Seniman dan cermin Aides

11 tahun kemudian...

Goresan demi goresan halus tertuang di atas canvas yang semula bewarna putih. Terdengar alunan musik klasik yang memenuhi ruangan dengan nuansa putih itu. Telihat banyak sekali lukisan disana baik itu dari tema abstrak, potrait, surelisme, klasik, pop art, hingga fantasi dan masih banyak lagi tema lainnya.

Sentuhan akhir nan lembut dari tangan putih mulus yang sudah penuh dengan cat itu menjadikan akhir yang sempurna untuk lukisan itu. Akhirnya, karyanya yang ke 1000 selama 7 tahun terakhir ini telah diselesaikan dengan sempurna.

"Hah.. Akhirnya selesai juga." Seru gadis itu sambil tersenyum tipis, merasa bangga dengan pencapaiannya sejauh ini.

Tok..tok..tok..

"Audrina, ayo makan siang dulu."

"Iya, pa." Teriak Audrina sambil merapikan alat melukisnya. Audrina melirik lukisannya sekilas lalu keluar dari ruangan itu dengan senang.

Tidak terasa, sudah lewat 11 tahun sejak kematian ibunya. Kini Audrina sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pemalu yang berusia genap 18 tahun. Ia masuk ke salah satu sekolah seni yang berada di tengah kota dengan beasiswa yang diperolehnya melihat dari portofolio yang hampir 7 tahun terakhir ini ia kumpulkan. Jerih payahnya tidak sia-sia.

Seminggu dari sekarang, ia akan menghadiri acara penghargaan yang akan diadakan di conventional hall terbesar di kotanya.

Audrina mendekati meja makan yang sudah ada ayahnya disana. "Hai, pa." Sapanya.

Key tersenyum tipis. "Makan dulu."

"Iya," jawab Audrina singkat seraya menarik salah satu kursi dan duduk di sana.

Setelah makan, Key tampak sedang memeriksa ponselnya dan menatap Audrina. "Bagaimana lukisan kamu?"

"Sudah selesai, pa. Tinggal Ody dokumentasikan." Jawab Audrina sambil merapikan piring yang kotor untuk selanjutnya ia cuci.

"Baiklah, papa pergi ke kantor dulu ya. Sepertinya akan pulang telat hari ini," ucap Key sambil mencium puncak kepala Audrina lembut.

"Hati-hati, pa."

Audrina melihat bayangan ayahnya melewati pintu dan kembali lanjut untuk mencuci piringnya. Setelah itu, ia kembali ke ruang kerjanya dan mendokumentasikan karyanya dengan kamera dslr miliknya. Ia menghiasi dengan beberapa atribut untuk menghasilkan gambar yang estetik dan terkesan pure dengan menggunakan beberapa barang yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Selesai mengambil dokumentasi, ia langsung membuka laptopnya dan mengirimkan file karyanya ke situs dan beberapa berkas yang harus dikumpulkannya. Audrina sedikit merenggangkan pungungnya dengan bersandar ke kepala kursinya. Ia mengalihkan pandangan ke lukisan terakhirnya itu.

Perlahan ia mendekati lukisan itu sambil terus membaca tulisan yang sudah di cetak disana, 'Love in Siren'. Itu tema dari lukisannya kali ini.

Terlihat dua tokoh yang tergambar disana, manusia dan siren dengan ekor berwana putih kebiruan dengan kilap keabuan di sekitar sirip pada bagian pipi, torso hingga tangannya. Mata kehijauan dan selaput itu mengingatkannya akan mimpi yang selalu dan selalu saja mendatangi tidurnya.

"Aoi," ucapnya perlahan sambil menatap lekat lukisan itu.

'Ody..'

Suara lembut itu kembali terdengar dan memanggilnya, ia menoleh ke belakang. Di sana ia bisa melihat sosok Aoi sedang melambaikan tangannya dengan senyum khas yang menampilkan taringnya. Manis sekali, pikirnya.

Aoi yang dilihat- lihat belakangan ini bukan Aoi kecil yang dulu ia lihat. Aoi kini sudah tumbuh menjadi lelaki tampan seumuran dengan Audrina saat ini. Rambut hitam yang dulunya pendek sudah sangat panjang hingga mengenai pimggangnya. Rambut Aoi sudah tumbuh sepanjang rambut Audrina saat ini.

Audrina mendekati Aoi.

"Aoi, bagaimana kabarmu?" tanya Audrina dengan lembut.

"Baik, bagaimana denganmu?" Aoi gantian bertanya.

"Baik juga." Audrina tersenyum tipis. Aoi yang melihat senyuman Audrina terdiam lalu mengelus perlahan rambutnya. Tangan Aoi turun menyentuh pipi Audrina.

"Tanganmu lembut sekali. Tanganku saja kalah." Audrina memegang tangan Aoi yang berada di pipinya

Aoi terkekeh pelan. "Aku kan melakukan perawatan ala siren," godanya.

"Mau juga dong," rengek Audrina.

"Mana bisa, ándras lemah seperti kamu tidak akan kuat." Aoi mencubit pipi Audrina.

"Ih, aduh. Jangan dicubit!" Kesal Audrina sambil berusaha melepaskan tangan Aoi dari pipinya.

Aoi tertawa. "Nah, gitu aja sakit kan?" Goda Aoi lagi.

Audrina tampak kesal. "Perawatan itu mana ada yang gak sakit," sergah Audrina lagi tidak mau kalah.

"Kalau kamu mau perawatan siren, kamu harus jadi siren juga," celetuk Aoi.

Kalimat ini selalu terlontar dari Aoi apabila bertemu dengan Audrina. Terkadang Audrina sempat memikirkan akan mengiyakan hal itu, tapi mulutnya seakan mengunci untuk melontarkan kalimat itu.

Aoi menoleh ke belakang. Seakan tau kebiasaan Aoi itu, Audrina memasang wajah sedih dan memeluk Aoi. "Jangan pergi dulu," rengek Audrina yang masih belum puas bertemu dengan Aoi saat ini.

Aoi yang mendapat pelukan itu langsung membalas pelukan Audrina lembut, seraya memegang bahu dan menyatukan kening mereka. Cahaya putih kemudian terpancar dan Aoi kembali menatap manik mata Audrina dengan dalam, iris mereka bertemu.

"Kita pasti akan bertemu lagi," seruAoi sambil tersenyum.

Saat itu Audrina membuka matanya, ia ketiduran. Aoi kembali muncul dan mimpi yang selalu tampak nyata itu membuatnya tersenyum perlahan. Kehadiran Aoi membuatnya tidak kesepian dan selalu membuatnya merasa nyaman.

Walau hanya dalam mimpi.

...****************...

Audrina berjalan menuju panggung saat namanya dipanggil dan dinobatkan sebagai penerima penghargaan youth painter potensional yang telah menyelesaikan 1000 karya lukisan yang telah dibuat selama 7 tahun terakhir. Terlihat senyuman manisnya terukir di sana, ayahnya dan ribuan orang menyambutnya dengan antusias diiringi tepuk tangan yang meriah. Gaun abu-abu dan hiasan rambutnya serasi dengan kerendahan hati Audrina.

Salah satu MC memberikan bunga kepada Audrina dan juga piala beserta dengan piagam penghargaan. Audrina menundukkan kepalanya sambil tersenyum dan menerima semua itu dengan bahagia.

Acara penyerahan sudah selesai, saatnya sesi wawancara. Audrina menerima sekitar 5 penghargaan internasional dan 2 penghargaan nasional karena karyanya. Selama sesi wawancara, Audrina selalu menjawab pertanyaan dengan singkat dan jelas.

Hampir satu jam lebih wawancara dilakukan, akhirnya Audrina bisa beristirahat diruang ganti dengan tenang. Sungguh hari yang sangat melelahkan.

Ting..

Terdengar notif pesan masuk dari ponselnya.

...✉️ 1 pesan diterima...

Zayn

Selamat, Audrina! Semoga tahun depan dapat lebih banyak lagi penghargaannya. Aamiinn...

22.53✔️✔️

Audrina membaca pesan itu dalam diam. Tidak ada sedikitpun niatan untuk membalasnya. Seketika ia kembali teringat Aoi dan matanya mengeluarkan air mata. Seperti mengetahui perasaan Audrina saat ini, tiba-tiba Aoi muncul dihadapannya dan menghapus air matanya itu.

"Hei, jangan menangis." Aoi menangkup wajah Audrina. Audrina masih sesengukan menangis. "Aoi ada disini, Ody jangan nangis lagi ya.." Aoi menatap manik mata Audrina yang dalam.

Audrina seakan terlela dengan tatapan dalam yang diberikan Aoi mulai berhenti menangis.

"Aoi." Panggil Audrina lirih. Aoi menyatukan kembali kening mereka dan Audrina tersadar kembali dari tidurnya.

Aoi selalu melakukan itu untuk mengikat Audrina dengannya. Agar mereka selalu bersama dan bergantung satu sama lain. Ikatan yang tanpa disadari mulai mengerat dan sangat sulit untuk diputus.

Aoi sengaja melakukan itu, sehingga Audrina akan selalu mengingatnya. Tanpa sadar, Audrina memang tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Aoi. Ikatan yang diberikan Aoi tanpa sadar menghilangkan rasa kesepian dan jenuh dari dalam diri Audrina. Ia lebih memilih meninggalkan semua kegiatannya untuk berjumpa Aoi dalam tidurnya.

Aoi sudah hampir menguasai Audrina dalam pikirannya. Mungkin suatu saat dia juga akan bisa menguasai hati dan tubuhnya.

...****************...

Aoi mengibaskan ekornya dengan kuat dan lihai menuju ke dasar danau, dimana ia dan kaumnya mendekati sebuat kastil biru kecil yang berada tepat di sebelah pilar putih besar yang ada disana. Saat Aoi melewati pintu kastil itu, suara detingan seperti lonceng kecil yang halus mulai terdengar seakan menyambut kedatangan. Suara itu perlahan hilang saat Aoi duduk di sebuah batu biru terang yang cukup besar dan berhadapan langsung dengan kerang besar bewarna putih yang terdapat cermin bundar disana. Cermin itu berkilau saat terkena sinar dari sisik Aoi.

Aoi mengelus pelan permukaan cermin sambil berbicara kepada cermin itu.

...'O kathréfti ton Aidón, dóse mou pliroforíes' (Wahai cermin Aides, beri aku informasi!)...

Seketika cermin itu terasa seperti bergerak dan seperti berbicara kepadanya. Suara lirih dan serak keluar dari cermin itu, lalu ia bertanya kembali kepada tuannya.

...'Ti pliroforíes o árchontá mou, o Aoïchán gios tou Ágies?' (Informasi seperti apa wahai tuanku, Aoihan putra Aeyes?)...

Aoi tersenyum simpul.

...'Fysiká. I agapiméni mou, i Audrina kóri tou Keynanda Alvaro' (Tentu saja. Kekasihku, Audrina putri dari Keynanda Alvaro)...

...'Nai, árchontá mou, o Aoïchán gios tou Ágies' (Baik tuanku, Aoihan putra Aeyes)...

Cermin itu samar-samar mulai menampilkan sosok Audrina disana. Terlihat Audrina yang sedang melukis dan terdapat beberapa cat yang mengenai pipinya. Aoi mengelus pelan wajah Audrina dari cermin, seketika Audrina terperanjat kaget karena sentuhan halus yang tiba-tiba saja.

Bisa dilihat dari cermin, Audrina seperti tau siapa yang mengelus pipinya. Aoi tersenyum sangat manis sampai menaikkan sirip di punggungnya. Audrina seperti berbicara kepada Aoi dan menuliskan sesuatu di sebuah kertas lalu membalikkannya. Audrina memanyunkan sedikit bibirnya, dengan memegang tulisan 'Aoi jangan gangguin Ody, ini tugasnya gak siap-siap nanti.'

Aoi tertawa kecil memperlihatkan gigi taringnya yang menjadikannya lebih tampan. Sesuai ucapan Audrina, Aoi berhenti menganggunya dengan mengusap rambutnya dari cermin dan menyentuh pelan hidung Audrina.

Sebelum menyuruh cermin untuk kembali tidur, Aoi menatap bibir pink Audrina yang sangat manis. Aoi menyentuh bibir itu, membuat Audrina seketika mematung.

"Tóso ómorfa cheíli." (Bibir yang sangat indah) Aoi bermonolog.

Aoi mendekatkan wajahnya dan mengecup pelan bibir pink Audrina, tanpa Aoi sadari ternyata kedua pipi Audrina sudah memerah saat ini.

Aoi menjauhkan wajahnya dan menidurkan cermin meninggalkan Audrina yang masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

"Ta léme, Audrina." (Sampai ketemu lagi, Audrina)

...'Epistrépste ston ýpno kathréfti ton Aidón' (Kembalilah tidur cermin Aides)...

...'Málista kýrie' (Baik, tuan)...

Cermin itu kembali menjadi seperti bentuk awalnya, menampilkan Aoi yang terseyum dan meninggalkan kastil temoat kediamannya itu.

...----...

Terpopuler

Comments

Ryzen Mikása

Ryzen Mikása

like the tittle!

2023-04-09

0

վմղíα | HV💕

վմղíα | HV💕

lanjut thor 👍

2023-03-28

0

Zana Maria

Zana Maria

wajib di like dan subscribe nih 👍

2023-03-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!