BAB • LIMA

Untuk kesekian kalinya Fania harus menelan kasar kekecewaannya. Hari ini adalah hari tersial untuk Fania. Selain tidak mendapatkan apa yang ingin diinginkan, dia malah diperlakukan seperti seorang pembantu.

"Oh Tuhan ... Apakah Engkau tidak meridhoi jika aku merusak diriku sendiri sehingga aku mendapatkan papa gula yang begitu cuek dan hanya menganggapku sebatas pembantunya saja. Jika memang pria itu sedang membutuhkan pembantu, kenapa tidak mencari pembantu aja. Dasar menyebalkan! Semua ini juga gara-gara Stefany! Entah apa yang sudah dikatakan kepada Om Bara. Bisa-bisanya aku dikatakan orang kampung!" Fania terus mengumpat sepanjang perjalanannya menuju ke lantai bawah.

Sesampainya di lantai satu, Fania langsung menuju ke meja resepsionis untuk menanyakan paketan milik Calvin.

"Sore Mbak. Saya disuruh oleh Calvin Anggara untuk mengambilkan paketan miliknya," ujar Fania tanpa basa-basi kepada wanita yang sedang bertugas.

Wanita yang bertag name Lisa langsung menatap Fania mendalam. "Paketan yang mana, ya?" tanyanya.

Fania pun langsung mengerutkan dahinya. "Yang dititipkan kurir tadi."

"Oh, itu. Itu baru saja diantar oleh office boy."

Fania mendelik dengan tubuh yang masih membeku. Kali ini hatinya benar-benar sangat geram kepada Calvin yang telah mengerjai dirinya.

"Oh, sudah diantar ya." Fania berkata sambil menahan rasa kecewanya karena merasa dibohongi oleh Calvin. Dengan langkah gontai Fania pun memilih untuk kembali ke kamar apartemen milik Calvin. Niat untuk membaut dirinya membuat hidupnya berwarna telah sirna.

"Apa salahku, apa salah hidupku, hidupku yang selalu pilu. Tak ada kesenangan tak ada kebahagiaan, yang ada hanya kesialan!" Fania menyanyikan sebuah lagu dari band favoritnya dengan mengganti liriknya.

Karena terlalu menghayati lirik lagu yang dinyanyikan, Fania tidak memperhatikan jalannya dengan baik alhasil dirinya menabrak seseorang yang sedang berdiri didepannya.

BUG.

Kepala Fania menumbur punggung yang seseorang. Detik itu juga Fania langsung mendongak keatas untuk melihat siapa yang telah ia tabrak. Dengan dada yang berdegup kencang Fania segera meminta maaf pada seseorang yang telah ia tabrak.

"Maaf, saya tidak sengaja," ucap Fania yang telah menyesali keteledorannya jalan tak melihat jalan.

Punggung yang baru saja ditabrak oleh Fania langsung mengembalikan tubuhnya untuk melihat siapa yang telah menabraknya. Saat pertama kali melihat bola mata yang sedang menatap dirinya, sosok itu tersenyum tipis kepada Fania.

"Sekali lagi saya minta maaf," ujar Fania pada pria yang ada dihadapannya saat ini.

"Ya, tidak apa-apa. Kamu tidak apa-apa?"

Fania menggeleng pelan. "Iya tidak apa-apa. aku minta maaf karena tidak sengaja," ulang Fania lagi.

Pria yang ada dihadapan Fania menatap tanpa berkedip, hingga membuat Fania merasa tidak nyaman. Saat Fania hendak melanjutkan langkahnya, seolah pria itu sedang menghalanginya dengan mengikuti arah Fania melangkah.

"Maaf, aku harus permisi," ujar Fania yang sudah merasa risih.

"Oh, silahkan. Semoga lain waktu kita bertemu lagi."

Mendapatkan tatap menusuk dari pria yang ada di ada pada saat ini, Fania membeli berlalu meninggalkannya. Dari sorot matanya, Fania bisa menebak jika pria itu bukanlah pria baik-baik.

"Aduh ... ngapain juga sih mata gak lihat-lihat jalan?!" Fania kembali merutuki dirinya sendiri. "Apakah pria yang tinggal di apartemen ini semua tampan? Aduh Fania ... kamu mikirin apa, sih? Dasar otak messum!" rutuknya lagi.

🌸🌸

Kini langkah Fania terasa melemas saat masuk ke dalam apartemen Calvin. Rasanya ingin sekali mengacak-acak isi apartemen karena telah merasa dibohongi oleh Calvin.

Saat itu juga mata Calvin langsung menangkap sosok Fania yang baru masuk.

"Fan, sorry ya, ternyata paketanku diantar office boy," ujar Calvin serasa tak berdosa pada Fania.

"Iya gak papa-papa," jawab Fania lesu. "Oh iya, Om. Bisa gak malam ini diganti aja malam lain. Kayaknya aku gak enak badan, deh."

Calvin yang sedang menaikkan ponselnya langsung menatap Fania. "Kamu sakit, Fan?"

"Sepertinya, Om," jawab Fania dengan malas.

"Ini gak bisa dibiarkan. Sini, aku panggilkan dokter dulu!"

Fania langsung menggeleng dengan cepat. "Gak usah Om! Percuma saja Om Calvin panggilkan dokter, karena dokter juga tidak akan bisa menyembuhkan perasaanku."

Calvin yang mendengar langsung mengernyit. "Maksud kamu?"

"Aku sedang patah hati, Om. Apakah dokter bisa menyembuhkan penyakit ini?" ujar Fania dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Entah mengapa hatinya sangat terasa sakit saat mengingat hidupnya yang tak pernah dipedulikan oleh orang disekitarnya, terlebih kedua orang tuanya sendiri.

Terlihat Fania hendak menangis, Calvin merasa sangat bersalah. Dengan langkah pelan Kelvin menghampiri Fania dan menuntunnya untuk duduk di sofa.

"Fan, sorry aku gak tahu apa yang sedang kamu alami. Jika saat ini kamu butuh sandaran, bersandarlah di bahuku. Bukankah saat ini kita adalah partner?" ujarnya.

Kepala Fania mengangguk dengan pelan. Ia pun langsung menyadarkan kepalanya di bahu Calvin dan seketika menumpahkan tangisan.

Calvin tidak tahu apa yang terjadi pada Fania. Mungkinkah jika saat ini baru saja putus cinta dan ingin melampiaskan perasaannya dengan cara mencari papa gula? Dengan ragu tangan Calvin mengelus rambut Fania.

"Menangislah sepuasnya karena setelah ini aku tidak akan membiarkanmu menangis."

...🌸🌸🌸...

...BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Arif Muzakki

Arif Muzakki

om Calvin mah modus🤣🤣🤣🤣

2023-01-17

0

Pujiastuti

Pujiastuti

eheeemmm,,,, eheemmm om Calvin mulai nih Fania melancarkan aksinya ambil hati nya siom Fan biar makin sayang sama kamu,,,,

2023-01-12

1

🍃 Mama Muda

🍃 Mama Muda

cieee .... 😂😂😂

2023-01-12

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!