Kal tinggal sendirian di ruang kerja ayahnya, dengan beberapa makanan yang tadi di pesannya sudah ada di hadapannya.
Dengan wajah senang dan bersemangat, gadis muda itu makan semua makanan yang rata-rata pedas. Ada pula dua gelas besar minuman dingin di meja.
Kal menimati makanan pedasnya, sesekali mulut gadis itu terbuka karena kepedasan. Kal ingin melampiaskan rasa sakit hatinya dengan makanan pedas.
Karena menangis di pelukan ayahnya tadi tidak sampai membuat hatinya lega. Akibat pertanyaan ayahnya yang membuat air matanya berhenti seketika.
"Hah, pedas banget sih! Apa aku salah pilih level pedesnya, ya?" Gumam Kal sembari terus menikmati makanannya.
Setengah jam berlalu, makanan pedas di meja masih tersisa satu porsi lagi. Wajah Kal sudah memerah akibat kepedasan.
"Mbak, boleh minta tolong buatin susu?" Kal berbicara pada asisten ayahnya yang duduk di meja depan pintu ruang kerja ayahnya.
"Maaf Non, tapi tidak ada susu di pantri," ucap sang asisten.
"Kalau jus?"
"Jus juga tidak ada, Non. Yang ada hanya kopi dan teh."
"Kopi aja deh, Mbak. Tapi yang pahit, trus tambahin es kalau ada."
"Iya, Non. Sebentar, saya ambilin dulu."
Kal masuk lagi ke dalam ruangan ayahnya dengan pintu ruangan yang tetap terbuka.
Gadis yang sedang kepedasan itu nampak berusaha menetralkan rasa pedas di mulutnya. Dua gelas minuman dingin yang di belinya tadi sudah habis.
Sedangkan makanan pedasnya masih ada satu porsi lagi. Kal memakan makanan itu pelan-pelan sembari menunggu kopinya.
Tak berapa lama, datanglah asisten ayahnya membawa secangkir kopi hitam.
"Ini kopinya, Non. Tapi tidak ada es, jadi saya pakai air dingin saja."
"Tidak apa, Mbak. Terimakasih."
Kal yang masih asik makan sembari kepedasan meneruskan makannya setelah melihat sebentar pada asisten ayahnya. Tanpa menyadari keberadana orang lain di belakang wanita itu.
"Silahkan duduk, Tuan. Maaf, atas ketidak nyamanan tempatnya. Pak Indra akan selesai rapat 5 menit lagi," ucap wanita itu.
"Jika Tuan tidak berkenan menunggu di sini, saya akan antarkan ke ruang tunggu."
Asisten ayah Indra tidak bermaksud menyinggung keberadaan Kal yang membuat berantakan ruangan ayahnya.
Hanya merasa takut akan pandangan buruk tamu mereka dengan keadaan ruangan sang Direktur.
"Bagaimana, Bos?" Tanya pria yang berdiri di belakang seseorang yang di panggil bos.
Tanpa menjawab apapun, pria itu langsung duduk di sofa tepat di hadapan Kal yang masih asik dengan dunianya sendiri.
"Tidak masalah, kami akan menunggu di sini," ucap pria bawahan si bos.
"Baiklah, kalau begitu saja permisi." Si asisten keluar dari ruangan setelah memastikan tamunya tidak terganggu dengan keberadaan anak tuannya.
"Huah, pedas." Kal yang sudah menyelesaikan porsi terakhirnya langsung menyambar kopi dingin buatan asisten ayahnya.
Meminum kopi pahit itu hingga tandas meski dengan kedua mata di pejamkan erat.
"Uwek, pahit banget sih," keluhnya sembari mengeluarkan lidah.
Setelah meletakkan gelas kopi di meja, barulah Kal mengangkat pandangannya ke depan. Keningnya berkerut dalam melihat ada dua orang asing di ruangan sang ayah.
"Siapa kalian?" Tanyanya.
"Kami tamu," sahut pria yang berdiri di belakang sofa.
"Tamu? Tamu ayah?"
"Ayah? Ayah siapa?" Tanya si pria yang berdiri.
"Ayah Indra ... astaga."
Kal yang baru menyadari apa yang di bahasnya dengan orang asing di hadapannya langsung merapikan meja. Semua wadah makanan dan minumannya di masukkan ke dalam plastik.
Lalu di bawa buang ketempat sampah, tak lupa pula dengan meja yang terkena cipratan kuah dari makanannya tadi.
Karena tidak ada lap, maka Kal menggunakan tisu di meja untuk membersihkannya. Setelah di rasa meja bersih, mata Kal melihat ada bekas sobekan plastik makanannya di bawah meja.
Gadis itu tanpa malu menunduk ke bawha meja dan mengambil sampah itu. Saat akan keluar, tanpa sengaja kepalanya menghantam meja kaca berwarna hitam itu.
"Aduh, siapa sih yang taruh meja di sini? Kesal Kal sembari memegangi kepalanya yang sakit keluar dari kolong meja.
"Kamu sedang apa, Nak?"
Kal menolehkan kepalanya ke arah pintu, ada ayah dan kedua saudara laki-lakinya di sana.
"Kepala kamu kenapa?" Panik ayah Indra kala menyadari putrinya yang memegangi sembari mengelus kepalanya.
"Kehantam meja, Yah." Semakin paniklah ayah Indra mendengar ucapan Kal.
"Kok bisa? Siapa yang lakuin itu sama kamu?"
"Yang pasti ulah dia sendiri, Yah." Edo mengusap kepala Kal.
"Siapa suruh mejanya di situ?" Cemberut Kal.
"Mejanya memang di situ sejak awal, kamu aja yang ceroboh," ucap Ferdi.
"Biarin, blekk."
Kal semakin cemberut mendengar ucapan Ferdi.
"Sudah, sudah, malu ada tamu." Lerai ayah Indra.
"Ferdi, bawa adik kamu jalan-jalan sebentar. Ada yang mau Ayah dan Mas Edo bahas dengan Pak Delon."
"Tidak mau, nanti bukannya jalan-jalan malah Mas Ferdi asik pacaran online," cibir Kal.
"Yang penting tidak jomblo seperti kamu," balas Ferdi pada adiknya.
Memang di keluarga ayah Indra, tidak ada satu orang pun yang tahu kalau Kal pernah pacaran. Alasannya, Kal yang tidak mau mengenalkan pada keluarganya.
Antara ragu dan takut tidak di setujui, Kal tidak pernah membahas tentang Boy pada keluarganya.
Jadi ketiga pria tercinta Kal itu tahunya bahwa Kal masih jomblo. Pada hal baru patah hati.
"Ya sudah, kalau tidak mau. Kamu duduk di kursi kerja Ayah saja," ucap ayah Indra.
Kal menatap Ferdi mengejek, lalu mengarahkan jari telunjuk serta jari tengahnya ke arah kedua matanya. Kemudian di arahkan kedua jari tadi ke tatapan Ferdi.
Pertanda kalau urusan mereka belum selesai. Ferdi sendiri hanya terkekeh melihat kelakuan adiknya yang selalu saja saling menjahili dengannya.
Kal duduk di kursi empuk milik ayahnya dengan santai. Meski duduk santai, tetap saja Kal tidak mau diam di tempatnya.
Kursi empuk itu di putar-putar oleh Kal, bahkan sesekali gadis itu terkekeh karena merasa senang mendapatkan mainan baru.
Kal bahkan memutar kursi ayahnya sampai berputar 360%. Gadis itu tertawa lepas bermain kursi putar sendirian tanpa perduli dengan para pria yang sedang sibuk.
Ayah Indra bahkan sampai harus menegus Kal karena suara tawa gadis itu yang menggema di dalam ruangan.
Gadis itu hanya diam sesaat saja ketika di tegur, selanjutnya akan tertawa lagi ketika merasa sangat bahagia.
Delon, pria pendiam yang sedang mendiskusikan bisnis dengan ayah Indra sesekali curi pandang pada Kal.
Tawa lepas gadis itu yang tanpa beban begitu menarik perhatiannya.
Apa seseru itu bermain kursi? Bahkan itu terlihat membosakan bagiku. Tapi dia malah tertawa begitu bahagia, batin Delon.
Kal yang lelah bermain akhirnya terdiam dengan kursi menghadap kaca jendela. Menatap pemandangan kota dari ketinggian. Hingga tanpa sadar kedua mata gadis itu terpejam.
"Terimaksih atas kerja samanya, Pak Delon." Ayah Indra menjabat tangan Delon setelah selesai diskusi mereka.
"Sama-sama, Pak Indra. Kami permisi," ucap Delon.
"Silahkan. Edo, antar tamu kita." Edo mengangguk mengiyakan.
Setelah kepergian tamunya, ayah Indra melihat ke arah kursinya yang sudah senyap dan tak ada pergerakan.
"Sudah tenang?" Pria paruh baya itu berjalan mendekati kursinya.
"Paling tidur, Yah. Kecapean main," sahut Ferdi.
Ayah Indra menghela napas sembari tersenyum melihat anak gadisnya tertidur meringkuk di kursinya.
"Ayah pulang duluan," ucap pria itu.
"Iya," sahut Ferdi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
lmyn menarik juga ceritanya
2023-10-12
0
Zamz Hasanah
aku suka cerita nya awal mula yang bagus👍
2023-02-12
0