***
Pukul 13.00 dan Naya baru saja selesai mandi.
Wanita itu berjalan keluar dari kamarnya dan hendak mencari makanan ringan di kulkas. Tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat pintu kamar orang tuanya terbuka dan ibunya sedang bersiap-siap.
Ia pun berhenti di depan pintu dan memperhatikan sang Ibu. "Pakai hijab coklat aja Bu" ujarnya memberi saran.
Nirmala terlonjak kaget. Ia menatap Naya tajam. "Bikin kaget aja!" decaknya pelan. Naya tertawa kecil.
"Mau kemana Bu? Rapi banget"
"Menemani Tante Dinar berbelanja perlengkapan tujuh bulanan anaknya" Nirmala menoleh kearah Naya. "Mau ikut?" tanya nya.
"Aku lagi males keluar rumah sih" jawabnya.
"Ikut aja, ada Mika juga nanti" bujuk sang ibu.
Naya berpikir selama beberapa menit, lalu ia pun mengangguk. "Iya deh" ucapnya. "Aku berganti pakaian dulu" sambung Naya lalu berputar kembali ke kamarnya.
Untung saja Naya sudah mandi, sehingga ia tinggal berganti pakaian saja. Ia pun memutuskan untuk menggunakan celan kain berwarna hitam, baju kaos polo berwarna krem dan sneakers putih.
Naya juga membubuhkan bedak ke wajahnya, dan lipstick berwarna pink. Rambutnya ia biarkan tergerai, kemudian ia menyemprotkan banyak parfum ke tubuhnya.
"Cantik!" pujinya kepada dirinya sendiri di depan cermin.
Ia pun melangkah keluar dari kamar setelah mendengar teriakan dari Ibunya.
"NAY BURUAN!"
Naya berjalan menuju ruang tengah, "Ketemu dengan Tante Dinar dimana Bu?" tanya Naya. Ia mencari kunci mobil di dalam lemari tetapi tidak menemukannya. "Kunci mobil dimana sih?" Naya merungut kesal.
"Tante Dinar jemput disini Nay" mendengar jawaban sang Ibu, Naya pun berhenti mencari kunci mobil dan menghampiri ibunya.
"Bu, titip" ujar Naya sambil mengulurkan dompetnya.
Nirmala mendengkus tetapi tetap mengambilnya. "Kebiasaan malas bawa tas!" Naya menyengir pelan dan ia pun mengikuti Ibunya berjalan menuju teras.
"Terus Tante Dinar sudah dimana?" tanya Naya sambil berdiri di samping Ibunya.
"Depan kompleks... Ah itu dia!" sangat bertepatan dengan sebuah mobil berhenti di depan rumah mereka.
Naya pun mengunci pintu rumahnya, lalu berjalan menghampiri sang Ibu. Tak lupa ia menutup pagar, kemudian membuka pintu mobil tersebut.
"Naya ikut juga?" tanya Dinar disaat melihat Naya yang juga memasuki mobilnya.
"Iya Tan, boleh kan?"
Dinar mengangguk cepat. "Tentu saja! Rame-rame lebih bagus, lebih banyak pendapat" jawabnya.
Naya tersenyum lega. Setidaknya dia tidak diusir, ujarnya dalam hati.
Mikaila pun bergeser ketika melihat Naya. Ia segera naik ke pangkuan Naya dan duduk dengan tenang.
"Ini anak pertama Aluna yah Din?" tanya Nirmala.
"Iya. Makanya dia ribet mau semuanya serba bagus" jawab Dinar mengeluh. Nirmala tertawa kecil mendengarnya.
"Kalau Sinta bagaimana? sudah punya berapa anak?" tanya Nirmala penasaran.
"Dia sudah punya dua anak"
"Ohyah?" tanya Nirmala terkejut. Dinar menganggukkan kepalanya. "Cewek atau cowok?"
"Dua duanya cewek. Anak Aluna juga cewek"
"Wah cucu kamu semuanya perempuan yah. Bagaimana bisa empat empatnya perempuan semua, gak ada laki-laki" kata Nirmala tak percaya. Ia tertawa begitupun dengan Dinar.
"Cucu laki-laki nunggu dari Radit aja" cetus Dinar yang disetujui oleh Nirmala.
Tentu saja Naya mendengarnya. Bahkan wanita itu menyimak pembicaraan mereka sejak tadi. Dan ia dapat menyimpulkan jika Dinar memiliki tiga anak. Raditya, wanita bernama Aluna dan Sinta.
Mobil tersebut pun berhenti di sebuah toko kue tradisional. Mereka turun dari mobil dan memasuki toko berlantai dua tersebut.
Disaat Dinar dan Nirmala memilih-milih kue, Naya dan Mikaila sibuk bercanda bersama. Mereka bermain tebak-tebakan hingga tertawa terbahak, yang membuat Dinar maupun Nirmala penasaran dengan pembahasan mereka.
"Cucur? Ini mah kesukaan Naya" ucap Nirmala.
Mendengar namanya disebut, kepala Naya refleks menoleh. "Kenapa Bu?"
"Nay sini deh" panggil Nirmala. Naya pun menghampiri mereka, dan memperhatikan kue yang mereka bicarakan.
"Cucur!" ucap Naya bersemangat.
Naya sangat menyukai kue, apalagi kue tradisional. Setiap pagi Ayahnya selalu membeli kue tradisional sebagai pendamping sarapan mereka, tak pernah absen, sebab Naya selalu mengingatkannya.
"Naya suka makan kue cucur?" tanya Dinar.
"Suka banget Tante" jawab Naya bersemangat.
"Bu beli yah" pinta Naya memohon. Nirmala mengangguk dan ia pun mengambil beberapa buah kue tersebut.
Sebelah tangan Naya yang menggenggam Mikaila ditarik oleh gadis kecil itu. Naya pun menoleh dan mendapati Mikaila yang menunjuk sebuah kue yang berwarna-warni. Tampilannya sangat indah, sampai-sampai menarik perhatian Mikaila.
"Kenapa Mika?" tanya Naya.
"Mika mau itu" ujarnya.
"Memangnya Mika tau itu kue apa?" tanya Naya lagi. Dan dibalas gelengan oleh Mikaila. "Kue itu namanya kue lidah kucing"
Kening Mikaila berkerut heran. "Lidahnya kucing tidak seperti itu" katanya lugu.
Naya tertawa kecil. "Iya sayang. Hanya namanya saja seperti itu"
"Kenapa begitu?" Mikaila bertanya lagi.
"Karena bentuknya seperti lidah kucing. Iyakan?"
Mikaila memperhatikan kue tersebut, lalu menggeleng. "Tidak" ucapnya tidak setuju.
Naya hampir saja menyemburkan tawanya. "Ini warna warni, lidahnya kucing warna pink" jelas gadis kecil itu.
"Betul sekali. Kuenya dinamakan lidah kucing karena bentuknya lonjong seperti lidah kucing, tetapi warnanya dibuat warna-warni agar terlihat cantik. Menurut Mika kuenya cantik gak?"
Mikaila mengangguk. "Cantik..." gadis kecil itu mengambil salah satu kue tersebut lalu memperhatikan. "Ah Mika mengerti!" katanya sambil tersenyum kepada Naya.
Naya bernapas lega. Akhirnya anak tersebut mengerti dengan ucapannya itu.
Dinar dan Nirmala memperhatikan mereka sejak tadi. Dan keduanya tanpa sadar tersenyum melihat interaksi mereka.
"Naya pintar berbicara dengan anak-anak yah Nir" tutur Dinar.
"Iya Nir. Hasil berkuliah selama tiga tahun" balas Nirmala.
Dinar mengangguk pelan, dan ia pun berjalan menuju kasir untuk membicarakan macam-macam kue yang ingin ia pesan untuk pekan depan.
Setelah dari toko kue, mereka melanjutkan perjalanan ke salah satu pusat perbelanjaan di pusat kota jakarta.
"Kita makan dulu yah, baru lanjut berkeliling" ujar Dinar. Naya dan Mikaila berjalan mengikuti kedua wanita paruh baya itu yang memasuki salah satu restoran.
Dinar dan Nirmala memesan makanan untuk mereka berempat, lalu mereka pun kembali membicarakan mengenai apa-apa saja yang perlu dibeli hari ini. Tak lama makanan mereka pun datang, dan Mikaila meminta Naya untuk menyuapinya.
"Mika makan sendiri aja yah? Kak Naya juga mau makan" kata Dinar, merasa tak enak karena Naya sejak tadi belum menyentuh makanannya.
"Tidak apa-apa Tante, aku menyuapi Mika dulu" sela Naya.
"Jangan Nay kamu belum makan sejak tadi, Mika bisa makan sendiri kok" protes Dinar. Ia melirik kearah Mikaila dan gadis kecil itu tetap pada pendiriannya. Ingin disuapi oleh Naya.
Merasa dalam situasi menegangkan, Naya pun memikirkan solusi terbaik. Agar keduanya merasa puas.
"Aku bisa makan sambil menyuapi Mika" usul Naya.
Dinar menatapnya tak yakin. "Kamu serius?"
"Iya Tante" jawab Naya. Dinar pun mengangguk dan membiarkan Naya makan sambil menyuapi Mikaila.
Mikaila makan dengan lahap. Ia terus membuka mulutnya meminta suapan lain dari Naya. Walau matanya terus berfokus kepada ipad yang menampilkan game online.
"Kak Naya," panggil Mikaila.
"Ya?"
"Kak Naya mau gak jadi Mama Mika?" tanya gadis kecil itu sambil menatap Naya penuh harap.
"Eh?" Naya merasa kelabakan. Apa dia salah dengar?
"Jadi Mama Mika yah?" pinta gadis kecil itu lagi.
Naya melirik kearah Ibunya dan Dinar, dan bernapas lega ketika kedua orang itu tidak memperhatikan mereka.
"Eung," Naya menyentuh rambutnya karena merasa bingung. Ia pun memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan kepada Mikaila.
"Memangnya kenapa Mika meminta Kak Naya untuk menjadi Mama Mika?" tanya Naya lembut.
"Karena Mika ingin terus bersama Kak Naya" jawabnya jujur.
"Mm gini sayang," Naya memutar tubuhnya untuk saling berhadapan dengan Mika. "Kak Naya gak mesti harus menjadi mama Mika untuk sering bersama Mika. Jadi teman seperti sekarang pun kita bisa sering-sering bertemu" jelas Naya perlahan agar anak itu mengerti.
Mikaila mengerjabkan matanya beberapa kali. Berusaha mencerna perkataan Naya. "Janji?" ucap Mikaila sambil menunjukkan jari kelingkingnya.
Naya mengaitkan jari kelingking mereka, "Janji" balasnya sambil tersenyum kecil.
"Ayo Mika makan lagi nasi gorengnya" ucap Naya sambil menyuapi Mikaila.
Naya melirik kearah kedua wanita di depannya, dan untung saja mereka masih serius berbicara. "Untung saja mereka tidak mendengarnya" lirih Naya dalam hati.
Tanpa Naya ketahui sedari tadi Dinar mendengar perkataan mereka. Ia hanya berpura-pura tidak memperhatikan mereka padahal telinganya membesar untuk mendengar percakapan mereka.
Setelah makan siang menjelang sore, mereka melanjutkan berkeliling mereka untuk mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan untuk acara tujuh bulanan.
Dan Naya dengan sabar mengikuti kedua Ibu-ibu itu, sambil menjaga Mika yang sangat manja kepadanya.
Mereka berada di mall hingga matahari terbenam. Bahkan Nirmala telah mendapatkan telepon dari suaminya yang menanyakan keberadaannya.
Mereka pun memutuskan untuk pulang, walaupun Dinar belum mendapatkan semua perlengkapan yang ia butuhkan. Nirmala merasa tak enak hati, tetapi temannya itu meyakinkannya untuk tidak usah khawatir.
Dinar mengantar Nirmala dan Naya pulang ke rumah mereka. Mobil Dinar berhenti tepat di depan rumah Nirmala. Di depan pintu sudah ada Banu--suami Nirmala--yang menunggu mereka sejak tadi.
Dinar membuka kaca mobilnya dan menyapa Banu dari dalam mobil. "Maaf membawa Nirmala terlalu lama Mas" ujarnya.
"Tidak apa-apa Din, selama kau membawanya pulang aku tidak mempermasalahkannya" balas Banu.
Dinar dan Nirmala terkekeh bersamaan mendengar perkataan pria paruh baya itu.
"Terima kasih yah Nir sudah menemani ku berbelanja" kata Dinar.
"Iya Din, gak masalah" sela Nirmala.
Naya pun menyalimi Dinar, dan sebelum keluar dari mobil wanita itu menoleh kearah Mikaila.
"Mika mau turun dulu gak untuk ambil boneka cupnya?" tanya Naya sambil membuka pintu mobil.
"MAU!" teriak Mikaila lalu menoleh kearah Dinar. Setelah mendapatka persetujuan, ia pun berjalan menggandeng tangan Naya memasuki rumah wanita itu.
Mikaila mengikuti Naya hingga ke dalam kamarnya. Naya pun mengambil boneka cup yang masih berada dalam paperbag. Boneka yang diberikan mantan kekasihnya setahun yang lalu, sengaja ia simpan disana karena tak ingin terus-terus mengingat pria itu.
Mikaila mengeluarkan boneka itu dari paperbag dan memperhatikannya. "Suka?" tanya Naya, dan dibalas anggukan cepat oleh gadis kecil itu.
"Terima kasih Kak Naya!" Mikaila tiba-tiba memeluk leher Naya, untung saja wanita itu dalam posisi siaga sehingga mereka tidak terjatuh di lantai.
Naya pun mengantar Mikaila keluar dari rumahnya menuju mobilnya. Ia melambaikan tangan kepada gadis kecil itu hingga mobil mereka tak terlihat lagi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments