"Kal!" Panggil seseorang yang merupakan ayah dari Kal.
"Ayah," seru Kal senang berjalan mendekati ayahnya.
"Kangen, Ayah." Kal memeluk ayahnya dengan manja.
"Astaga, baru juga sebentar kita tidak bertemu. Bahkan belum ada 12 jam."
"Memangnya kalau kangen harus pakai jam, ya? Tidak boleh kangen kapan saja?" Cemberut Kal.
Ayah Indra tertawa mendengar ucapan anak gadisnya.
"Gemesin banget sih, gadis Ayah."
"Ih, Ayah. Aku bukan anak kecil lagi, jangan cubit pipiku." Protes Kal karena ayahnya yang masih saja suka mencubit kedua pipinya gemas.
"Baiklah, baiklah, sekarang anak gadis Ayah sudah besar. Kita keruangan Ayah dulu, sebentar lagi Ayah ada rapat."
Kal hanya menurut saja, karena ia memang sedang membutuhkan ayahnya.
"Pak! Sini!" Pak Satpam yang tadi bersama Kal datang mendekat.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Kasih helm kamu sama bapak ini," ujar ayah Indra pada Kal.
Kal menyerahkan helmnya seperti apa yang di katakan ayahnya.
"Kuncinya juga."
"Untuk apa, Yah? Nanti aku pulangnya gimana?" Tetap melakukan apa yang ayahnya katakan.
"Nanti pulangnya sama Ayah."
Setelah helm dan kunci motor Kal di berikan pada pak Satpam. Ayah Indra membawa Kal ke ruangannya.
"Tolong minta seseorang antar motor itu ke rumah," ucap ayah Indra pada Satpam sebelum pergi.
"Baik, Pak."
Ayah dan anak itu berjalan bersama menuju lift. Kal yang memang manja pada ayahnya sudah menempel di lengan ayah Indra dengan nyamannya.
"Tumben banget kamu mau datang ke sini? Biasanya kalau Ayah ajakin, kamu tidak pernah mau."
"Tadi, kan udah aku bilang."
"Kangen, Ayah? Biasanya kalau kangen Ayah, tidka pernah mau datang. Malah Ayah yang di suruh pulang."
"Kali ini lain, Yah. Kangennya sudah tidak tertahankan."
"Ada-ada saja kamu." Ayah Indra mengelus kepala putrinya sayang.
Semenjak ibu kandung Kal meninggal saat putrinya masih berumur 10 tahun. Ayah Indra mencurahkan segala cinta dan kasih sayangnya pada sang putri dan kedua anak laki-lakinya.
Bahkan saat ibu dari ayah Indra menjodohkannya dengan seorang janda anak satu. Kasih sayang ayah tiga anak itu tidak pernah berkurang.
Ayah Indra sempat menolak perjodohan yang di atur oleh ibunya. Tapi yang ada justru hinaan yang di dapatkan ayah Indra dan anak-anaknya.
Karena memang ibu kandung ayah Indra tak peenah merestui pernikahan ayah Indra dengan ibu kandung Kal.
Demi kedamaian keluarganya dan diamnya sang ibu. Ayah Indra menikahi wanita pilihan ibunya secara sirih. Sempat mendapat penolakan dan amarah dari ibunya, namun ayah Indra tegas dengan keputusannya.
Menikah sirih atau tidak sama sekali, akhirnya ibu dari ayah Indra setuju. Dan terjadilah pernikahan itu, ayah Indra terus memantau apa yang terjadi di rumahnya.
Terutama dengan anak-anak yang di tinggalkannya di rumah. Juga putri satu-satunya yang paling di khawatirkannya.
"Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Ayah, pergi rapat sebentar."
"Kok ayah pergi sih? Kal masih kangen, Yah."
Kal memeluk erat ayahnya, tak ingin di tinggalkan.
"Sebentar aja kok, Nak. Ayah, janji deh."
"Tidak mau, Ayah di sini aja temenin aku."
Kal menangis di pelukan ayahnya, ia benar-benar butuh ayahnya untuk mengobati sakit di hatinya. Kal tak pernah ragu memeluk dan menunjukkan kelemahannya di depan sang ayah.
Karena hanya sang ayah dan kedua saudara laki-lakinya yang mengerti dirinya.
"Eh, eh, eh, kok menangis? Kamu kenapa, Nak? Apa ada masalah di kampus?" Tanya ayah Indra khawatir.
"Jangan pergi, Yah! Di sini aja." Kal semakin mengeratkan pelukannya pada ayahnya.
"Baiklah, baiklah, Ayah tetap di sini. Tapi kenapa kamu menangis?"
Kal tiba-tiba melepaskan pelukannya dan menatap ayah Indra cemberut.
"Ayah, biar aku selesai nangis dulu. Nanti baru Ayah tanya lagi kalau sudah selesai."
Hahahaha
Ayah Indra tertawa melihat wajah cemberut anak gadisnya. Bagaimana mungkin orang menangis bisa mengajukan protes dengan wajah cemberut saat ada yang bertanya padanya.
Apa lagi di minta untuk menunggu sampai yang menangis selesai baru bertanya. Ada-ada saja anaknya ini.
"Maaf, sayang. Silahkan di lanjutkan menangisnya," ucap ayah Indra.
"Sudah tidak bisa menangis lagi. Ayah, sih." Protes Kal masih cemberut pada ayahnya sembari mengusap air matanya.
"Astaga, Nak. Orang lain kalau menangis, ya menangis saja. Jika ada yang bertanya seperti Ayah tadi, mereka pasti akan menjawab. Bukan protes dengan wajah cemberut seperti kamu."
Ayah Indra masih tertawa akibat ulah anaknya. Ia senang juga karena Kal berhenti menangis. agi ayah Indra, air mata Kal merupakan kehancuran hatinya.
Ayah tiga anak itu selalu berusaha bagaimanapun caranya agar anak-anaknya tidak menangis. Terutama Kal, yang paling membutuhkan kasih sayang penuh darinya.
"Huh, Kal marah."
"Ya sudah, Ayah pergi sajalah."
"Ayah ..." rengek Kal kembali memeluk ayahnya.
Kal menangis tadi bukan karena tidak mau di tinggalkan ayahnya. Melainkan karena rasa sakit di hatinya yang tiba-tiba mencuat kala bersama sang ayah.
Pelukan nyaman ayah Indra membuat Kal betah berlama-lama di peluk. Mencurahkan sakit hati melalui tangisan memang berguna untuk sedikit mengurangi beban di hati.
"Tadi siapa ya, yang bilang kalau dirinya bukan lagi anak kecil? Tapi, kenapa sekarang orang itu malah merengek seperti anak kecil?" Kekeh ayah Indra menggoda anaknya.
"Ayah yang buat aku jadi anak kecil."
"Loh, kok ayah?"
"Ayah sering peluk aku, trus juga Ayah masih suka perlakukan aku seperti anak kecil."
"Ya, karena kamu memang putri kecil Ayah yang paling cantik dan menggemaskan."
"Sayang, Ayah."
"Ayah, juga sayang kamu. Anak gadis, Ayah."
Tiba-tiba pintu di ketuk dari luar, membuat pelukan ayah dan anak itu terlepas.
"Masuk," ucap ayah Indra.
Pintu terbuka, muncullah seorang pria tampan ke dalam ruang kerja ayah Indra.
"Kal!" Ucap pria itu kaget akan keberadana adik perempuannya di ruangan sang ayah.
"Mas Edo." Kal berdiri dari duduknya dan memeluk Edo.
"Tumben kamu di sini? Kapan kamu datang?"
"Tadi sampai. Aku lapar, Mas." Kal tersenyum lebar menatap Edo.
"Kamu tunggu di sini aja, ya? Mas sama Ayah mau rapat dulu. Kamu pesen aja makanan yang kamu mau, Mas yang bayar."
Edo mengeluarkan dompetnya lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Kal. Tentu saja Kal tidak akan menyia-nyiakan kesempatan baik itu.
"Ya, sudah. Kal tunggu di sini, lama juga tidak masalah." Senyumnya menatap Edo senang.
"Ayah sama Mas Edo pergi sekarang, sudah mepet waktunya." Ayah Indra berdiri pula mendekati kedua anaknya.
Bersyukur ia dengan kedatangan Edo, ada orang yang dapat mengalihkan kemanjaan Kal. Jadi ia bisa di tinggalkan sebentar tanpa banyak protes lagi.
Kal mengangguk, tak masalah baginya di tinggalkan di ruang kerja ayahnya sendirian. Asal ada makanan, maka gadis itu akan duduk diam di tempat.
"Jangan nakal kamu, duduk yang anteng di sini." Perintah Edo.
"Siap, bos." Kal mengangkat tangannya ke atas alis memberi hormat pada Edo.
Setelah memastikan Kal duduk diam dan tidak menolak di tinggal. Barulah ayah Indra dan Edo pergi dari ruangan itu dengan Kal yang duduk anteng bermain ponsel memesan makanan yang ia inginkan.
Tentu saja dengan uang pemberian Edo untuk membayar makanan yang di pesan Kal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nih contoh ayah idaman banget, Biasanya yg ku baca tuh, Si ayah sanggup buang anak kandung demi istri baru dan anak tirinya,, Saat udah tau kelakuannistri dan anak tiri dan udah tua dan sakit2an baru cari anak kandung dan memelas kayak minta sedekah, Yg Bodohnya si anak malah mau menerima ayahnya kembali dan memaafkan semua perilaku ayahnya dulu, Bego gak tuh??!
2023-08-15
0