"Key, bangun sayang!" Bram mengetuk-ketuk pintu kamar putrinya. Sudah hampir jam tujuh dan Keyra belum turun ke bawah untuk sarapan. Akhirnya, Bram memutuskan kembali ke lantai atas membangunkan putrinya.
Merasa tak ada jawaban, Bram mencoba membuka handle pintu. Rupanya, Keyra memang tak mengunci pintu kamarnya. Gadis itu masih terlelap dengan tubuh berbalut selimut sampai leher.
"Key?" Bram meletakkan punggung tangannya di dahi Keyra.
"Pantes, demam gini!" Bram segera turun dan meminta art-nya untuk menyiapkan kompresan.
Tak berselang lama, Bram kembali ke kamar Keyra. Mengompres agar demam putrinya segera turun. Lantas, ia menghubungi Reyhan dan mengabarkan jikalau Keyra hari ini tak bisa masuk sekolah karena sakit.
"Ughhh..." Keyra menggeliat saat merasakan sesuatu menempel pada keningnya.
"Pa, kok udah disini?"
"Kamu demam, makanya Papa disini jagain kamu!"
"Enggak ada, Aku gak apa-apa! Maaf, Papa jadi gak kerja karena jagain aku," cicit Keyra merasa bersalah.
"Hm, kata siapa? Papa sebenarnya emang udah niat gak berangkat kerja! Hari ini, abangmu akan datang." Bram melihat jam dipergelangan tangannya, lalu menghela napas. Harusnya, pagi ini ia sendiri yang menjemput Satria di stasiun.
"Abang? Abang Sat?" tanya Keyra dengan wajah berbinar.
"Kebiasaan kamu, Key! Kalau manggil setengah-setengah. Panggil yang bener gitu, bang Satria!" protes Bram.
"Ehhe, aku ikut jemput Abang ya, Pa?" mohon Keyra! Ia selalu penasaran dengan ksatria baja hitam kebanggaan papanya, sekeren apa abangnya sekarang.
"Nggak, kamu demam gini! Biar Mang Rud yang jemput Abangmu."
Keyra mengerucutkan bibirnya sebal, jika sang Papa sudah memutuskan, ia memang tak bisa melakukan apapun selain menurut. Keyra tak ingin membuat sang Papa bersedih, terlebih sekarang Arin dan Mamanya sudah pergi dan Keyra harus pintar-pintar menjaga mood Bram agar selalu baik.
Keyra jadi tak sabar menikmati waktunya bersama Satria. Anak pertama papanya memang jarang datang ke rumah, terlebih jarak Jogja ke Jakarta cukup jauh, belum lagi jika Abangnya memilih pulang ke rumah Keluarga Momy-nya.
***
Bell tanda istirahat sekolah berbunyi, murid-murid berhambur keluar kelas kecuali Devano. Ia menatap bangku kosong depannya dengan perasaan entah.
Ketiadaan Keyra membuat laki-laki tampan itu bertanya-tanya, kemanakah gerangan si cupu sampai tidak masuk hari ini?
"May, tau nggak kenapa Keyra nggak masuk?" tanya Devano.
Maya mengedikkan bahunya, "nggak tahu! Kita nggak seakrab itu, jadi mending lo tanya ke yang lain aja!" Maya berlalu meninggalkan Devano.
"Ck! Si cupu tumben banget, apa jangan-jangan dia beneran sakit hati sama ulah Moza dan gengnya?" batin Devano bertanya-tanya.
Terus terang, Keyra mengingatkannya dengan sosok Arin si cinta pertama. Baru dua bulan jadian diam-diam, gadis itu malah dikabarkan bunuh diri dan hal itu yang membuat Devano menyesal hingga sekarang.
Apakah meninggalnya Arin karena dia mengajak pacaran diam-diam? Atau ada hal lain yang disembunyikan gadis itu?
Devano melangkah pelan menyusuri koridor kelas. Matanya mengedar mencari keberadaan teman-temannya.
Di kantin, Aldo dan Leon sedang menunggu Devano. Seperti biasa, dua sejoli itu lebih dulu nangkring di kantin memesan makanan untuk si ketos tampan yang antrean ceweknya lebih mirip kasir Alfa maret.
"Astaga, gue cariin!" Devano menepuk pundak Leon keras, lalu duduk di sebelahnya. Sementara Aldo yang berada di hadapan Leon mengerutkan alis keheranan.
"Lah kan biasanya kita nunggu disini, jangan bilang lo nyasar ke hati orang terus lupa arah jalan ke kantin," sindir Aldo.
"Ck! Hati ayam iya! Gue tadi nyari si cupu, tumbenan kagak nongol kan jadi gak punya bahan gabut gue," alibi Devano seraya mengeluarkan ponselnya.
Dimana wallpaper depan ponselnya selalu ada foto termanis terkalem Arin, si mantan pacar.
Senyum Devano mengembang sebentar, lalu kembali suram setelah mengingat Arin sudah lama meninggalkannya. Kembali memasang wajah datar, ia melihat Leon dan Aldo menatapnya.
"Sampai kapan sih, lo lupain Arin? Di dunia ini cewek cantik bukan cuma dia doang, Broh!" ucap Aldo.
"Yoi, secara ada Moza si fans fanatik lo! Kenapa gak coba nerima?" sambung Leon.
"Ck! Bawel banget lo pada kaya mulut emak-emak kurang jatah bulanan," cibir Devano. Padahal ia sendiri belum tahu marahnya emak-emak ketika jatah bulanan kurang, yang ia tahu Momy-nya kalau lagi marah bin ngambek bisa bikin heboh asap perdapuran.
"Ngomong-ngomong, kok nama nyokap gue sama sih dengan si cupu," batin Devano. Jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gabut.
Hingga makanan mereka datang membuyarkan lamunan ketiganya.
"Terkhusus Abang Devano dan kawan-kawan, nih!" Paijo, meletakkan nampan pesanan Aldo, Leon dan Devano.
"Ck! Minumnya bang! Seret ntar," keluh Aldo ketika hanya makanan yang lebih dulu diantar.
"Noh, si Rindu masih sibuk! Antre tau," ujar Paijo menunjuk Rindu adiknya yang dikerubungi banyak siswa mengantre es.
Jika yang lain harus antri mendekat, pengecualian untuk geng trio weka weka-nya Devano. Mereka mendapat perlakuan khusus dari Paijo dan Rindu si penjual makanan di kantin sekolah.
"Yaudah iya!" pasrah Leon.
"Tapi seret woy kalau makan dulu," gerutu Devano.
"Tar kalau dah jadi dianterin!" Paijo melenggang pergi.
Minuman datang, mereka makan dengan khidmat karena rasa lapar yang melanda. Sejenak lupa, perdebatan beberapa detik lalu tentang mantan pacar Devano, kalau dipikir-pikir memang Arin telah pergi dan ia wajib move-on, apalagi perginya Arin gak akan mungkin pernah kembali.
Kematian Arin yang tiba-tiba membuat Devano hampir kehilangan semangat hidupnya. Namun, berkat kedua orang tua yang selalu ada mendampingi, Si Ketos itu kembali mendapatkan semangat hidupnya.
Di sudut lain, Moza terus memperhatikan Devano dari jauh.
"Woy, kesambet setan mana lo?" gertak Andin. Namun, hal itu tak membuat lamunan Moza buyar, gadis itu sibuk dalam dunianya sendiri, lamunannya tentang Devano, bahkan ia tak berkedip sama sekali saat tangan Andin dan Dina bergerak-gerak didepan wajahnya.
"Kesambet babang nampannya Devano paling! Tuh, dia aja sampe gak kedip liatnya! Untung air liur gak netes saking ngilernya sama si cogan kesayangan kita!" Dina menunjuk keberadaan Devano dengan dagunya.
Andin menghela napas prihatin, "susah-susah nyingkirin Arin! Hasilnya tetep sama, lo gak bisa dapetin Devano. Mending cari cogan lain deh, Leon atau Aldo misalnya!" usul Andin, lalu seketika menutup bibirnya kala melihat wajah garang Moza yang langsung sinis.
"Gob lok... Jangan bahas Arin disini! Lo tahu kan konsekuensinya? Gue udah mati-matian nahan buat gak bahas itu didepan Moza." Dina mencubit pelan tangan Andin hingga gadis itu mengaduh. Seketika siswi yang sedang mendengar kehebohan suara Andin menoleh. Namun, mereka bukan heran lagi. Moza dan kawanannya emang terkenal absurd dan gak jelas kelakuannya.
"Ups! Sorry egen." Andin mengatupkan kedua tangannya merasa bersalah melihat wajah Moza menekuk kesal.
"Lo bayar lah! Gue makin gak mood denger baco tan lo berdua."
Moza melenggang pergi sementara Dina dan Andin terkesiap mendengar perkataan Moza yang menurut mereka keterlaluan.
"Ck! Sok cantik banget sih! Dia pikir kita tulus apa temenan sama dia, kalau bukan karena si Moza kaya, gak suka gue digiles-giles gini. Berasa gak punya harga diri jadi temen." Bukan Andin yang kesal, melainkan Dina. Diantara ketiganya, Dina memang sedikit lembut sementara Andin dan Moza sama badasnya.
"Kebanyakan ngeluh, lo! Ya kalo nggak mau temenan sama Moza kenapa mesti deket-deket! Kan lo bisa temenan sama yang lain," gerutu Andin, meninggalkan Dina begitu saja. Meski begitu, Andin bukan tipe teman yang suka saling adu. Apapun yang jadi keluhan Dina tak pernah sampai ditelinga Moza. Karena Andin rasa persahabatan mereka lebih berarti dari apapun.
***
Sudah dua hari Keyra tak masuk sekolah, hal itu semakin membuat rasa penasaran Devano menjadi-jadi. Namun, Devano tak sempat mencari keberadaan si cupu yang akhir-akhir ini berlarian di otaknya.
"Sampaikan salam duka Tante dan Om buat Papamu ya, Satria! Tante masih gak nyangka..." Keyra berkaca-kaca menatap ponakan tersayangnya, Satria!
"Tante, Key! Masih aja nangis, lagian udah satu tahun ini. Aku yakin Papa udah jauh lebih ikhlas sekarang."
Devano masuk ke dalam rumah, ia hanya mendengar sekilas obrolan Momy-nya bersama seseorang.
Karena takut mengganggu obrolan itu, ia berniat langsung naik ke lantai atas rumahnya.
"Dev! Kok langsung naik? Sini, salam dulu sama Bang Satria!" titah Keyra.
"Tapi, Mom!" Devano rasa ia tak mengenal pria dewasa itu, jadi ia pikir gak ada salahnya langsung ke atas tanpa salam sapa lebih dulu.
Namun, akhirnya ia menyerah dan mendekat. Menatap lekat ke arah Satria kemudian menjabat tangannya.
"Wah, Devano udah besar ya, Tan!"
"Iya, kalau dipikir-pikir seumuran adik-adik kamu loh! Karena tante inget pas Tante hamil barengan sama Papamu nikah," gumam Keyra.
Satria mengangguk senyum, sepotong ingatan masa kecilnya, ia mendapatkan banyak kejutan. Papanya menikah lagi dan Tante Keyra hamil setelah dua tahun penantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
flashback ya satria
2023-02-18
47
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
Moza anak sopo sih 😒
2023-02-18
47
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
nah Lo nah Lo, Andin apakah yg membuat Arin bunuh diri 😳
2023-02-18
47