Jalan Untuk Kembali

"Bramantyo tewas mengenaskan, saya jadi selalu kepikiran, siapa pelakunya," ucap Herlambang pada seorang teman sejawatnya di satu ruang kantor production house. Gio Rustandi jadi termenung mendengar pernyataan temannya itu. Mereka hanya berdua di kantor itu. Hari sudah sepi.

"Ah, entahlah, kita harus fokus pada garapan kita. Sebentar lagi kita masuk pra produksi," ucap Gio serius. Herlambang pun manggut-manggut. Garis diwajahnya mulai ia kendurkan.

"Jangan sia-siakan pengorbanan Bram," ucap Gio dan ditanggapi dengan anggukan oleh Herlambang.

Area perkantoran yang sepi. Gelap mulai merayapi puncak-puncak gedung. Semua karyawan sudah pulang, lampu-lampu mulai dimatikan petugas gedung.

Herlambang berpisah dengan Gio di parkiran. Gio pulang duluan bersama kedua orang temannya. Parkiran sepi, kemudian hanya terdengar deru mesin mobil SUV yang dikendarai Gio yang terdengar menjauh.

Setelah sepi kembali menyelimuti, Herlambang pun masuk sedan dan menyalakannya. Tapi alangkah kagetnya, ia mendapati sesosok perempuan tiba-tiba ada di hadapannya tersorot lampu sedan yang baru dinyalakan. Perempuan muda dengan wajah tertutup rambut panjang acak-acakan dan bersimbah darah. Wanita itu tertegun seperti patung porselen dengan gaun warna krem yang robek dari lengan sampai pinggang sebelah kiri. Kepalanya penyok sebelah dan bahunya juga remuk dan sebagian tulang belikatnya menonjol keluar.

"Astaga!" Seketika dengan kaget Herlambang mematikan kunci kontak dan keadaan kembali jadi suram. Napasnya memburu, karena terkejut setengah mati. Matanya yang barusan melihat ke arah kunci kontak kembali ia beranikan untuk menatap sosok itu. Tapi tidak ada, tidak ada siapapun di sekitaran sedannya itu. Kembali ia nyalakan sedan. Cahaya berpendar dan sosok itu tidak nampak lagi. Ia jadi penasaran dan memberanikan diri keluar dari sedan dan melangkah ke depan sekedar untuk memastikan. Sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain dirinya sendiri. Kengerian mengusik, ia merasa ada yang memperhatikan. Nyalinya jadi ciut. Ia pun segera masuk sedan sambil menghibur diri, "tadi hanya ilusi. Kesibukan dan kerja lembur bisa saja menghasilkan ilusi."

Herlambang tancap gas dan berharap segera sampai rumah. Ia pegang kendali dengan seksama, ia tidak ingin mati karena rasa takut dan terperosok ke jurang.

***

Keesokan harinya, Gea meluncur sendiri dengan city car warna peach kesayangannya. Ia melenggang sendiri ke kantor Herlambang. Ia merasa perlu melakukan sesuatu untuk Angela. Gea tidak merasa canggung, karena ia pernah dan lama menjalin kerjasama dengan PH yang dikelola Herlambang dan ayahnya Angela itu.

"Pagi Om," sapa Gea, begitu ia menemukan Herlambang di satu sudut sofa. Herlambang sedang sendirian menikmati secangkir kopi dan koran pagi langganannya.

"Eh, m? Gea yah??" tunjuk Herlambang dengan nada ragu sambil membetulkan posisi kacamata bacanya. Perhatiannya pun teralihkan.

"Iya Om, maaf mengganggu," ramah Gea lantas mengalami Herlambang dengan sopan. Herlambang pun melipat korannya.

"Silahkan duduk, tumben nih, ada apa yah?" tanya Herlambang. Gea pun duduk dan membuat dirinya sendiri nyaman.

"Gini Om, dengar-dengar Om mau bikin film baru yah, film layar lebar gitu yah?" tanya Gea dengan antusias.

"Iya, kamu mau ikut casting? Kebetulan, masih kosong, dua tiga hari lagi kami baru mulai buka casting," ucap Herlambang.

"Bukan saya, tapi Angela Om, kasihan, ia lagi murung gitu," jawab Gea. Herlambang pun mengerti. Sejenak ia berpikir. Bagaimanapun ia kenal baik, siapa itu Angela. Angela anak semata wayang teman seperjuangannya yang kini sudah berpulang.

"Yah, ada baiknya juga, tapi? Apa Angelanya mau?"

"Ya itu dia, dia sepertinya menarik diri gitu Om, kasihan banget deh. Terus terang, saya mau minta bantuan Om buat ngebujuk dia supaya mau eksis lagi. Apalagi, proyek film Om itu kan ayahnya Angela banyak terlibat juga kan?"

"Iya, iya, saya ngerti," jawab Herlambang lantas berpikir sejenak dan tidak lama kemudian ia seperti mendapatkan sebuah keyakinan dan berucap lagi, "Oke, dimana dia sekarang?"

"Ada, bisa saya antar, kapan?" girang Gea.

"Sekarang aja, mumpung saya masih punya banyak waktu," ucap Herlambang dan disambut YES oleh Gea.

***

Di dalam apartemennya, di dalam kamar mandi, tepatnya di dalam bathtub yang penuh dengan air yang sampai luber. Angela termenung. Ia melamun, bahkan kran air yang terbuka malas ia tutup. Ia seperti ayam sayur yang sudah dikuliti dan direndam pengawet di sudut pasar yang sepi. Hambar, hidupnya begitu hambar dan tidak bersemangat.

Tim kepolisian sudah memeriksa kediamannya itu. Lebih tepatnya mengacak-acak. Beruntung botol minuman itu sudah ia buang dan gelasnya ia cuci bersih. Kalo tidak, pasti itu bakal berbuah pertanyaan panjang dan merusak harinya. Angela benci kalo sudah ditanyai polisi. Tapi di balik itu, iapun jadi memikirkan, siapa orang yang telah membunuh ayahnya. Dugaan pacar atau suami wanita yang juga tewas bersama ayahnya itu cukup masuk akal untuk dijadikan tersangka. Ia pun berniat menanyakan perkembangan kasusnya pada Rendi.

Bunyi bel mengalihkan perhatian Angela. Ia pun dengan enggan membersihkan sisa licin sabun di sekujur tubuhnya lalu membilas dan mengenakan pakaian santai. Hari sudah beranjak siang dan ia baru mandi. Sungguh sekarang Angela jadi pemalas.

Di luar pintu apartemen Angela, Gea dan Herlambang didatangi Rendi.

"Ini lho Om, pengawalnya Angela yang tadi saya ceritakan, namanya Rendi," ucap Gea. Rendi pun bersalaman dengan Herlambang.

"Om Her ini sahabat Almarhum pak Bram." bilang Gea pada Rendi.

"Apa Angelanya ada?" tanya Herlambang pada Rendi.

"Ada, ada Om, biar saya tekan lagi bel nya yah," pinta Rendi dengan sopan. Setelah bel ditekan Rendi. Tidak lama kemudian Angela pun membuka pintu. Angela mengenakan kaus warna putih dan rambutnya masih basah bergulung handuk.

"Eh, Om Her, ayo masuk," sapa Angela sopan sambil menyalami Herlambang lalu melebarkan pintu.

Mereka pun masuk, Rendi tetap di luar.

Rendi tampak menelepon seseorang.

"Pak, sepertinya sia-sia saja saya ada di sini pak," ucap Rendi.

"Sabarlah, tunggu beberapa hari lagi."

"Gimana Jel, mau yah," rengek Gea. Angela akhirnya mengakui, memang ia butuh kegiatan. Kejenuhan hampir membunuhnya. Tawaran atau lebih tepatnya bujukan Herlambang itu memang menggiurkan. Di luar sana pasti banyak orang ngantri untuk melamar pekerjaan yang bergensi itu. Tapi dirinya, Sang Produser itu datang sendiri.

"Castingnya kapan," ucap Angela pada akhirnya. Terlalu sombong kalo ia menolak ajakan itu. Gea pun tampak kegirangan. Bujukannya tidak sia-sia.

"Nah, gitu dong, buktiin sama hater-hater lo, kalo lo gak cuma bisa lenggak-lenggok di catwalk doang."

"Minggu ini, tepatnya nanti Om kabari lagi, nomer kamu masih yang dulu kan?"

"Iya Om." jawab Angela dengan senyum simpul. Ada secercah semangat mulai bangkit dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

Ermi Suhasti

Ermi Suhasti

semangat thor ..

2023-06-25

1

🍾⃝ ᴋɪͩʀᷞᴀͧɴᷡᴀͣ 🏘⃝Aⁿᵘ

🍾⃝ ᴋɪͩʀᷞᴀͧɴᷡᴀͣ 🏘⃝Aⁿᵘ

Mampir...

2022-10-09

1

coni

coni

Aster Hadir kakak, semangat dan mari saling mendukung 🥰🥰
Ditunggu feedback nya!!

Salam ANGKASA 🥰

2021-05-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!