Terpendam

Fiona kembali ke ruang tunggu, kini Filio dan ibunya tidak ada. Hanya menyisakan Ignazio seorang.

“Ibu dan Fio ke mana?”

Ignazio menatap tajam pada istrinya. “Kenapa lama sekali.”

Kening Fiona berkerut. Bukannya menjawab Ignazio malah balik bertanya. “Rapat dewan, ke mana ibu?”

“Bayi Razita lahir prematur, aku di suruh menunggu kalian di sini. Ayah mana?”

Fiona menengok ke belakang ternyata Eduard tidak mengikutinya. “Masih di kantin.”

“Bayi Razita lahir prematur?” tanya Fiona kembali untuk memastikan pendengarannya.

“Iya.”

Bibir Fiona terkatup rapat-rapat, sial hati nuraninya tidak bisa membuat Filio semakin kacau jika mendengar perselingkuhan Razita.

Fiona kembali duduk di samping Ignazio, ia menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya. “Aku lelah. Diam dan jangan bergerak!”

Fiona pikir masalah Razita tidak akan serumit ini, semuanya jadi terasa serba salah. “Menyebalkan,” keluh Fiona dengan suara berbisik.

“Siapa yang menyebalkan?” sahut Ignazio.

Fiona mengangkat kepalanya dan menatap Ignazio tajam. “Kamu!”

Ignazio tidak paham dengan bahasa wanita, ia tidak merasa telah melakukan kesalahan. Ia berjalan menyusul Fiona. “Aku salah apa?”

Langkah Fiona terhenti. Ia berbalik menatap Ignazio. “Kamu manusia dengan banyak kesalahan!”

Fiona merasa amat kesal pada Ignazio. Pria itu terlalu banyak bicara, seharusnya ia menikahi pria dingin supaya tidak pengang telinga.

Sampai di ruang bayi Fiona menemukan keberadaan Filio dan Averyl. “Bayinya baik-baik saja?” tanya Fiona berbasa-basi.

“Dia harus mendapatkan perawatan intensif. Fiona kamu harus segera memiliki bayi, lihatlah bayi Filio sangat mirip wajahnya dengan Fio.”

Ucap antusias Averyl hanya di balas senyum masam oleh Fiona. ‘Bayi?’

Mana sempat memikirkan urusan bayi, urusan skripsi saja sudah membuat kewarasannya hampir lenyap. Ngomong-ngomong soal skripsi Fiona teringat janji bertemu dosen.

“Bu aku pamit ya, mau bertemu dosen pembimbing.”

“Nak Zio antarkan Fiona ya, ibu khawatir kalau dia naik taksi.”

Tidak biasanya Averyl mengkhawatirkannya. Fiona harus mencari cara agar pergi ke kampus sendiri, ia tidak mau sampai ada orang yang melihatnya di antar pria tua. “Enggak perlu, Fiona bisa pergi sendiri. Siapa tahu kalian butuh bantuan Zio.”

“Lagi pula ada Ayah, Zio antarkan Fiona saja.”

Fiona menekuk wajahnya, ia kehilangan cara pergi ke kampus sendiri.

Ignazio berpamitan pada Filio dan Averyl sebelum pergi untuk mengantar Fiona.

Sampai di tempat parkir, Fiona tidak masuk ke dalam mobil. “Aku pergi bersama temanku saja, dia tinggal di daerah sini.”

“Masuk Fiona. Lagi pula aku sudah berjanji akan mengantarmu.”

Fiona menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Ini temanku sudah di depan. Aku duluan ya.”

Ignazio turun dari mobil dan menarik tubuh Fiona. “Masuk Fiona!”

Melihat tampang menyeramkan Ignazio, Fiona takut untuk menolak. Belum lagi hukuman dari Ignazio sangat menyiksanya, meski Fiona menikmatinya walaupun hanya sedikit.

Fiona meminta di turunkan di tempat pemberhentian bus yang jauh dari kampus. “Sampai sini aja,” pinta Fiona.

Ignazio tidak mengikuti keinginan Fiona dan tetap melajukan mobilnya.

“Berhenti Zio, jangan antar aku sampai kampus.”

“Memangnya kenapa?” Tanya Ignazio santai dan tetap melajukan mobilnya.

Fiona menutupi wajahnya dengan tas yang ia bawa, ia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya bersama pria tua. ‘Aku malu,' batin Fiona.

“Aku takut di ledek teman-temanku, mereka sangat jahil.”

Ignazio menghentikan mobilnya ke tepi jalan. “Untuk kali ini saja, lain kali aku akan mengantarmu sampai gerbang kampus.”

Fiona bisa bernafas lega. “Terima kasih.”

Fiona hendak keluar dari mobil, namun matanya menangkap sosok Feriska yang sedang berjalan di samping mobilnya. “Sial.”

Fiona kembali menutup pintu dan memalingkan wajahnya ke arah Ignazio. Sementara Ignazio memperhatikan tingkah istrinya yang aneh. “Bukannya kamu mau turun?”

“Putar balik.”

Ignazio tetap bergeming, ia tidak mau mengikuti lelucon yang di buat Fiona. Ia turun dari mobil dan membuka pintu Fiona. “Ayo turun.”

Fiona kembali menutup wajahnya dengan tas persegi berwarna kuning miliknya. Ia mengintip untuk memastikan Feriska sudah melewati mobil mereka.

Feriska sudah berjalan agak jauh di depannya, baru Fiona keluar dari mobil.

“Fiona,” teriak Ignazio dengan sengaja. Sontak Fiona kembali masuk ke dalam.

Tubuh Fiona semakin beringsut saat Feriska celingukan. Feriska tidak salah dengan pendengarannya ada yang memanggil nama Fiona, tapi ia tidak melihat keberadaan temannya. Yang ada hanya pria tua yang tersenyum ramah ke arahnya.

Saat Feriska kembali melanjutkan langkahnya Fiona memukul perut Ignazio dengan tas miliknya. “Apa yang kau lakukan, bagaimana kalau aku ketahuan,” ucap Fiona dengan nada emosi.

“Oh, ternyata dia temanmu.”

Fiona berkacak pinggang. “Jangan macam-macam, atau aku adukan kepada ibumu.”

“Aku juga bisa mengadu kepada ayahmu,” lawan Ignazio.

Fiona kembali memukul Ignazio dengan tasnya. Ia berjalan dengan langkah tergesa dengan perasaan dongkol.

“Fiona.”

Fiona melirik ke arah samping saat mendengar suara Anthony. “Hai.”

“Kenapa berjalan kaki, bareng yuk.”

Fiona tidak menyadari bahwa mobil Ignazio belum beranjak dari tempatnya.

“Ayok.” Fiona naik ke atas motor Anthony.

Sesampainya di tempat parkir, Fiona turun dari motor Anthony. Memang tidak terlalu jauh, namun jika naik motor tidak akan membuatnya lelah.

“Tumben kamu berangkat pagi?” tanya Anthony, ia melepaskan helm yang di kenakannya.

“Iya tadi sambil olahraga, jadi sengaja datang pagi.”

Anthony mengeluarkan kotak makan dari tasnya. “Sarapan pagi untukmu.”

Fiona menerimanya dengan wajah bahagia, karena perutnya terasa kosong. Dan yang pasti masakan Anthony tidak pernah ada yang gagal, selalu enak. “Terima kasih.”

Feriska menghampiri kedua sahabatnya. “Cie ada yang bikinin sarapan, ah kayaknya nanti gue juga harus minta di bikin sarapan sama om.”

“Dih gatel,” sahut Damian dari belakang.

“Berisik aja Lo Dam,” tandas Feriska.

“Apaan sih kalian ini malah berantem,” lerai Fiona.

Ponselnya bergetar di dalam tas, Fiona mengambilnya untuk melihat siapa yang menelepon. Ternyata Ignazio, karena sedikit kesal Fiona sengaja menekan tombol merah dan memasukkan kembali ke dalam tasnya.

“Kenapa enggak di angkat, siapa hayoooo,” goda Damian.

“Bukan siapa-siapa, enggak ada namanya enggak penting.” bohong Fiona.

Terpopuler

Comments

Endach Sukma

Endach Sukma

dibab awal hpl razita tinggl 2 hari dihari nikahan Fiona. lha kok bayinya lahir prematur,?? aneh....

2023-07-29

0

Lusye marce wibowo

Lusye marce wibowo

alur ceritanya membingungkan, jgn terlalu byk figurannya ya thorr, biar fokus pd peran utamanya

2023-03-10

1

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

hmm Fiona mnta dihukum lagi ya

2023-01-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!