Usai makan siang bersama, Alicia tiduran di sofa ruangan Adam. Dia malas pulang ke Apartemen dan lebih suka menemani Adam kerja.
" Cia, istirahat saja di dalam! Nanti kalau ada karyawan yang masuk gimana?" tegur Adam.
" Uncle kapan selesai kerjanya?"
" Mungkin habis maghrib, Cia. Pulanglah dulu, kalau ada pasien mendadak Uncle bisa saja tidak pulang."
" Pokoknya Cia tungguin Uncle disini sampai pulang."
Adam menghela nafasnya perlahan lalu menghentikan pekerjaannya. Pria itu duduk di samping Alicia yang masih asyik main game di ponselnya.
" Apa ada yang ingin kamu bicarakan?" Adam merebut ponsel di tangan Alicia.
" Uncle...! Kembalikan ponsel Cia!"
" Tak ada yang ingin kau katakan dengan jujur pada Uncle?" cecar Adam.
Alicia menundukkan wajahnya dengan sendu. Haruskah ia jujur tentang perasaannya? Alicia takut jika cintanya tak terbalas, maka ia akan kehilangan semuanya.
" Cia...!"
" Mmm... Cia mau istirahat dulu di dalam, Uncle." lirih Alicia.
' Kau membuatku bimbang, Cia. Kuharap perasaan ini hanyalah sementara karena kebersamaan kita. Mudah - mudahan rasa ini secepatnya menghilang.' batin Adam.
" Ayo ke kamar, Uncle juga mau mengambil sesuatu di dalam."
Alicia mengikuti langkah Adam masuk ke dalam kamar. Ternyata ponsel Adam tertinggal disana saat sholat zuhur tadi.
" Istirahatlah! Uncle mau kembali bekerja." ujar Adam.
" Uncle_..." lirih Alicia.
" Ya? Kenapa...?"
" Apapun yang terjadi nanti, jangan pernah benci sama Cia, ya?"
" Kamu bicara apa? Akhir - akhir ini sikapmu semakin aneh saja. Mana mungkin aku benci sama keponakan kesayanganku."
" Terima kasih, Uncle."
Alicia memeluk Adam dengan erat dan dibalas hal yang sama oleh pria itu. Keduanya sama - sama saling menyalurkan rasa lewat pelukan hangat.
" Kamu semakin hari semakin dewasa, bijaklah untuk memutuskan sesuatu dalam hidupmu."
" Iya, Uncle. Cia akan berusaha untuk menjadi yang terbaik."
Adam segera keluar setelah memastikan keponakannya tidur dengan nyaman. Walaupun gadis itu sudah beranjak dewasa, namun Adam tetap memperlakukannya selayaknya anak kecil.
# # #
Adam yang sedang berkutat dengan pekerjaannya, dikejutkan dengan suara ketukan pintu diluar. Tanpa mengubah pandangannya dari laptop, Adam menyuruh orang diluar itu untuk masuk.
" Assalamu'alaikum," sapa seorang pria dengan senyumnya yang mengembang.
" Wa'alaikumsalam. Johan? Tumben banget mampir kesini? Apa ada masalah?" kata Adam sedikit kaget dengan kedatangan sahabatnya.
" Tadi habis meeting terus mampir kesini." ucap Johan.
" Hhh... Apa ada yang penting yang mau dibicarakan?"
" Ada. Kemarin ibu kamu telfon aku."
" Ibu? Ngapain ibu telfon kamu?"
" Dia tanya kapan kamu menikah, terus udah punya calonnya atau belum."
" Hufft... Apa ibu tidak bosan menanyakan itu tiap hari. Astaghfirullah..."
Johan tersenyum melihat raut wajah frustasi sahabatnya. Bagaimana ibunya Adam tidak mendesak putra semata wayangnya untuk segera menikah? Usia Adam sudah tidak muda lagi, temannya yang lain sudah berkeluarga semuanya.
" Dam... Apa yang kau harapkan sebenarnya? Sampai kapan kau terus diam seperti ini? Kenapa tidak kau ungkapkan perasaanmu?"
" Haruskah aku jujur soal perasaanku?"
" Tentu saja! Kau harus memperjelas hubunganmu dengannya. Jangan sampai kau menyesal saat dia pergi meninggalkanmu suatu hari nanti."
" Tidak semudah itu, Johan. Aku belum siap jika harus kehilangan dia."
" Kau memang tidak waras, Dam! Sampai kapan kau akan diam seperti ini?"
" Aku harus pertimbangkan dari berbagai pihak, Jo. Kak Rifky, Kak Jonathan dan Kak Hans... Mereka pasti kecewa denganku."
" Jangan jadi pengecut, Dam. Semua tantangan pasti ada resikonya. Ungkapkan semua yang kamu rasakan padanya apapun resikonya nanti."
Adam mencerna semua ucapan Johan. Selama ini hanya Johan yang selalu menjadi teman setia untuk mengungkapkan semua yang ada dalam kehidupannya. Hanya Johan yang tahu kenapa hingga kini Adam masih betah melajang.
" Haruskah aku jujur?" lirih Adam.
Johan sangat gemas dengan tingkah Adam yang menurutnya sangat berbanding terbalik dengan sikapnya selama ini. Dia sampai heran dengan jalan pikiran sahabatnya yang seperti pengecut.
" Apapun yang terjadi nanti, jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari. Kau juga harus memikirkan masa depanmu."
" Hmm... Nanti aku pikirkan lagi. Aku juga masih ragu dengan perasaanku sendiri, takut semua ini hanya karena seringnya kami bersama."
Tanpa mereka sadari, sudah berjam - jam mereka mengobrol hingga hari menjelang sore. Mereka baru sadar saat Alicia keluar dari kamar dan menghampiri mereka.
" Uncle Adam, Uncle Johan...!" sapa Alicia.
" Hei... My daughter, how are you? Sudah lama tidak berkunjung ke rumah Uncle." sahut Johan.
" Sorry, Uncle. Banyak tugas di kampus jadi jarang keluar dari kandang."
" Sudah bangun, Cia? Kenapa keluar? Uncle masih lama kerjanya." kata Adam.
" Ini sudah jam empat sore, Uncle. Kalian pasti belum sholat Ashar."
" Oh iya, sampai lupa. Ayo, Jo... Kita sholat di ruanganku saja."
Alicia duduk di sofa menunggu Adam dan Johan. Banyak pesan masuk dari Salsa yang ia abaikan karena tadi tidur. Satu persatu pesan itu ia buka karena sahabatnya itu tidak akan berhenti sebelum dibalas.
Tak berselang lama, Adam dan Johan sudah selesai dan kembali duduk bersama Alicia. Tidak pernah Johan melihat Adam canggung seperti ini di hadapan Alicia.
" Cia, apa kau sudah punya kekasih?" tanya Johan tiba - tiba.
" Mmm... Tidak, Uncle. Cia tidak pernah dekat dengan siapapun." jawab Alicia.
" Benarkah? Kau sangat cantik, pasti banyak pria yang menyukaimu."
" Cia belum ada yang cocok saja, Uncle Jo."
" Gimana kalau Uncle carikan jodoh untukmu? Rekan bisnis Uncle banyak pengusaha muda yang tampan." Johan melirik Adam yang mendengus kesal.
" Jangan mengada - ada, Jo! Lebih baik kau pulang sana." ketus Adam.
" Apa sih? Aku sedang berbicara serius ini dengan keponakanku yang cantik." sahut Johan.
" Dia harus fokus dengan kuliahnya!"
Alicia menghela nafasnya pelan menatap dua pamannya. Apa yang harus ia lakukan, keduanya sama - sama penting dalam hidupnya walaupun Adam yang lebih dekat dengannya.
" Uncle Jo tahu sendiri aturan yang tertulis untukku." ungkap Alicia sambil melirik Adam.
" Kau bukan anak kecil lagi, sayang. Aunty Medina saja menikah saat lulus SMA." kata Johan.
" Jangan dengerin Uncle Johan, fokus dengan belajarmu." ujar Adam datar.
Tak ingin perdebatan yang lebih panjang, Alicia lebih memilih kembali ke kamar dan beristirahat. Nasehat Adam dan Johan sangat bertolak belakang. Apa yang harus ia ikuti?
" Dam, aku tahu kau membatasi pergaulan Alicia. Jangan egois, dia tidak bisa kau kekang seperti itu tanpa alasan yang jelas." ungkap Johan setelah Alicia masuk ke dalam kamar.
" Aku hanya ingin melindunginya." kilah Adam.
" Melindungi dari apa? Dari para pria yang menaruh hati pada Alicia? Kau sangat egois dan pengecut."
Adam merasa terpojok dengan perkataan Johan. Benarkah dirinya egois dan mengekang hidup Alicia? Salahkah dirinya jika melindungi gadis yang sudah diamanahkan oleh kedua orangtuanya?
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments