Bab 4. Pencarian Sang Kakak

Athaya kini juga sudah besar, usianya mau menginjak 17 tahun dan baru saja lulus SMA.

Selama ini biarpun keluarganya terlihat baik - baik saja akan tetapi tampak jelas kekosongan di hati kedua orang tuanya.

Atha yang cerdas, dan selalu mendapat prestasi melebihi sang Ayah. Dia mendapat beasiswa ke sekolah luar negeri. Akan tetapi ketika meminta izin, Amanda menolak dengan tegas.

"Tidak! Kamu tidak akan sekolah kemana-mana. Di sini banyak universitas unggulan, kenapa harus ke luar negeri?" teriak Amanda histeris.

"Bu, aku ingin kuliah ke sana. Aku bukan anak kecil lagi. Kenapa Ibu tidak pernah mengerti aku? Dari dulu aku selalu di kekang, ini tidak boleh, itu tidak boleh, bahkan sampai aku hampir tidak punya teman karena di larang bermain ke luar rumah. Ibu egois, ibu tidak tahu bagaimana perasaanku!" teriak Atha.

"Semua demi kebaikanmu," bujuk Amanda.

"Kebaikan apa? Yang ada aku malah seperti orang asing karena ikut belajar kelompok saja tidak boleh. Mereka menganggap aku sombong mentang-mentang anak orang berada. Bu, sekarang aku sudah dewasa. Jangan perlakukan aku seperti orang asing. Aku bisa menjaga diriku sendiri," teriak Atha.

Atha berlari dan mengurung diri di dalam kamar. Sedangkan Amanda menangis tak berdaya.

Kemudian Irsyad yang sedari tadi hanya diam saja mendekati istrinya dan memeluknya erat.

"Aku... Aku hanya takut jika mengalami hal yang sama lagi. Aku ingin Atha aman dan tidak hilang dariku," rengek Amanda.

"Iya,aku tahu. Tapi kita juga tidak boleh terus - terusan mengekang dia. Dia sekarang sudah dewasa, tentu saja bisa melindungi diri sendiri," bujuk Irsyad.

"Aku memang ibu yang buruk," rengek Amanda menangis sesenggukan.

"Tidak, kamu adalah istri dan ibu yang terbaik," bujuk Irsyad memerah matanya.

"16 tahun sudah berlalu, setiap malam aku tidak pernah tidur nyenyak. Karena setiap kali memejamkan mata selalu bermimpi buruk. Mungkin Mentari sudah tumbuh dewasa dan cantik jelita. Aku sangat yakin jika dia masih hidup, hanya saja entah dimana," gumam Amanda.

"Maafkan atas ketidakberdayaanku, aku sudah berusaha sekeras mungkin mencari bahkan sampai menyewa detektif luar negeri. Akan tetapi Randy selalu berpindah-oindah tempat sehingga sulit sekali melacaknya," ucap Irsyad.

"Randy, dia memang lelaki jahanam dan keji," umpat Amanda.

"Sekarang kita pikirkan Atha, jika kita tidak mengizinkan dia melanjutkan sekolah ke luar negeri bagaiman jika kedepannya dia terus menyalahkan kita?" tanya Irsyad.

"Aku sungguh tidak bisa jauh darinya," jawab Amanda.

"Tapi dia sudah dewasa, dan kelak akan memiliki kehidupan sendiri," bujuk Irsyad.

"Beri aku waktu untuk berpikir," balas Amanda.

Hingga malam, Amanda mengurung diri di dalam kamar dan merenung. Begitu juga dengan Atha.

Irsyad selalu berada di tengah - tengah, dia memahami posisi istrinya tapi dia juga tahu bagaimana perasaan putranya. Sebagai lelaki memang selalu condong memiliki jiwa bebas dan tidak mau di tekan. Seperti Irsyad dulu, dia menderita ketika dipaksa menikahi wanita yang tidak dicintai.

Irsyad dengan pelan mengetuk pintu kamar putranya.

"Atha, ini Ayah. Ayo buka pintunya," bujuk Irsyad.

Jika Irsyad yang meminta, Atha langsung membuka pintu. Karena Irsyad tidak seketat Amanda dan sedikit memberi pilihan hidup.

"Nak, kenapa kamu tidak makan malam? Ayo turun dan makan," ajak Irsyad lembut.

"Tidak, Ayah. Aku benci ibu, kenapa ibu selalu egois," jawab Atha.

"Ssst... Jangan pernah bilang seperti itu. Ibumu sangat menyayangi kamu melebihi apapun. Ibumu hanya tidak ingin jauh darimu," bujuk Irsyad.

"Tapi bukan berarti ibu mematikan harapanku, aku juga punya keinginan dan cita-cita. Aku tidak mau di masa tua menyesal karena masa mudaku hanya terkurung di dalam rumah," sergah Atha.

"Iya, Ayah tahu. Ayah juga sedang berusaha membujuk ibumu. Tapi Ayah minta kamu jangan bersikap kasar pada ibumu, kamu tidak tahu bagaimana perjuangan ibumu saat melahirkan bahkan merawat kamu siang dan malam. Ibumu bersikap seperti itu karena ada alasan," jawab Irsyad.

"Alasan? Alasan apa?" tanya Atha penasaran.

Kemudian Irsyad mengambil dompetnya. Di situ ada beberapa foto mini masa kecil Mentari.

"Ini siapa?" tanya Atha.

"Kakakmu, saat itu ibumu baru mengandung kamu beberapa bulan. Sedangkan kakakmu berumur dua tahun," jawab Irsyad sambil meneteskan air matanya.

"Sekarang Kak Mentari di mana?" tanya Atha semakin penasaran.

"Irsyad menggeleng-gelengkan kepalanya,"

Atha membujuk Ayahnya untuk menceritakan semuanya, sebab selama ini memang tidak pernah ada satupun orang yang menyebut nama Mentari. Bahkan dia mengira jika dirinya anak tunggal.

Kemudian Irsyad mulai menceritakan dari awal sampai akhir, bahkan bagaimana menderitanya Amanda setiap malam.

Atha jadi menangis, dia ingat setiap kali meminta izin pada ibunya sekedar bermain atau kemana selalu di larang dengan tegas. Rupanya karena ibunya takut jika dia tidak kembali.

"Atha, ibumu saking sedihnya pernah hampir gila. Makanya semua foto kakakmu disembunyikan dan tidak ada satu orangpun yang berani menyebut nama Mentari. Kamu sekarang sudah tahu kan? Jadi kamu berusahalah lebih memahami bagaimana kondisi ibumu," bujuk Irsyad.

"Ayah, andaikan saja aku tahu dari awal. Mungkin aku akan berusaha untuk menjaga sikap dan tidak membantah perkataan ibu," jawab Atha menyesalinya.

"Semuanya sudah berlalu, sekarang kamu meminta maaf pada ibumu sana! Jangan buat dia bersedih lagi, sebab hati dan jiwanya sudah begitu rapuh!" pinta Irsyad.

Tanpa basa-basi lagi Atha langsung ke kamar ibunya. Karena tidak di kunci Atha masuk tanpa permisi. Akan tetapi Atha memeluk ibunya dari belakang.

"Ibu, aku minta maaf karena selama ini sudah berpikiran buruk. Maafkan aku, Ibu. Kalau memang ibu tidak mengizinkan aku ke luar negeri tidak apa - apa aku kuliah di sini. Yang terpenting Ibu jangan bersedih lagi," ucap Atha sambil menangis.

Amanda tersenyum, dia senang sebab putranya juga tidak marah lagi padanya.

"Ibu juga meminta maaf, ibu sadari ibu juga egois. Kamu sekarang sudah besar, jika memang kamu ingin kuliah ke luar negeri ibu izinkan. Asalkan kamu jaga diri baik - baik an jangan lupa jaga kesehatan serta kabari ibu setiap saat," jawab Amanda.

Atha sangat terkejut dengan keputusan ibunya.

"Ibu serius?" pekik Atha.

"Iya, asalkan janji dengan tiga hal itu," jawab Amanda.

Atha memeluk ibunya lagi erat, dan kemudian Irsyad yang berdiri di depan pintu ikut masuk dan memeluk mereka.

"Nah, kalau begini aku jadi tenang. Atha, jadilah anak baik ya!" ujar Irsyad.

"Iya, Ayah. Terima kasih banyak," jawab Atha.

*****************************

Atha baru kali ini bepergian jauh, berjam - jam dalam perjalanan naik pesawat membuat dirinya merasa ngeri juga.

Akan tetapi sebagai lelaki dia memberanikan diri dan tidak mau menjadi anak pecundang. Apalagi dia juga tidak sendirian, ada dua mahasiswa lain dari Indonesia juga.

Walaupun berbeda sekolah semasa SMA, tetapi Atha mengenal mereka karena dulu sering bertemu dalam perlombaan nasional.

Sesampainya di bandara London, mereka bertiga langsung mencari seseorang yang membawa papan bertuliskan nama dan negara mereka.

"Eh, itu orang yang menjemput kita," pekik Atha.

"Iya, ayo kita ke sana," jawab Beni dan Malik bersamaan.

Karena bandara cukup ramai, sehingga mereka berdesak - desakan saling mencari penjemput masing - masing. Tanpa sengaja Atha menabrak seorang gadis tomboi yang memakai topi.

"Maaf," ucap Atha.

Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum saja.

Atha langsung terbengong, sebab gadis barusan sangat mirip dengan ibunya. Bahkan senyumannya juga sama.

"Kak Mentari," batin Atha.

Atha berlari mengejar gadis tadi, akan tetapi sayangnya gadis itu sudah masuk ke dalam taksi dengan 3 orang lelaki. Yang dua seumuran ayahnya sedangkan yang satu sebaya dengan gadis itu.

"Atha, ayo kita sudah ditunggu," teriak Malik.

Atha langsung kembali ke teman - temannya, sepanjang perjalanan dia terus berpikir. Dia yakin jika perempuan tadi sangat mirip dengan ibunya.

Sesampainya di asrama, Atha langsung saja menelpon orang tuanya.

" Ibu,aku sudah sampai," ujar Atha lewat telepon.

"Syukurlah, bagaimana di sana?" tanya Amanda sambil menangis.

"Baik, aku suka di sini. Ibu jangan menangis lagi, di sini banyak juga kok pelajar dari Indonesia," bujuk Atha.

"Kamu sudah makan belum?" tanya Amanda cemas.

"Sudah," jawab Atha terpaksa berbohong, sebab karena masalah kecil itu bisa membuat ibunya panik.

"Jangan sampai telat makan!" perintah Amanda.

"Iya, Ibu. Ayah di mana? Aku mau mengobrol sebentar," tanya Atha.

"Ayah di toko, sebentar ibu ke sana dulu," jawab Amanda.

Beberapa menit kemudian terdengar suara Ayahnya.

"Atha, kamu baik-baik saja kan?" tanya Irsyad.

"Iya, Ayah. Apa ini masih di samping Ayah?" tanya Atha balik.

"Tidak, kenapa?"

"Ayah, tadi di bandara aku melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengan ibu. Bahkan senyumannya juga, ketika aku mau mengejar malah sudah masuk dengan dua lelaki seusia ayah dan juga pemuda sebaya dengan perempuan itu," kata Atha serius.

"Benarkah?" pekik Irsyad.

"Iya, tapi jangan beritahu ibu dulu. Takutnya jika nanti bukan kakak ibu akan bersedih lagi," pinta Atha.

"Iya, apa kamu masih ingat dengan wajah ketiga lelaki itu?"

"Ingat," jawab Ayah yakin.

Kalau begitu nanti Ayah kirimkan foto Randy, jika memang dari ketiga lelaki itu ada yang mirip kamu segera hubungi Ayah ya?" Pinta Irsyad.

"Iya, Ayah. Kalau begitu aku makan dulu,"

"Iya, kamu jaga diri baik-baik," balas Irsyad.

Kemudian Atha memutuskan sambungan telepon. Dia sangat berharap jika yang ditemuinya tadi memang kakaknya.

"Kak, ku harap itu kamu. Jika memang benar aku ingin membawamu pulang dan membuat ibu bahagia lagi," batin Atha.

Atha membuka dompetnya, dia juga meminta satu lembar foto kakaknya sewaktu kecil. Di sana juga ada foto ibu dan ayahnya.

"Benar-benar mirip ibu sewaktu muda, aku sangat yakin itu kakak," batin Atha.

Atha merasa jika dia datang kemarin memang sudah menjadi takdir untuk menemukan kakaknya kembali.

"Tapi Kak Mentari pas di cilik baru berumur dua tahun, dia pasti sudah tidak ingat lagi dengan Ayah dan Ibu," batin Atha pilu.

Tetapi Atha tidak patah semangat, dia bertekad ingin menemukan kakaknya agar kedua orang tuanya terlepas dari siksaan batin setiap saat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!