Episode 3 - Byul

Yuri menatap iba sang adik, kemudian dia mengajak adiknya keluar dari rumah untuk mencari makanan dengan sisa uang recehan yang ada di celengan.

"Kau mau makan apa Byul?"

"Hm, aku mau ramen saja kak." Byul menatap kakaknya sembari tersenyum.

"Mari kita berangkaaat!" Yuri mencoba menghibur Byul dengan candaannya, dan gadis kecil itupun tertawa.

Mereka berjalan menyusuri trotoar untuk pergi mencari makanan.

Disana terdapat beberapa pedagang kaki lima, keduanya masuk disalah satu restoran ramen yang sederhana namun enak.

"Kami pesan ramen biasa satu," ucap Yuri pada salah satu pelayan disana.

"Baik, tunggu sebentar."

Yuri mengangguk kemudian melihat Byul yang sedang memerhatikan sekeliling restoran itu.

"Byul, kakak tidak lapar jadi nanti kau saja yang makan." kata Yuri tersenyum.

"Kakak yakin? Bukannya kakak belum makan sejak pagi tadi?" Byul yang polos menatap Yuri.

"Iya, kakak tidak lapar. Aku akan minum air putih saja."

Byul pun menganggauk, setelahnya pelayan tadi membawakan satu mangkok ramen besar di hadapan mereka.

"Permisi, apakah kami boleh meminta sendok dan garpu ekstra?" tanya Byul.

"Byul, untuk apa? Tidak-tidak perlu!" Yuri menggeleng pada si pelayan.

"Tolong berikan ya," kata Byul.

"Baiklah. Tunggu sebentar." kemudian dia kembali dengan benda yang diminta Byul.

"Byul, aku sudah bilang, kau saja yang makan!" Yuri mencondongkan tubuhnya pada sang adik.

"Aku tidak mau, aku ingin makan ini berdua bersama kakak." Byul menatap Yuri agak lama.

Wanita itu mendengus pelan, dia akhirnya menyetujui permintaan Byul.

Kemudian mereka berdua memakan ramennya sampai habis sembari bercanda satu sama lain.

Di sisi lain, Rang sedang berjalan mengikuti kata hatinya. Dia merasa lapar jadi dia ingin mencari makanan.

Biasanya Rang sangat malas untuk berpergian apalagi jalan sendiri seperti ini. Tapi, entah kenapa kali ini dia ingin sekali memakan ramen.

Di keramaian Rang harus terus menyembunyikan kekuatannya, dia tidak bisa berjalan cepat walaupun dia ingin.

Rang menatap layar ponselnya saat hendak masuk ke sebuah restoran ramen disekitar sana.

BRUG

"Hey! Apa kau tidak punya mata?" kedua alis Rang mengerut mengikuti kerutan didahinya.

"Maafkan aku tuan," Yuri menunduk meminta maaf pada pria yang terdorong oleh dorongan pintu.

"Maaf katamu?" Rang masih belum menyadari bahwa Yuri lah yang ada dihadapannya.

"Tuan, maafkan kakak ku." Byul mendangak ke arah pria berpostur tinggi dengan balutan tuxedo merah itu.

"Kau! Bilang pada kakakmu untuk berjalan menggunakan matanya!" Rang mendecit kesal.

"Bukankah jalan seharusnya menggunakan kaki?" Yuri bergumam.

"Aku bisa mendengarmu!"

"Ah rupanya kau!" lanjut Rang.

"Pak Rang?" Yuri mengerutkan dahinya.

"Kau bahkan mengumpat dibelakangku! Apa namaku terdengar seperti serangga bagimu?"

Yuri tertegun, darimana dia tahu bahwa Yuri telah mengumpat dan menghina nama pria itu.

"Tentu saja tidak, namamu sangat bagus sekali. Aku sangat kagum." mata Yuri berbinar seolah benar-benar terkagum pada Rang.

Rang mendengus menatap wanita itu dengan sinis.

"Tuan, apakah kau kenal kakakku?" Byul menatap Rang menunggu jawabannya.

"Ya, kakakmu melamar pekerjaan di perusahaanku. Tapi, jangan banyak berharap, dia sudah ku tolak." Rang membungkuk untuk berbisik ke arah Byul.

Yuri yang mendengar itupun langsung menarik Byul ke pelukannya.

"Pak! Adikku tidak perlu tahu dan kau tidak perlu menjelaskannya pada adikku."

"Memangnya kenapa?"

"Dia akan sedih!" Yuri menatap Rang dengan tajam.

Kemudian, suara tangisan Byul mulai terdengar dengan keras.

Rang yang melihatnya langsung membelalak, "sudah kubilang dia akan sedih! Ini semua salahmu!" seru Yuri pada pria itu.

"Anak manis, jangan menangis kakak akan belikan kau es krim ya? Bagaimana?" Rang mencoba membujuk Byul.

Dia menggeleng, "aku tidak mau!"

"Baiklah, apapun yang kau mau akan aku kabulkan. Tapi, kumohon jangan menangis, semua orang melihat kearah ku sekarang." Rang merasakan semua orang menatapnya tanpa berkedip.

"Aku ingin kau menerima kakakku bekerja ditempatmu!"

Rang kemudian berdiri tegak dan menyilangkan tangannya.

"Ah kalian menjebakku? Kalian sengaja melakukan hal ini ya?"

Tiba-tiba suara tangisan Byul semakin mengeras.

"Huaaaaaaaaaa"

"Heyyyyy! Diam! Baiklah-baiklah. Aku akan menerima kakakmu bekerja untukku, tapi sudah jangan menangis."

"Benarkah?" Mata Byul berbinar, Yuri hanya mengerutkan dahi dan menatap Byul yang pintar.

"Besok, datanglah ke kantorku!" kata Rang sembari meninggalkan kedua orang itu dan masuk ke restoran.

Yuri dan Byul berjalan kembali ke rumah.

"Byul, apa kau bersandiwara?"

"Bagaimana kak? Aku hebat bukan?" Byul menyeringai dengan lebar.

"Aish, Siapa yang megajarimu seperti itu?"

"Kakak!" Byul tertawa kecil.

"Kakak? Tapi, kerja bagus Byul hehe. Akhirnya, aku akan bekerja diperusahaan itu." Yuri melompat kecil.

"Jangan lupa, setelah mendapatkan gaji pertamamu belikan aku es krim!"

"Tentu saja adik kecil!" Yuri mengacak rambut Byul.

Keduanya pun kembali ke rumah dengan sumringah, mereka berniat memberi tahu sang ibu bahwa Yuri sudah mendapat pekerjaan.

"Ibu, buka pintunya!"

"Ibu," Yuri mengerutkan dahi, dia merasa heran karena tidak ada jawaban.

"Apa ibu tertidur kak?" tanya Byul menatap Yuri.

Perasaan Yuri mulai tidak enak, dia takut ibu tirinya itu melakukan hal yang gila. Tapi, semoga saja semua firasat buruknya itu bukan kenyataan.

Yuri mencoba membuka pintu dengan paksa, namun rupanya pintu itu tidak terkunci.

Betapa kagetnya saat keduanya melihat sebuah kaki menggantung, dengan kursi yang tergeletak di bawah.

Mereka menatap perlahan ke arah wajah wanita itu.

"Aaaaaaaaah!" jerit keduanya.

Setengah jam berlalu, polisi dan ambulan berdatangan. Yuri dan Byul memakai baju berkabung dan menunggu jasad ibunya kembali dari rumah sakit untuk di kremasi.

Byul menangis tersedu di pelukan Yuri, betapa traumanya anak itu melihat ibunya menggantungkan diri di rumah mereka.

Begitupun dengan Yuri, bagaimanapun dia menyayangi ibu tirinya.

Kini, dia dan Byul hanya hidup berdua. Sebisa mungkin Yuri harus menghidupi Byul dengan layak.

Setelah jasadnya dikirim ke rumah duka, Yuri menunggu beberapa tamu dan kerabat yang datang. Bahkan keluarga mendiang ibu tiri mereka pun datang untuk memberi penghormatan terakhir.

"Ini semua karena ayahmu!"

Yuri yang sedang menunduk sedih pun kini mulai menatap seorang wanita usia 50 tahunan yang ada dihadapannya.

"Kenapa kau membawa ayahku dalam masalah ini?" Yuri mengerutkan dahinya.

"Karena ayahmu, adikku menderita!" rupanya wanita itu adalah kakak dari mendiang ibu tiri Yuri.

"Karena itu, aku akan mengambil dan membawa Byul untuk tinggal bersamaku!"

"Kau tidak bisa melakukannya!" Yuri menggeleng.

Sekarang Byul sedang makan hidangan di rumah duka bersama keluarga yang lain.

"Aku bisa! Apa kau tidak berpikir bagaimana jadinya jika Byul hidup bersamamu?"

Yuri hanya bisa menangis, dia paham bahwa dia belum tentu bisa menjanjikan kebahagiaan dan kehidupan layak untuk Byul.

Tapi, dia akan merasa sangat sakit jika harus membiarkan adiknya hidup bersama orang lain.

Terpopuler

Comments

Dewi

Dewi

Seketika kebahagiaan tadi berubah menjadi duka mendalam, walaupun ibu tiri tapi beliau sudah lumayan baik dalam menjaga Yuri maupun Byul. Jadi kasian sama Byul, moga aja nggak dibawa sama kakak dari ibu tiri Yuri

2023-02-07

1

Irma Kirana

Irma Kirana

Maaf baru mampir lagi kakak ❤️

2023-01-31

1

ArgaNov

ArgaNov

Hai Kak, aku singgah sampai bab ini dulu ya, nanti aku singgah lagi.

Aku tunggu kedatangannya di Tukar Jiwa🥰

2023-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!