..."Sekalipun dunia mengutuk ku, aku tak akan pernah menyesal membantunya menjalankan perbuatan buruk. Namun jika hal itu merenggut nyawanya, bersiap-siaplah karna mata pedang ku akan menembus jantung mu."...
...~ Avell Sach Ballazs ~...
.......
.......
.......
.......
.......
Wasa menepati janjinya, dia datang pada ku tadi pagi. Dia langsung menyerahkan uang yang sebesar delapan koin perak pada ku, ternyata dia bisa ku percayai.
Sekarang aku akan pergi membeli bahan makanan, aku tidak punya persediaan makanan sama sekali. Karna saat aku sedang mencari tanaman obat selama seminggu aku membawa semua persediaan makan ku, begitulah kata Wasa.
Aku juga sudah bertanya tadi pada Wasa, kearah mana untuk ku bisa dapat membeli persediaan makanan. Dia memberi tahu ku ada satu pasar yang tidak terlalu terkenal seperti di ibu kota tapi pasar itu katanya berbahaya.
"Kenapa berbahaya?" tanya ku.
"Karna disana banyak tersebar sumber informasi ilegal, mereka menjadikan pasar itu sebagai markasnya dan menyamar menjadi penjual juga pembeli," beber nya.
"Apa semua orang disana adalah sumber informasi?" tanya ku lagi.
"Tidak, sebagian saja."
"Kamu harus berhati-hati, mereka memiliki senjata yang tersembunyi. Jangan berurusan dengan mereka, sayang sekali kita tak bisa pergi bersama," lanjut nya.
"Tak apa-apa, toh aku juga bisa jaga diri. Kamu kan Ksatria pasti banyak tugas," tutur ku.
Ya, ini pun tak masalah, mungkin saja disana aku dapat informasi yang berharga seperti kemarin malam.
"Tapi aku bakalan antar kamu, lumayan jauh kalau jalan kaki kesana dan ini pisau belati. Aku memberi mu ini sebagai perisai bila kamu merasa terancam tusuk saja pakai ini." Dia menyerahkan pisau belati miliknya kepada ku, aku tak pernah menggunakan pisau untuk menusuk orang tapi dia memberikan ku seolah-olah hal seperti itu sudah biasa.
Aahh ... dunia ku kan berbeda dengan disini.
Aku mengambil pisau belati miliknya dengan ragu-ragu dan menyimpannya dikantong baju ku, dia juga menyuruh ku untuk memakai jubah agar aku tak terlihat mencolok.
Setelah selesai bersiap-siap, aku diantar olehnya dengan menaiki kuda sampai melewati sebuah hutan kecil disebelah barat tempat ku tinggal. Dengan kecepatan penuh, aku dapat sampai hanya dalam beberapa menit saja.
"Kamu hanya perlu berjalan lurus saja sampai menemukan sebuah batu berwarna putih. Disana tempatnya, tapi saat pulang kamu jangan lewat di tempat awal mu masuk. Pergilah kearah selatan dan tunggu aku didekat Pohon Oak," pinta nya.
Walau aku tak mengerti mengapa harus seperti itu tapi aku tetap mengangguk setuju. Dia langsung pergi setelah aku mengerti, kini aku benar-benar sendirian.
"Jangan takut, tak akan ada hal buruk yang terjadi selama aku tenang," ujar ku menenangkan diri.
Aku berjalan sesuai arahan Wasa dan bertemu batu putih tapi di depan ku ada kabut putih yang menyelimuti, benarkah aku melangkah? namun tak berselang lama kabut putih itu perlahan menghilang dan terlihatlah banyak orang yang sedang berlalu-lalang.
Ramai, seperti itu yang terlihat di mata ku. Aku melangkah mantap untuk masuk ke dalam pasar itu. Pandangan ku mengedar melihat sekeliling pasar ini, tidak ada yang terlihat mencurigakan.
Apakah yang dikatakan Wasa itu benar? aku tak ingin terlalu memikirkannya, bukankah aku kesini hanya untuk membeli bahan makanan?
Aku memilih bahan-bahan yang akan ku gunakan nanti, mulai dari tiga ekor ikan cakalang, keong gondang, tiga ekor belut dan beberapa bumbu masak dasar yang totalnya seharga 30 koin logam. Lumayan, mungkin bisa ku makan dalam seminggu ke depan apalagi uang ku tak banyak jadi aku harus hemat.
Setelah selesai berbelanja bahan makanan aku akan pergi ke tempat yang Wasa minta, Pohon Oak di sebelah selatan pasar ini.
Sebenarnya disini banyak kedai dibanding tempat menjual bahan-bahan makanan, jadi setiap yang ku lalui pasti ada orang-orang yang berkumpul di kedai itu. Tapi tak ku lihat mereka memakai jubah atau bentuk penyamaran lainnya seperti yang ku lakukan, aku rasa aku terlihat mencolok.
Saat langkah kaki ku berjalan melewati sebuah kedai bertiang merah, aku mendengar kata Ortpe dari ucapan salah satu pria disana. Karna penasaran, aku berbalik arah dan masuk ke dalam kedai itu.
"Selamat datang, pesan apa tuan?"
Seorang pria tua menghampiri ku untuk menanyai pesanan ku, suaranya ramah tapi wajahnya tidak. Namun entah bagaimana bilangnya, aku merasa familiar dengan pria tua ini.
Tunggu ... tuan? jadi dia melihat ku sebagai seorang laki-laki ya ... lebih bagus lagi kalau begitu!
"Ada apa saja disini?" tanya ku.
Pemilik kedai ini menatap ku tajam lalu dia bergerak mendekati diriku, "Tuan mau apa? informasi atau makanan?" tanyanya setengah berbisik.
Deg!
Ternyata yang dikatakan Wasa memang benar, disini bukan hanya pasar biasa tapi juga pasar informasi. "Saya butuh—"
Perkataan ku terpotong oleh keributan yang ditimbulkan orang-orang yang ada di meja paling ujung. Pemandangan yang ku lihat sekarang adalah pertengkaran antara dua orang pria bertubuh besar. Aku tak tahu apa yang menjadi alasan mereka ribut, namun pertengkaran mereka membuat ku tertarik untuk melihat lebih dekat.
"Brengsek!! kau memukul ku hanya karna aku mengucapkan Ortpe?!" teriak pria berkepala botak.
"Sudah ku bilang jangan menyebut nama itu!! kau mencari masalah, sialan!" cerca pria dengan bekas luka di wajahnya.
Lalu pria yang punya bekas luka di wajahnya itu menghajar pelipis pria berkepala botak dengan sekali pukulan. Sedikit darah terlihat di pelipis pria berkepala botak itu, tak terima dipukul begitu saja dia langsung memukul bagian dagu bawah pria yang punya bekas luka di wajah dan menimbulkan suara tulang bergeser.
Baku hantam mereka membuat banyak orang mulai berkerumun untuk melihat apa yang terjadi tapi tidak ada satu pun dari mereka melerai perkelahian dua orang pria itu bahkan pemilik kedai ini hanya duduk santai melihatnya.
Dia gak takut kedainya rugi?
Mengapa mereka bersikap seperti ini? bisa saja salah satu dari pria itu mati bila tidak dilerai. Tapi aku juga butuh informasi dari yang mereka ucapkan tadi, terlebih lagi ada kata Ortpe.
Apa aku Haruskah aku melerai nya?
Aku melihat kanan dan kiri sekali lagi karna tidak melihat reaksi orang-orang untuk melerai aku langsung saja melangkah kearah dua orang pria itu tapi langkah kaki ku terhenti ketika sebuah pisau hampir saja mengenai mata kanan ku dari depan.
Aku terpaku dengan sesuatu yang baru saja ku alami dan tiba-tiba sebuah ingatan mulai muncul dipikiran ku.
Di ngatan itu, aku sedang dikejar-kejar oleh orang-orang berjubah hitam, mereka membawa senjata dan anjing gila. Dengan kecepatan maksimal aku berlari hingga sebuah pedang hampir mengenai kepala belakang bagian kanan ku sedangkan pedang tadi menancap tepat di pohon yang ada di depan ku. Hanya sekilas saja ingatan itu lalu setelah nya tubuh ku menegang.
tunggu ... ingatan siapa yang muncul dipikiran ku?
Seseorang mencengkram bahu kanan ku dari belakang, refleks aku membanting tubuhnya ke depan.
"Aarrghh!!"
Terdengar jeritan kesakitan dari seseorang, aku kaget dengan refleks yang ku lakukan. Apa yang sudah ku lakukan? tenaga dari mana ini? aku sungguh bingung dengan apa yang barusan terjadi pada ku.
"Hei sialan!!" maki seseorang.
Aku melihat kearah orang yang ku banting tadi, dengan susah payah dia mencoba bangun. Setelah berhasil berdiri sempoyongan dia langsung mengeluarkan pedangnya di hadapan ku.
"Kau mau mati ya?!" teriaknya pada ku, mendadak saja tangan ku gemetar.
Perkelahian dua orang tadi berhenti saat mendengar teriakan pria yang ada dihadapan ku. Perhatian orang-orang sekarang tertuju pada ku dan pria ini, terlihat dari tatapannya tak akan membuat ku pergi begitu saja apalagi kalau dilihat dari reaksi orang-orang tak ada yang mau melerai.
Bahaya! nyawa ku bisa terancam.
Dengan cepat dia menggerakkan pedangnya kearah ku, tubuh ku mendadak tidak dapat digerakan. Saat amarah pria itu terdengar disegala sisi kedai saat itu juga aku menutup mata dan langsung mengingat Wasa, aku akan mati hari ini!
Dia pasti akan memenggal leher ku dengan pedangnya, mencabik-cabik tubuh ku lalu menyerahkannya pada binatang-binatang buas, seperti itulah yang ku pikirkan. Tapi suara amarahnya berhenti dan berganti menjadi suara kesakitan, apa yang terjadi?
Ada sesuatu yang mengenai wajah ku, bau nya anyir sehingga membuat ku ingin muntah tapi ku tahan dengan kedua tangan ku. Karna penasaran aku mencoba membuka mata sedikit untuk memastikannya, ternyata sebuah darah yang masih segar melumuri wajah ku disaat itulah sesuatu yang bergejolak dari perut ku pun akhirnya keluar melalui mulut ku.
Aku muntah! aku tak tahan.
"Ouh jadi begitu ... ternyata Ksatria Arambel perilakunya seperti ini ya ... sayang sekali, sangat tidak pantas disebut Ksatria," tutur seseorang. "Cih! menodai kehormatan Ksatria aja."
"Brengsek!! Siapa kau! Berani-berani nya ikut campur!" ujar pria yang hampir menusuk ku dengan pedang tapi sekarang dia yang terluka.
Aku mencoba mengatur pernapasan ku, berpikiran hal yang menyenangkan lalu menekan rasa mual ku akan bau anyir darah.
"Kau tak perlu tahu siapa aku tapi menyerang orang yang tidak bersenjata adalah perbuatan yang sangat kotor apalagi kau seorang Ksatria Arambel" sindir orang yang membuat tangan pria itu berdarah.
"Cih!! sekarang kau bicara seakan-akan kau orang yang hebat ya, kau juga sampah!!" berang pria yang disebut Ksatria Arambel itu, dia langsung mengambil pedangnya dan mencoba melukai pria yang membuat tangannya berdarah.
"Mati kau! mati kau sialan!" umpat Ksatria Arambel.
Pertarungan sengit terjadi antara mereka berdua, meja-meja yang tadi tersusun rapi kini telah hancur mereka buat. Semua barang bergeser dari tempatnya dan orang-orang bergegas menjauhi mereka agar tidak terkena pedang. Bahkan dua orang pria yang diawal tadi bertengkar pun menjauh dan aku yang masih diam di tempat ditarik seseorang untuk menjauhi pertempuran sengit itu.
"Kau bodoh sekali, Nona!" gerutu seseorang, aku melihat kearah nya.
Nona? dia sudah tahu aku wanita?!
"Kenapa anda berkata seperti itu?" tanya ku pada pemilik kedai.
"Untuk apa melerai mereka yang tak ada hubungannya dengan mu? bisa-bisa nyawa mu terancam dan kemungkinan besar mati tertusuk," ujarnya dan aku tau itu.
"Bukan urusan anda ... saya hanya ingin melerai karna saya tak suka perkelahian terhadi di depan mata saya," lontar ku.
Namun reaksi pemilik kedai itu hanya tersenyum miring, dia meragukan perkataan ku. "Jangan berbohong! walau pun aku sudah tua tapi aku masih bisa membaca pikiran orang lain. Kau melerai pasti bukan karna merasa terganggu tapi karna penasaran apa yang membuat mereka berkelahikan?" beber nya.
Aku menelan ludah, pria tua pemilik kedai ini menebak tujuan ku dengan benar. Aku memalingkan wajah kearah luar kedai, aku tak dapat menyanggah perkataannya. Cukup malu bagi ku bila seperti ini, rasanya aku ingin pergi saja dari sini.
"Hei Nona berjubah yang sok keren!" panggil seseorang. "Pandai membanting orang tapi tak pandai menikamnya disaat berbahaya, bodoh sekali! ckckck ..." lanjut nya, dia memandang ku remeh.
Belum sempat aku membalasnya dia pergi begitu saja, aku hendak menyusulnya tapi pria tua pemilik kedai ini memegang pergelangan tangan ku.
"Sebelum kau pergi bersihkan dulu bekas muntah itu. Dasar sampah-sampah! mereka hanya bisa merusaki kedai orang saja," ketus pria tua itu.
Aku menghempaskan genggaman tangannya dan berlari kearah pintu keluar, aku melihat kanak dan kiri mencoba untuk menemukan pria yang tadi menolong ku.
Aahh ... pasti pria itu sudah pergi jauh tapi kenapa dia menolong ku? kenapa juga aku mendadak gelisah begini?
"Buruan!! apa lagi yang kau tunggu?!" teriak pria tua itu dari dalam.
Aku langsung membereskan muntahan ku yang berserakan di lantai kayu kedai ini, darah yang mengenai wajah ku juga belum ku bersihkan. Setelah membersihkan muntahan ku pemilik kedai ini menyuruh ku untuk sekalian membersihkan wajah ku di belakang.
"Kau pasti bingung dengan yang terjadi disini," celetuk pria tua itu.
Pemilik kedai ini memperhatikan ku dari samping pintu kayu itu. Setelah ku rasa cukup unuk membersihkan wajah, aku pun menghampirinya. "Maksud anda apa?"
"Pisau yang hampir saja melukai mu tadi berasal dari seorang pria berkepala botak yang seharusnya dia lemparkan kearah lawannya tapi melesat. Pria yang kau banting tadi sebenarnya sedang mengecek apakah kau baik-baik saja atau tidak tapi kau malah membantingnya dan membuatnya emosi. Dan terakhir, ku rasa ya pria yang menolong mu itu bukan atas kemauannya sendiri," beber nya.
"Kau mau tahu apa yang dibicarakan kedua pria yang berkelahi tadi?" lanjut nya, aku mengganguk dengan cepat atas pertanyaannya barusan.
"Tapi ada syaratnya."
"Apa?" tanya ku penasaran.
Pemilik kedai itu menyunggingkan sedikit senyumnya yang terlihat mencurigakan, "Bekerjalah disini dan kau akan diberi upah. Bukankah kau kekurangan uang?"
Memang benar aku butuh lebih banyak uang untuk bertahan hidup disini tapi untuk bekerja disini bukankah terlalu cepat? apalagi aku tak mengenal pria tua pemilik kedai ini.
"Aku akan beritahu terlebih dahulu tapi silahkan dipikirkan lagi tawaran ini. Perlu kau ketahui, aku memberi tawaran hanya sekali tidak ada pengulangan."
Aku menggangguk tanda paham, memang lebih baik beri aku waktu untuk memikirkannya.
"Mereka membicarakan tentang Ortpe tepatnya tentang harta karun Ortpe," kata nya.
"Harta karun? harta karun seperti apa? dan dari mana mereka tahu?" tanya ku penasaran.
Seperti apa ya bentuk harta karunnya? apakah berisi emas dan permata berharga?
"Tentu saja dari sumber-sumber informasi, kau tahukan pasar ini pasar seperti apa? bukan hanya menjual bahan makan tapi juga informasi. Jika kau ingin mengetahui suatu informasi kau harus menyediakan uang yang cukup untuk membelinya," lanjut nya.
"Apa pasar ini sangat terkenal?" tanya ku.
"Tidak, pasar ini tidak terkenal dibandingkan agen-agen informasi di ibu kota. Tapi walaupun begitu informasi dari sini memang tidak diragukan lagi kebenarannya. Contohnya soal harta karun Ortpe, itu memang benar ada dan tersimpan di satu tempat rahasia. Aahh ... juga ada perlombaannya, siapa yang berhasil mendapati harta karun itu akan diberi hadiah yang menggiurkan."
"Siapa orang yang akan memberikan hadiah?" tanya ku.
"Itu tentu saja di rahasiakan oleh pemberi hadiahnya, tidak ada yang mengetahui soal itu."
Jadi mereka berlomba-lomba untuk mencari harta karun Ortpe karna hadiah menggiurkan dari orang yang akan memberi mereka hadiah tapi tak ada yang tahu siapa orang itu. Setelah mendengarnya aku jadi tertarik untuk mencobanya, tapi kemana harus ku cari?
"Kau berminat mencari nya?" tanya pria tua itu, aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya.
"Saran ku sebaiknya jangan ikut-ikutan, kau tak tahu bahaya apa yang akan menanti," ujarnya serius.
Yang diucapkan pemilik kedai ini memang benar, aku yang tak tahu apa-apa akan berada dalam bahaya jika mengikuti perlombaan itu.
"Apa ada lagi yang ingin kau ketahui?" tanya nya.
"Tentang pria tadi yang menolong saya ... mengapa anda merasa kalau dia disuruh orang lain?" Aku penasaran mengenai opininya ini dari tadi.
"Karna aku melihat dia menuju seseorang dan pergi setelahnya. Mungkin saja dia melapor atau kau ada berbuat kesalahan dengan kelompoknya," jawab nya santai.
Bagaimana bisa aku punya masalah dengan kelompok lain sedangkan aku baru saja berada di dunia ini tapi bagaimana jika itu benar? bukankah aku memasuki kehidupan seseorang yang namanya sama dengan ku?
"Menurut anda, apakah mereka berbahaya?" tanya ku, jika mereka berbahaya aku harus memberitahu Wasa.
"Entah lah ... bisa jadi iya bisa jadi tidak. Tapi jika kau punya masalah lebih baik cepat selesaikan, di kehidupan ini yang berkuasa punya harta dan tahta bisa melenyapkan mu dengan mudah," tutur nya.
"Jangan menakuti saya!" sergah ku.
"Aku membicarakan fakta nya," jawab nya. "Karna itu lebih cepat lebih baik untuk kau bekerja disini." lanjut nya.
Setelah mengatakan itu dia pergi keluar dari kedai dan meninggalkan ku, aku menyusulnya keluar dan melihat meja-meja yang berantakan, makanan yang bertebaran sana-sini juga pecahan beberapa kayu dan kaca masih belum dibereskan.
Apa pemilik kedai ini tidak punya pelayan?
Aku mengambil bahan makanan yang ku letakkan tadi disudut kedai ini, sudah waktunya aku menunggu Wasa di Pohon Oak. Informasi yang membuat ku penasaran juga sudah ku ketahui.
Aku berjalan meninggalkan kedai itu, walau darah di wajah ku sudah ku bersihkan tapi baunya masih melekat di sekitaran jubah ku yang tadi ikut terpecik tetesan darah. Pulang nanti aku akan mandi dulu baru masak makanan.
Di tengah aku berjalan, aku masih memikirkan informasi yang baru ku dapatkan juga tawaran dari pemilik kedai itu.
Bisakah aku mempercayai nya?
Aku yang tidak memperhatikan jalan dan sibuk berpikir secara tak sengaja menabrak seseorang yang ada di depan ku. Aku mendongakkan kepala dan melihat tubuh yang lebih tinggi dari ku ini dengan seksama tapi sayang sekali aku tak bisa melihat wajahnya karna dia memakai jubah dan menghalangi sinar matahari.
"Maaf saya tak sengaja," ucap ku sopan tapi dia tak menjawab.
Beberapa detik dia hanya diam dan tak menjawab, apa dia sedang melihat ku dengan jarak yang dekat ini?
"Permisi," tutur ku.
Aku berjalan ke samping kiri karna dia tak beranjak juga lalu segera pergi dari sana untuk menunggu Wasa.
"Ternyata kamu ..." lirih orang itu setelah aku pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Mei Shin Manalu
Aku mampir lagi Kak... Semangat nulisnya
2023-01-25
0