"Dasar, wanita cengeng!" desis Neza.
"Sssh!" sergah Damar membungkam adiknya itu agar berkelakuan lebih baik, sebab mereka sedang berada di ruangan VJ.
Neza membungkam telapak tangannya, lalu dibukanya. Perempuan itu kemudian berkata lirih, "Maaf, Kak."
"Iya, tapi yang kira-kira, dong, kalau mau mengumpat atau apa! Kita ini sekarang sedang berada di kandang lawan! Ingat, apa yang Kakak bilang tadi di mobil, hah?" tantang Damar dengan volume rendah.
Mereka berbisik-bisik di dekat ambang pintu di kamar itu sembari menunggu respon VJ bangun dari pengaruh obat. "I-iya, Kak, maaf. Aku ingat, kok. Pokoknya, kita harus baik-baik di depan Kak VJ," sahut perempuan itu dengan suara sepelan mungkin juga.
Damar mengacungkan ibu jarinya. Lalu, sejurus kemudian, terdengar rintihan dari satu-satunya lelaki sakit di ruangan tersebut.
"Ugh ...." VJ mengerang kesakitan.
VJ merasakan pinggangnya seakan patah. Pandangannya gelap. Dia kemudian sadar, bahwa sedang menutup mata. Namun, dia merasa kedua pelupuk matanya sangat berat untuk dibuka.
Menyadari bahwa Sang Target berangsur sadarkan diri, kedua kakak beradik sepupu VJ mereka itupun saling pandang dan menganggukkan kepala. Itulah kode mereka sebelum melancarkan aksinya dan sebagai pertanda waktunya mereka berjalan mendekat.
"Kak ...," sapa Neza lirih. Berdasarkan skenario yang sudah disusun Damar sebelum kedatangan mereka di rumah sakit ini, Neza lah yang harus melakukan adegan pembuka dengan menunjukkan ekspresi simpati mendayu-dayu pada VJ.
Sayup-sayup, kedua telinga VJ memang mendengar suara perempuan yang familiar tersebut. Namun, dia masih memejamkan mata. Melihat hal itu, Neza pun mengulangi lagi memanggili kakak sepupunya tersebut dengan lembut.
"Ugh .... Ooh ... kamu rupanya, Neza," sapa VJ kemudian, ketika dia sudah bisa membuka matanya perlahan.
"Ah ... syukurlah Kakak sudah bangun. Iya, ini aku, Kak. Kak Damar juga datang. Kami semua khawatir akan keadaan Kakak. Bagaimana rasanya tubuh Kakak sekarang?" tanya Neza sok perhatian.
Pria yang sedang berbaring di brankar tersebut memaksakan diri untuk tersenyum. Kemudian dia menjawab, "Yah ... beginilah. Kau tidak ingin tahu rasanya. Anggap saja begitu. Terima kasih ya, kalian sudah sempatkan menjengukku di sini."
"Bukan masalah lah, VJ." Damar menimpali. "Justru, apa gunanya saudara, bukan? Kami ini langsung panik begitu tidak mendapatimu di rumah dan dikabarkan oleh pelayanmu sedang dilarikan ke rumah sakit. Kami tadinya ingin melaporkan soal perkembangan perusahaanmu menurut analisa internal."
"Aduh ... Kakak, jangan membicarakan soal pekerjaan di saat Kak VJ sedang sakit begini, dong!" protes Neza, bersandiwara.
"Eh ... i-iya, maaf," ucap Damar, pura-pura merasa bersalah.
"Nggg ... tidak masalah. Terima kasih, Dam, sudah perhatian juga untuk urusan bisnisku," ucap VJ sambil menatap kedua sepupunya itu satu per satu.
"Hufh ... bukannya aku mau membuatmu pusing, VJ. Aku hanya ingin menyampaikan kalau kamu butuh bantuan untuk menyelamatkan keadaan perusahaanmu, tidak perlu sungkan untuk meminta kami," tawar Damar.
VJ tersenyum lagi dan berucap, "Terima kasih, Dam."
"Iya ... menurutku malah sebaiknya selama Kakak sakit begini, Kakak tidak perlu lagi memimpin perusahaan untuk sementara waktu," saran Neza.
"Ini dia ... mulai lagi," batin VJ yang sudah bisa memprediksi sejak tadi pertama kali membuka mata, tentang adegan apa yang selanjutnya terjadi, jika kedua sepupunya itu bertandang ke tempatnya.
"Terima kasih, tapi tidak perlu. Aku rasa, aku masih mampu kok, menjalankan perusahaanku," tolak VJ lembut.
Mendengar penolakan VJ tersebut, kesabaran Damar habis. Dia merasa gusar dan menyahut, "Tapi, VJ, masa kamu mau membiarkan saja kerajaan bisnis yang sudah kamu bangun ini merosot ke ambang kehancuran, sih? Biarkan saja aku dulu yang mengendalikannya. Toh, kamu juga tahu sendiri, aku ini bisa diandalkan kalau soal bisnis dan bukan orang luar, kan?"
Namun, penawaran Damar ini terang-terangan ditolak begitu saja oleh VJ. Dia tetap beranggapan bahwa dirinya mampu memantau perusahaan dari manapun dia dirawat.
"Lagi pula, aku sudah menunjuk tangan kananku untuk mengambil alih sementara penanggung jawaban perusahaan. Memang keadaan ekonomi sekitar sedang tidak baik. Jadi, bukan hanya perusahaanku saja yang kena imbas. Dan aku maklum saja. Tapi, kalau sampai langsung kukabarkan bahwa sepupuku lah yang memegang kendali, maka para tangan kananku itu pasti akan merasa terkhianati. Dan perusahaanku akan mengalami kerugian secara Sumber Daya Manusia," argumen VJ tentang penolakannya tersebut.
Damar yang tampak kalem saja ekspresinya itu sebenarnya tengah mengepalkan kedua telapak tangannya kuat-kuat di kedua sisi tubuhnya. Susah payah dia menahan kekesalannya itu agar tidak meledak.
"Jadi, aku menghargai maksud baik, ka ...."
"Baik, terima kasih. Ayo, Nez!" putus Damar sambil berlalu pergi.
"Kak ... maafkan, Kak Damar, ya. Aku harap Kakak segera baik-baik saja. Kami pergi dulu, ya," kata Neza, mewakilkan kakaknya untuk pamit.
"Iya ... hati-hati ...," jawab VJ seadanya. Dia sendiri sudah malas meladeni kedua orang sepupunya itu. Toh, mereka rupanya juga tidak tulus menjenguknya, melainkan ada agenda tersembunyi yang sedang dilakukannya tersebut.
Setelah Damar dan Neza keluar, masuklah Alexa. Perempuan itu sempat keheranan melihat ekspresi kedua saudara suaminya tersebut yang wajahnya masam ketika keluar dari ruangan rawat VJ. Namun, dia tidak mau menyimpulkan hal yang tidak-tidak, oleh karena itulah, Alexa memutuskan untuk buru-buru masuk ke dalam kamar tersebut.
"Sayang ... bagaimana keadaanmu?" tanya Alexa begitu dia tergopoh-gopoh berjalan mendekati tempat tidur VJ.
Lelaki itu langsung beralih atensinya ke arah pintu kamarnya itu dan mendapati istrinya datang mendekat berubahlah wajahnya menjadi cerah ceria walaupun masih tersirat pucat di rona mukanya. "Aku langsung baik kalau melihatmu, Sayang," rayu VJ.
Mimik wajah Alexa langsung campur aduk antara sedih, geregetan, tapi juga lega mendengar suaminya itu sudah mampu berkata-kata dengan candaan. "Ah, kamu ini, Sayang. Syukurlah, aku kira kamu ...."
VJ meraih tangan istrinya itu lalu diusap-usap punggung tangannya. "Maaf, sudah membuatmu khawatir, ya. Memang keadaanku ini tidak langsung berubah baik seperti sulapan saja, tetapi aku bersungguh-sungguh saat aku bilang sudah membaik," tutur VJ yang semakin melegakan Sang Istri.
"Alhamdulillah ... Aku hanya bisa bersyukur dan terus mendoakan kesehatanmu, Sayang. Biarpun kesehatanmu ini masih berangsur pulih, tapi semoga kita berdua sama-sama diberikan kekuatan untuk melewati semua ini, ya," ujar Alexa yang kemudian mengecup dahi suaminya tersebut.
"Amin, Sayang. Oh iya, aku minta tolong kamu untuk menghubungi Pak Hari, dong, Sayang," pinta VJ.
"Mmm ... pengacara kamu?" tanya Alexa, memastikan.
"Iya, Sayang. Tolong, ya," ucap VJ bersungguh-sungguh.
Alexa bingung, tapi dia tetap menuruti perkataan VJ. Perempuan itu pun segera menelpon Pak Hari. Begitu nada sambung terdengar di telepon genggamnya itu Alexa buru-buru membungkam teleponnya dan bertanya pada Sang Suami, "Sayang, aku harus bilang apa, ya?"
"Oh iya, tolong minta Pak Hari datang sesegera mungkin ke sini," sahut VJ cepat.
"Oke ... oke ...! Halo, Pak. Iya, Pak Hari, Alexa di sini. Saya baik, Pak. Syukurlah, suami saya juga sudah tersadar. Iya, Pak, di rumah sakit ini. Tapi, ini dia sudah membaik keadaannya. Terima kasih, Pak. Bisakah Pak Hari datang ke rumah sakit ini hari ini juga?" tanya Alexa di telepon panjang lebar.
[Bisa, Bu. Jam berapakah beliau berkenan untuk bertemu dengan saya?] tanya Pak Hari di seberang panggilan telepon tersebut.
"Ka ... kalau bisa, sesegera mungkin, Pak. Begitu kata suami saya. Saya hanya menyampaikan saja," jawab Alexa sambil mengerling suaminya tersebut.
[Baiklah kalau begitu. Saya datang sekarang, Bu. Sampai jumpa!]
"Terima kasih, Pak Hari. Sampai jumpa!" ucap Alexa mengakhiri sambungan teleponnya tersebut.
"Sudah, Sayang," kata Alexa seraya mengusap-usap anak rambut di wajah suaminya itu.
"Terima kasih, ya, Sayang," ucap VJ.
Keduanya lalu bercengkrama ringan soal kehidupan mereka dengan sesekali bersenda gurau tanpa melibatkan topik yang berat.
Sepasang suami istri itu memang sangat berusaha untuk menjaga perasaan satu sama lain di tengah beratnya cobaan untuk kesehatan VJ yang harus mereka hadapi bersama ini.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu di ruangan itu dan tidak lama kemudian pintu dibuka menghadirkan sosok Pak Hari yang sudah melongok ke dalam ruangan.
"Oooh ... silahkan masuk, Pak," ucap VJ dan Alexa kompak.
"Sayang ... maaf, tapi aku sedang ada pembicaraan confidential soal usahaku. Bisakah kamu tunggu di luar?" pinta VJ.
Alexa pun tersenyum dan mengangguk. Dia lalu pamit juga kepada Sang Pengacara itu.
"Silahkan duduk, Pak!" seru VJ, mencoba terdengar bersemangat di sela-sela nada suaranya yang lemah.
"Terima kasih, Pak. Jadi bagaimana, Pak?" sahut Pak Hari.
"Sesuai perbincangan yang sempat saya singgung sebelumnya, Pak. Saya ingin mengalihkan semua aset yang saya miliki ini untuk istri saya, Alexa. Tetapi perlu kita urus surat pernyataan bahwa Alexa bukan lagi sebagai istri saya. Saya akan menandatangani surat cerai itu sekarang, Pak. Jadi, keluarga besar saya tidak bisa mengganggu gugat dan mengungkit lagi semua harta saya yang sudah dilimpah tangankan kepada Alexa," tutur VJ. Kedua netranya berkilat penuh keyakinan saat mengucapkan kata-kata ini.
Namun, pengacaranya mengonfirmasi lagi, "Apakah Bapak yakin?"
VJ pun mengangguk. "Tolong sekalian Pak Hari panggilkan penghulu yang kapan hari sudah saya pesan itu, Pak," pinta pria itu sambil menahan sakitnya yang tiba-tiba datang lagi mendera.
"J-jadi sekarang juga, Pak?" tanya Pak Hari takut-takut.
"Iya, Pak, tolong ...," ucap VJ yang kini terdengar lemah.
Pak Hari pun tidak tega untuk mendebat lagi, sehingga dia pun menuruti permintaan kliennya tersebut.
Ketika pengacara itu memanggil penghulu. VJ menelepon asisten pribadinya. VJ memintanya untuk membawa MUA dan gaun pengantin yang telah di pesan tempo hari.
Semua sudah di rencanakan oleh VJ, agar aset dan istrinya selamat dari niat jahat. Satu jam kemudian, masuklah penghulu yang sudah dinantikan VJ itu.
"Pak ... sekarang bisa tolong panggilkan istri saya dan pemuda yang ada di koridor tersebut?" VJ meminta tolong lagi.
Pak Hari pun lagi-lagi menuruti permintaan pria yang sedang sakit itu. Alexa masuk ke dalam ruangan bersama VJ.
"Sayang ... ada apa ini semua?" tanya Alexa panik.
"Maaf, Sayang, tapi kita harus berpisah, karena ini semua demi kebaikanmu ...," tutur VJ.
"APA!" pekik perempuan itu langsung berkaca-kaca.
"Sayang ... Sayang ... kumohon dengarkan aku, menikahlah dengan Arman," ujar VJ yang seolah menabuhkan gong di gendang telinga Alexa dan Arman.
"Tidaaak ... tidaaak! Aku tidak mauu, Sayaaang ... huhuhu ...," tolak Alexa sambil memeluk suaminya itu.
"Sayang ... waktuku ini sudah tidak lama lagi. Kamu sendiri selama ini ugh ... selama ... ini ... selalu ditekan oleh keluargaku. Ini semua demi kebaikan kita ...."
"Ta-tapi ...." Alexa tak mampu berkata-kata lagi, dia sedih dengan penuturan suaminya, tapi juga tak ingin membantahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments