tubuhnya di samping perempuan paruh baya itu.

"Hei Bu Widia, apa kabar?" sapa salah seorang perempuan yang seumuran dengan Ibu. Nampaknya perempuan itu dari golongan sosialita karena Vani melihat gaya penampilannya yang sangat modis.

"Bu Evi!" balas Ibu dengan semangat. Keduanya saling menautkan pipi masing-masing, lalu perempuan bernama Evi itu melirik ke arah Vani, "Ini menantunya? Wah, cantik ya?"

Vani hanya tersenyum kaku membalas ucapan Bu Evi yang terdengar memujinya. Kedua matanya terus menatap penampilan Vani dari atas sampai bawah.

"Iya, Bu, namanya Gevania." Bu Widia tersenyum sumringah mendapat pujian itu, walau sebenarnya itu di tujukan untuk menantunya.

Vani pun bersalaman, lalu ikut menautkan kedua pipinya dengan Bu Evi tadi. Lima menit berlalu, tenyata teman Bu Evi bukan hanya mertuanya. Dari arah pintu depan datanglah segerombol Ibu-ibu dengan gayanya yang khas sosialita. Mereka langsung mendekat taatkala melihat Vani dan yang lain sudah lebih dulu tiba di tempat pesta.

Mereka saling bertukar kabar masing-masing. Vani hanya diam sesekali tersenyum saat salah satu dari mereka menyapa. Jujur saja saja Vani tidak menyukai suasana seperti ini. Ramai, gaduh dengan musik serta suara ibu-ibu yang saling bersahutan. Tapi, mau bagaimana lagi? Vani tidak bisa menolak saat sang mertua memaksanya.

Bu Widia bilang, nanti semua temannya akan membawa menantunya masing-masing. Dan, jika salah satu dari mereka berangkat sendiri, pasti nantinya akan jadi bahan omongan untuk yang lain.

"Bu, Vani ke toilet sebentar yah," pamit Vani pada ibu. Vani semakin pusing jika berada di keramaian seperti ini, maka buru-buru mengayun langkah setelah mendapat anggukan setuju dari perempuan itu.

Sayup-sayup Vani masih bisa mendengar saat salah satu dari mereka bertanya mengenai kabar pernikahannya. Awalnya Vani tak peduli, karena itu sudah biasa orang-orang tanyakan pada Ibu. Tapi, terpaksa Vani menghentikan langkah sejenak ketika pertanyaan itu menyinggung perihal anak.

"Bu Widia yakin kalau Vani nggak mandul? Udah periksa ke dokter belum?" Pertanyaan itu sedikit menyayat hati wanita di depan sana. Meski tidak berniat menggunjing, tapi tetap saja seharusnya mereka tidak perlu ikut campur urusan rumah tangga orang lain.

"Saya sih udah bilang ke Faisal suruh bawa istrinya ke dokter. Suruh Vani minum vitamin juga. Tapi ya, entahlah." Ibu terlihat frustasi saat pertanyaan itu mulai memprovokasinya. Begitupun dengan Vani yang masih setia menatapnya dari kejauhan.

"Kalau dalam waktu dekat ini Vani tak hamil juga, mungkin aku akan suruh Faisal menceraikannya!" Tiba-tiba Ibu bersuara lagi dengan kalimat yang membuat anak menantunya semakin sakit hati.

Deg,

Sebuah belati seolah menghujam Vani dengan tiba-tiba. Tubuh wanita itu hampir limbung, namun sekuat tenaga Vani menahannya agar tidak ambruk.

"Ingat Vani, kamu nggak boleh lemah!" Vani menyemangati diri sendiri. Ia cepat-cepat menghapus air mata yang luruh tanpa komando. Rasanya Vani ingin berteriak sekuat tenaga, menjelaskan pada mereka bahwa semua ini bukan salahnya. Tapi sekali lagi, suaranya seakan tercekat saat hampir mencapai tenggorokan.

Vani mengangsur langkah menuju toilet di depan sana, dan memutuskan menangis sepuasnya. Wanita itu menumpahkan sesak yang sejak tadi tertahan. Tak peduli jika nanti ibu memarahinya, atau memakinya karena terlalu lama pergi.

Setelah puas menangis dan kembali memunguti hati yang tadi sempat hancur berceceran, Vani memutuskan untuk kembali menemui ibu lagi. Seperti yang Vani bayangkan tadi, perempuan itu langsung marah menyadari keterlambatannya.

Aku tak peduli!

"Kamu ke toilet apa pingsan!" cecar ibu.

"Maaf, Bu, aku tadi ..."

"Udahlah, ibu malas dengerin alasanmu lagi!" Ibu memotong cepat ucapannya. Vani mengunci mulutku rapat. Takut, jika sampai salah bicara.

Ternyata omelan Ibu hanya di tanggapi biasa oleh teman-temannya. Di sebelah mereka terlihat para perempuan dengan bocah kecil yang mungkin usianya selisih beberapa tahun di atas Vani. Mereka terlihat bahagia sekali saling memperkenalkan anaknya masing-masing.

"Cuma kamu aja yang belum punya anak lho, Vani, kapan dong? Keburu Ibu mati!" Nyatanya pembahasan tadi belum berakhir. Kini hati Vani kembali tercabik-cabik. Jika saja bisa, Vani ingin berlari sejauh mungkin. Meninggalkan mereka-mereka yang tak punya hati sama sekali.

"Iya, kalian udah dua tahun nikah. Lihat tuh menantu Tante, dua bulan nikah langsung hamil. Kamu nggak pengen kaya dia?" Di sebelah sana semakin mematik ucapan ibu tadi.

Batin Vani meronta saat itu juga, gimana nggak langsung hamil, wong sebelum sah aja mereka udah DP duluan! gerutu Vani dalam hati.

Namun Vani hanya mampu memendamnya. Ya, Vani memang mengenalnya. Meski tidak dekat, tapi Vani tahu sepak terjangnya sebelum mereka menikah.

"Ya, makanya buruan! Buruan punya anak!" ucap salah satu dari mereka yang semakin membuat Vani semakin muak saja.

"Iya, kamu nggak kesepian? Apa nggak takut suamimu cari perempuan lagi!"

Amarah Vani semakin berkobar. Tapi, Ibu segera menahan Vani yang hendak maju kearah sana.

"Jangan coba-coba membuat keributan!" Ibu melotot, matanya nyaris melompat keluar.

Terpopuler

Comments

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trussukses

2023-06-18

0

Dewa Rana

Dewa Rana

author kurang konsisten dalam menggunakan kata ganti orang. sekali-sekali terselip kata ganti orang pertama "aku"

2023-05-03

0

lihat semua
Episodes
1 Mertua Cerewet
2 Penolakan Faisal
3 Gevania
4 Menggodanya
5 Suamiku Ternyata ...
6 Kenyataan Pahit
7 Kucing Garong
8 Di Antar Pulang
9 Pesona Vania
10 Nasi Goreng Buatan Vani
11 Pak Ren Terluka
12 Jambret!
13 Gamis Baru
14 Apa Ini Adil?
15 Kecewa
16 Ibu Sakit
17 Bapak Mertua
18 Kabar Duka
19 Mobil Baru
20 Mimpi Buruk Renan
21 Lepas, Pak!
22 Vani Vs Luna
23 Berbalas Pesan
24 Vani Tenggelam
25 Suami Kamu Manager, kan?
26 Tetangga Baru
27 Bentakan Faisal
28 Dua Purnama
29 Tentang Faisal
30 Tersakiti
31 Lepaskan Dia, Van!
32 Sikap Acuh Vani
33 Bidadari
34 Di Antar Bagas
35 Aku Cemburu
36 Mengantar Makanan
37 Pak Ren Merayu Saya?
38 Suami Mba Vani Pelit Yah?!
39 Aku Tak Peduli Meski Dia Bersuami!
40 Ini Maksudnya Apa?!
41 Kedatangan Mika
42 Pertengkaran
43 Bagaimana Denganmu?
44 Jangan Lakukan Itu Sama Aku, Mas
45 Kamu Bukan Istriku Lagi!
46 Cepat Serahkan, Sialan!
47 Janji Bagas
48 Status Baru Vani
49 Kedatangan Bu Aida
50 Bawa Wanita Itu
51 Siasat Licik Maya
52 Apalah Aku Wanita Kampung.
53 Fitnah Tetangga
54 Efek Obat Sialan
55 Menolong Renan
56 Foto Itu Ternyata ...
57 Kejutan Untuk Renan Dan Vani
58 Pak Ren Nggak Mau Sama Aku?
59 Setelah Menikah Dengan Faisal
60 Pernikahan ReVan(Renan-Vani)
61 Maaf ... Aku Nggak Bisa
62 Jangan Menggodaku, Van ...
63 Sebelas Dua Belas
64 Sampai Maut Memisahkan
65 Maya Dan Vani
66 Mertua Matre
67 Kedatangan Mika
68 Anda Masih Waras?
69 Pengakuan Maya
70 Keluarga Toxic
71 Faisal Bercerai Lagi
72 Happy Ending
73 NOVEL BARU AUTHOR
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Mertua Cerewet
2
Penolakan Faisal
3
Gevania
4
Menggodanya
5
Suamiku Ternyata ...
6
Kenyataan Pahit
7
Kucing Garong
8
Di Antar Pulang
9
Pesona Vania
10
Nasi Goreng Buatan Vani
11
Pak Ren Terluka
12
Jambret!
13
Gamis Baru
14
Apa Ini Adil?
15
Kecewa
16
Ibu Sakit
17
Bapak Mertua
18
Kabar Duka
19
Mobil Baru
20
Mimpi Buruk Renan
21
Lepas, Pak!
22
Vani Vs Luna
23
Berbalas Pesan
24
Vani Tenggelam
25
Suami Kamu Manager, kan?
26
Tetangga Baru
27
Bentakan Faisal
28
Dua Purnama
29
Tentang Faisal
30
Tersakiti
31
Lepaskan Dia, Van!
32
Sikap Acuh Vani
33
Bidadari
34
Di Antar Bagas
35
Aku Cemburu
36
Mengantar Makanan
37
Pak Ren Merayu Saya?
38
Suami Mba Vani Pelit Yah?!
39
Aku Tak Peduli Meski Dia Bersuami!
40
Ini Maksudnya Apa?!
41
Kedatangan Mika
42
Pertengkaran
43
Bagaimana Denganmu?
44
Jangan Lakukan Itu Sama Aku, Mas
45
Kamu Bukan Istriku Lagi!
46
Cepat Serahkan, Sialan!
47
Janji Bagas
48
Status Baru Vani
49
Kedatangan Bu Aida
50
Bawa Wanita Itu
51
Siasat Licik Maya
52
Apalah Aku Wanita Kampung.
53
Fitnah Tetangga
54
Efek Obat Sialan
55
Menolong Renan
56
Foto Itu Ternyata ...
57
Kejutan Untuk Renan Dan Vani
58
Pak Ren Nggak Mau Sama Aku?
59
Setelah Menikah Dengan Faisal
60
Pernikahan ReVan(Renan-Vani)
61
Maaf ... Aku Nggak Bisa
62
Jangan Menggodaku, Van ...
63
Sebelas Dua Belas
64
Sampai Maut Memisahkan
65
Maya Dan Vani
66
Mertua Matre
67
Kedatangan Mika
68
Anda Masih Waras?
69
Pengakuan Maya
70
Keluarga Toxic
71
Faisal Bercerai Lagi
72
Happy Ending
73
NOVEL BARU AUTHOR

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!