Fiona mengikuti langkah Ignazio memasuki rumah yang akan mereka tempati. Saat langkah Ignazio masuk ke sebuah kamar, Fiona menghentikan langkahnya.
“Zio. Sepertinya aku butuh kamar untukku sendiri. Aku tidak bisa tenang mengerjakan skripsi jika ada orang lain.” Semua yang di ucapkan Fiona hanya alasan, lebih tepatnya ia takut akan ancaman Ignazio.
Alis Ignazio terangkat salah satunya. “Barang-barangmu sudah di kamar kita semuanya. Jika memang ingin mengerjakan skripsi bawa laptopmu saja.”
Fiona bisa bernafas lega setelah mendapat persetujuan dari Ignazio. “Aku ingin mengerjakan skripsi, besok ada jadwal bertemu dengan dosen pembimbing.”
Ignazio berjalan menghampiri istrinya. “Bukankah pagi tadi kamu sudah bertemu dengan dosen pembimbing?”
“Sudah, hanya saja-“
“Datang terlambat, dan membuat dosenmu menunggu selama dua puluh lima menit, empat puluh detik.”
Fiona cukup terkejut, ia tidak menyangka Ignazio akan mengetahui hal memalukan ini. ‘Jangan sampai dia juga tahu kalau aku memergoki Rangga.’
Ignazio merapatkan tubuhnya dengan tubuh Fiona. Kepala Ignazio maju hingga berada tepat di samping kepala Fiona. “Jangan coba-coba mengelak bahkan aku tahu kamu memergoki suami orang tengah berselingkuh dengan istri dari Kaka iparku.” Ignazio menjilat telinga Fiona sebelum menarik diri.
Fiona melangkah mundur. “Dasar penguntit mesum!” Fiona berlari ke arah luar rumah. Ia menarik pintu depan namun terkunci. Tangan Fiona memukul pintu tersebut, “Ah sial!”
“Kamu tidak akan pernah bisa lari dariku Fiona!” Tubuh besar Ignazio dengan mudah membopong tubuh kecil Fiona seperti sekarung beras.
“Zioo lepaskan!” Fiona memukul-mukul punggung lebar Ingnazio.
Ignazio membawa tubuh Fiona kembali ke kamar mereka. “Jangan hukum aku hari ini. Kamu bisa melakukannya besok saja setelah aku bertemu dosen pembimbing.”
Ignazio menjatuhkan tubuh Fiona ke atas tempat tidur. Ia tidak ingin menggubris ucapan Fiona. Misinya kali ini adalah membuat istrinya hamil, ia ingin membungkam mulut orang-orang yang menjulukinya pria impoten.
“Zio, jangan.” Lagi-lagi permohonan Fiona tidak di gubris Ignazio.
***
Tepat dini hari Fiona terbangun dari tidurnya karena ingin buang air kecil. Ia merasa sakit pada bagian bawahnya. Rasanya Fiona ingin mengadu kepada ibunya, tapi Fiona terlalu malu untuk menceritakan kejadian itu.
Fiona bangkit dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi dengan langkah tertatih. Selesai dengan urusan membersihkan tubuhnya Fiona memilih sweater yang menenggelamkan tubuhnya dalam balutan fleece polyester yang mampu menghangatkan tubuhnya yang kedinginan.
Fiona keluar dari kamar. sesampainya di rumah ini ia belum sempat berkeliling. Fiona memutuskan untuk melangkah ke area belakang. Ia tertarik untuk membuat secangkir coklat panas.
Fiona mencari-cari keberadaan cokelat yang akan ia seduh. Namun tidak kunjung menemukan setelah mencari ke segala penjuru. Menyerah setelah merasa lelah memang paling mujarab, ia membuka pintu lemari pendingin mengambil susu dan mulai meminumnya.
Urusan dahaganya sudah terselesaikan, bahkan kini tubuhnya terasa berkeringat karena ke sana kemari mencari coklat.
Fiona meninggalkan dapur, dan berjalan lebih dalam lagi. Ia menemukan taman yang tampak temaram. “Orang kaya tapi takut miskin,” cicit Fiona.
“Bukan takut miskin lebih tepatnya menghemat,” sahur Ignazio dari arah belakang.
Ignazio membawa dua gelas coklat panas yang ia taruh di atas meja. Ia duduk pada kursi santai yang tersedia. Tangannya menekan tombol rahasia.
Dalam hitungan detik taman yang temaram kini tampak indah dengan cahaya dari lampu yang menyala. Kolam dengan air mancur yang memancarkan cahaya kuning keemasan.
Fiona ikut bergabung dan duduk di kursi samping Ignazio yang terhalang oleh meja kecil. Tangannya mengangkat gelas berisi coklat panas dan meminumnya. “Terima kasih,” tutur Fiona.
“Kamu malam-malam kemari untuk merutuki nasib malangmu?”
Fiona tidak tertarik dengan pertanyaan Ignazio matanya fokus memandang air mancur. “Kamu sok tahu,” ketus Fiona.
“Benarkah, lalu apa alasannya?”
Fiona menghembus nafas lelahnya. “Aku tidak bisa tidur kembali jika terbangun.”
“Kamu tidak ingin mengadukan Razita pada kakakmu?”
Kepala Fiona menggeleng. “Tidak, Filio terlalu bucin hingga tidak menyadari kelakuan bejat istrinya.”
Ignazio teringat laporan dari orang suruhannya, tangannya menyingkirkan rambut Fiona yang menutupi leher istrinya.
“Apa yang ingin kau lakukan?” protes Fiona.
Ignazio menarik tangannya kembali setelah memastikan leher Fiona tidak timbul memar akibat cekikikan Razita. “Kalau sampai dia menyakitimu lagi, akanku patahkan tangannya!”
“Nanti kamu harus bilang padaku jika dia menyakitimu!” sambung Ignazio.
Bibir Fiona mencebik kesal. “Tak perlu aku beritahu kamu pasti sudah tahu lebih dulu.”
Fiona lebih dulu masuk meninggalkan Ignazio. Ia kembali ke kamar membuka laptopnya, untuk melanjutkan mengerjakan skripsi bab selanjutnya.
Ignazio tidak ikut masuk ke kamar, ia masuk ke dalam ruang kerjanya yang berada tepat di samping kamar. Tidak ada hal yang ia lakukan di dalam sana, pekerjaannya sudah di tangani oleh asisten pribadinya. Ia menyalakan komputernya, berselancar di internet untuk mencari cara menaklukkan hati wanita.
Pada laman hasil pencarian muncul halaman bertuliskan 'Pria Wajib Tahu, Begini Trik Memikat Hati Wanita’
Jari telunjuk Ignazio menekan laman tersebut. Ia membaca satu persatu tips dan triknya.
Di ruangan sebelah Fiona yang tengah fokus mengerjakan skripsi mengalihkan perhatiannya saat dering ponselnya menggema. “Ada apa Bu? Malam-malam begini telepon.” Sapa Fiona lebih dulu.
[Razita melahirkan, ayo ke rumah sakit sekarang.]
“Iya.” Dari suara sang ibu terdengar khawatir, sementara Fiona amat malas mendengar nama wanita yang ia benci.
Fiona keluar dari kamar hendak mencari keberadaan Suaminya. Ia menghampiri ruangan yang berada di sampingnya dengan pintu terbuka, ternyata ada Ignazio di sana tengah duduk memandang monitor dengan wajah yang tampak serius. “Zio.”
Suara panggilan Fiona mengejutkan Ignazio, jarinya dengan cepat menekan tombol x takut Fiona melihat kegiatannya. “Ada apa?”
“Razita mau melahirkan, ibu meminta kita ke rumah sakit.”
Ignazio menghampiri Fiona, “Ayok.”
Selama di perjalanan Fiona lebih banyak diam, bahkan sampai di rumah sakit bertemu kedua orang tuanya ia tak banyak bicara.
Rasanya Fiona kesal melihat wajah Filio yang mengkhawatirkan istri bejatnya.
Fiona memilih duduk di samping Ignazio menggulir layar ponselnya tanpa tujuan. Sementara Averyl duduk di samping Filio. Eduard yang sendirian memilih angkat kaki.
“Ayah mau ke kamana?”
Eduard menengok ke belakang saat mendengar panggilan dari putrinya. “Ke kantin.”
“Fiona ikut.”
Ignazio memandang kepergian Fiona. Ia kini duduk dengan perasaan canggung, mau pamit tidak enak. Diam saja juga membosankan.
Fiona hanya memesan satu botol air mineral sementara Eduard memesan secangkir kopi.
Keadaan kantin cukup sepi, di saat semua orang beristirahat mereka terpaksa terjaga untuk menemani Razita.
“Apa lehermu memar?”
Fiona yang hendak minum mengurungkan niatnya. Ia menengok ke arah Eduard. “Ayah tahu?”
Eduard mengangguk, ia menyesap kopi yang masih mengepul. “Kamu tidak memberitahu Fio?”
“Tidak, tapi rasanya Fiona kesal saat melihat wajah tulus Filio. Kenapa dia tidak bisa melihat perselingkuhan istrinya?” tanya Fiona dengan nada menggebu-gebu.
“Ayah yang menutupinya.”
Fiona menggebrak meja. “Kenapa Ayah tutupi? Apa Ayah tidak memikirkan pesanan Filio jika orang terdekatnya malah menutupi kejahatan istrinya.”
Eduard menghela nafas. “Ayah pikir Razita khilaf, dan akan bertobat. Tetapi semenjak kehamilannya ia malah semakin menjadi.”
“Kita harus memberitahu Filio, bagaimana pun kondisinya,” tekad Fiona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
jadi semua org tau perselingkuhan Razita cuma Filio yg tdk tau
2023-01-12
0
Suci Yati
lanjut thor...💪💪💪
2023-01-10
0
🌸💜️ναℓ_ναℓ🍒⃞⃟🦅
semangat thor up trus.... mulai terbongkar gak ya
2023-01-10
0