MMD 4

***

Sepulang dari mall Mikaila segera memasuki kamarnya dan mengambil buku beserta alat mewarnainya. Ia lalu menaruhnya di atas meja ruang tengah dan melihat-lihat isi buku tersebut.

Dinar duduk tak jauh dari cucunya, setelah berganti pakaian. Ia menyalakan televisi dan menonton sinetron malam.

Sedangkan Raditya, ia menyempatkan diri untuk mandi dan mengecek emailnya siapa tau ada pekerjaan mendadak dari atasannya. Setelah itu, pria itu pun bergabung dengan Ibunya sambil menemani sang putri mewarnai.

"Mika, boneka princessnya mau Nenek beresin?" tanya Dinar ketika teringat kamar Mikaila yang berantarakan sejak kemarin.

"Tidak Nenek. Biar Mika saja yang bereskan" jawab Mikaila dengan mata yang tak lepas dari buku mewarnainya.

"Hm baiklah" ujar Dinar. Ia pun melirik kearah cucu dan putranya yang sedang asik mewarnai. "Mika kemarin menunjukkan boneka-boneka Mika kepada Kak Naya yah?"

Mendengar nama Naya, Mikaila seketika menoleh kearah Dinar. Gadis kecil itu mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Kak Naya tau semua princess. Bahkan ada princess yang Mika gak tau, Kak Naya tau loh Pa" kata Mikaila antusias.

Raditya hanya memasang senyuman selagi mendengar cerita sang anak mengenai teman barunya bernama Naya itu.

"Ohyah kemarin ngapain aja sama Kak Naya?" tanya Dinar, sangat senang melihat Mikaila bercerita dengan bersemangat.

"Mika memperlihatkan boneka princess Mika kepada kepada Kak Naya" jawab gadis kecil itu. "Terus kami bercerita mengenai princess-princess yang Mika tidak tau. Dan Kak Naya memberikan ini--" ia menunjuk buku mewarnai yang sedang ia kerjakan.

"Mika mau mewarnai Belle dulu, lalu Aurora karena princess kesukaan Kak Naya itu Aurora" ucapnya kemudian melanjutkan kegiatan mewarnainya.

"Nenek, Kak Naya juga berjanji mau memberikan boneka cup untuk Mika. Katanya kalau Mika ke rumah Kak Naya, Mika bisa mengambilnya" Mikaila menatap Dinar sambil memberitahunya dengan antusias.

"Ohyah? Nanti kita ke rumah Kak Naya kalau gitu"

Mikaila merentangkan tangannya ke udara. "Yeay! Mika tidak sabar!" pekiknya senang. Lalu kembali fokus kepada buku mewarnainya, walau bibirnya terus terbuka untuk membicarakan sosok Naya.

"Naya siapa Bun?" tanya Raditya kepada Dinar.

"Anak Tante Nirmala" jawab Dinar singkat.

Raditya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Seumuran dengan Mikaila?"

Dinar menggeleng sambil tertawa kecil. "Tidak. Dia sudah lulus kuliah, sudah hampir dua dua umurnya"

Raditya lagi-lagi mengangguk. Ia pun terus mendengarkan ocehan dari anaknya mengenai sosok Naya itu. Untuk pertama kalinya Mikaila begitu memuji seorang wanita dewasa, bisa dikatakan dewasa sebab umur Naya telah memasuki kepala dua.

"Nenek, kapan Mika bisa bertemu Kak Naya lagi?" tanya Mikaila pelan tetapi menatapnya dengan pandangan memohon.

Dinar tersenyum kecil. "Nanti yah, kalau Kak Naya gak sibuk, kita main ke rumahnya" ucapnya pelan.

Mikaila mengangguk mengerti. "Sekalian Mika mau ambil boneka cup Kak Naya hihi!" gadis kecil itu terkikik pelan sambil menutup mulutnya.

Raditya yang sejak tadi mendengar pembicaraannya pun merasa tertarik. "Memangnya Mika kenapa ingin bertemu dengan Kak Naya?" tanya nya penasaran.

"Mika mau menggambar dengan Kak Naya lagi" jawab Mikaila. "Kak Naya jago menggambar. Gak seperti Nenek dan Papa hanya bisa gambar bunga" lanjut gadis kecil itu.

Dinar meringis pelan mendengar perkataan sang cucu. Ia mengakui jika ia sama sekali tak berbakat dalam seni, begitupun dengan Raditya. Sehingga ketika Mikaila memintanya untuk menggambar mereka hanya akan menggambarkan satu bentuk saja, yaitu bunga dengan lima kelopak.

"Memangnya Kak Naya jago banget gambarnya?" tanya Raditya penasaran.

Mikaila mengangguk cepat. "Kak Naya bisa gambar boneka beruang, kelinci yang lagi makan wortel, gambar elsa juga bisa"

Raditya merasa penasaran dengan perempuan bernama Naya itu. "Papa tunggu sebentar--" Mikaila pun berlari memasuki kamarnya. Ia mengambil buku gambarnya lalu kembali menghampiri sang Ayah.

Gadis kecil itu membuka buku gambarnya dan memperlihatkan kepada Raditya. "Ini, Kak Naya yang gambar"

Raditya memperhatikan gambaran tersebut. Ia mengakui jika perempuan bernama Naya itu memang berbakat dalam menggambar. Walau hanya menggunakan satu warna--warna pensil--hasil gambarnya sangatlah bagus.

"Baguskan Pa" Mikaila menyombongkan Naya di hadapan papanya. Ia sangat menyukai Naya dan mengagumi sosok wanita itu.

Raditya mengangguk. "Iya Kak Naya hebat yah menggambarnya" balasnya.

"Iya! Kemarin juga Mika dibacain dongeng sama Kak Naya, belum selesai dengarnya Mika sudah tidur! Mika jadi penasaran deh sama akhir dongeng itu" jelas gadis kecil itu dengan mata berbinar.

"Memangnya Mika dibacain dongeng apa?" tanya Raditya lembut.

"Mm apayah Papa...Mika lupa. Mika langsung tidur disaat memeluk Kak Naya" jawab Mika dengan wajah kebingungan. Terlihat ia yang berusaha mengingat dongeng yang Naya bacakan kemarin malam.

Raditya terkekekeh pelan. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia merasa sedih. Mikaila tak pernah ditemani tidur sebelumnya. Anak itu sangat mandiri, dan tidak ingin merepotkan siapapun. Sehingga Raditya maupun Dinar tak pernah membacakan dongeng pengantar tidur apalagi menemaninya untuk tidur.

"Andaikan Kak Naya tinggal disini..." gumam Mikaila tetapi masih bisa ditangkap oleh Raditya.

"Nenek. Bisa gak kalau Kak Naya tinggal disini saja?" tanya Mikaila kepada neneknya. Dinar terkejut serta kebingungan akan pertanyaan Mikaila itu. Dengan segera ia menggeleng dan berusaha menjelaskan kepada Mikaila.

"Kak Naya punya keluarga sendiri sayang. Jadi dia harus tinggal di rumahnya bersama keluarganya" kata Dinar.

Mikaila menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu Kak Naya jadi keluarga kita aja, biar bisa tinggal disini bareng Mika" cetus Mikaila semakin membuat Dinar kebingungan.

"Bagaimana yah sayang..." Dinar menggaruk kepalanya bingung. "Kak Naya kan gak punya hubungan darah dengan kita jadi Kak Naya gak bisa jadi keluarga kita" lanjut Dinar yang membuat Mikaila bingung. Gadis kecil itu tidak mengerti dengan perkataan sang nenek.

"Kecuali jika Kak Naya menjadi mama Mika..." perkataan Dinar memelan serta menggantung. Tetapi didengar jelas oleh kedua orang di dekatnya.

Mata Mikaila seketika berubah berbinar. "Jadi kalau Kak Naya jadi mama Mika, Kak Naya bisa menjadi keluarga kita dan tinggal disini bersama Mika?" tanya nya cepat.

Dinar mengangguk pelan dan merasa ucapannya telah salah. Ia tidak menyangka akan respon cucunya itu. Biasanya Mikaila akan menolak dengan cepat jika dimintai pendapat mengenai calon Ibunya.

"Papa, Mika mau Kak Naya jadi Mama Mika" pinta Mikaila kepada Raditya tiba-tiba. Raditya terkejut. Sangat terkejut. Bahkan ia sempat terdiam tak tau harus menjawab apa. Karena sang anak menunggu jawaban darinya, Raditya pun memilih untuk tersenyum.

"Tidak semudah itu pumpkin--"

"Jadi Papa gak mau Kak Naya jadi mama Mika?" potong gadis kecil itu.

Ia seketika merasa pening dan melemparkan tatapan tajam kepada ibunya. Di depannya Dinar hanya menyengir merasa bersalah.

"Bukan begitu sayang. Kak Naya kan belum mengenal Papa, belum tau juga Kak Naya mau jadi mama Mika atau tidak. Kalau Kak Naya mau, Papa juga mau deh" sambung Raditya yang sukses membuat Dinar terkejut. Tetapi melihat wajah pria itu, Dinar pun tau kalau Raditya terpaksa mengatakan itu untuk menenangkan anaknya.

Mikaila tersenyum senang. "Nanti Mika tanya Kak Naya" kata gadis kecil itu cepat.

"Eh?" Raditya merasa panik dan ingin melarang Mikaila, tetapi anak itu tidak menghiraukannya dan lebih memilih untuk menyelesaikan gambarannya.

Raditya pun menghembuskan napas pasrah. Ia tak bisa melunturkan senyuman anaknya itu dengan memberikan penolakannya.

Ia terus menemani Mikaila di ruang tengah rumah mereka. Selagi Mikaila mewarnai dan Ibunya menonton sinetron, Raditya membalasi pesan dari teman-teman dekatnya. Mereka menanyakan keberanaran jika Raditya berada di Indonesia dan kesal karena pria itu tidak memberi kabar sama sekali.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah panggilan video dari para temannya. Raditya tak langsung mengangkat, ia menimbang terlebih dahulu hingga ia bertatapan dengan mata Dinar.

"Telepon dari siapa Mas?" tanya Dinar.

"Niko dan Aldo Bun, mereka panggilan video" jawab Raditya.

"Yaudah diangkat. Mereka pasti merindukan kamu. Titip salam kepada mereka yah, Bunda juga rindu dengan mereka" Raditya mengangguk pelan dan ia pun berjalan menuju teras rumahnya.

"Bro! Jahat lo tidak hilang yah! Bisa-bisanya tidak ngabarin kalau sudah di Indo sebulan" pekik Niko, si tengil diantara mereka bertiga.

Raditya meringis pelan. Suara temannya itu masih sama, menggelegar. Ia yakin satu rumahnya mendengar suara pria itu.

"Lo ke Indo sendiri Dit?" tanya Aldo, si pria paling lembut diantara mareka.

Raditya menggeleng. "Bersama Bunda dan Mikaila juga" jawabnya.

"Mama Mika?" celutuk Niko.

"Hm?" tanya Raditya tak mengerti.

"Mama baru untuk Mika, juga ada gak?" ulang Niko.

Raditya menghela napas pelan. "Tidak ada"

"Jauh-jauh ke Jerman, lo belum juga dapat pengganti Kaleela? Dia sudah nikah dua kali loh Dit" kata Niko. Pria penggosip. Gelar pria itu ternyata masih sama.

"Tidak usah membicarakan dia" ujar Raditya, sebelum temannya itu membuka suara lagi.

Niko pun mengangguk mengerti. Begitu pula dengan Aldo. Mereka sangat tau perjalanan cinta Raditya, walau pria itu tak pernah bercerita ataupun curhat kepada mereka secara langsung. Kedua pria itu bisa mengetahuinya hanya dari air wajah Raditya.

"Mika bagaimana Dit? Masuk sekolah disini?" tanya Aldo mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Mereka pun beralih membicarakan putri Raditya, dan kehidupan kedua temannya selama Raditya bertugas di Jerman.

Cukup lama mereka saling berbicara, mereka pun akhirnya memutuskan panggilan video mereka setelah berjanji untuk bertemu weekend depan. Raditya pun berjalan memasuki rumahnya dan melihat posisi Mikaila masih seperti semula.

Sekarang sudah pukul sembilan malam. Sudah waktunya Mikaila tidur. Raditya pun berjalan menghampiri Mikaila dan mengusap rambut putrinya itu.

"Sudah jam sembilan, Mikaila tidur yuk" kata Raditya lembut.

"Iya Papa" Mikaila menurut. Ia membereskan barang-barangnya lalu berjalan memasuki kamarnya, diikuti oleh Raditya.

Raditya memperhatikan Mikaila yang sedang menaruh buku serta perlengkapan menggambarnya di lemari bukunya. Lalu gadis kecil itu menaiki tempat tidurnya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya.

"Mau Papa temani tidur?" tanya Raditya.

Mikaila menggeleng. "Tidak usah Papa. Mika bisa tidur sendiri"

Raditya mengangguk sekali. Ia pun mendekati Mikaila lalu mengecup puncak kepalanya. "Good night pumpkin" bisik Raditya.

"Good night Papa" balas Mikaila.

Raditya pun berjalan menuju pintu kamar Mikaila. Mematikan lampu kamar anaknya lalu menutup pintunya pelan.

***

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Mikaila mandiri bgt..

2023-01-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!