Tersangka

Rendi membawa satu map berkas dengan langkah yang tegap. Ia menuju ruang interogasi dimana Sersan Heri sedang bersama seorang satpam komplek perumahan yang jaga saat malam kejadian terbunuhnya ayah Angela itu.

"Saudara yakin, Angela pulang secepat itu?" tanya Sersan Heri.

"Yakin Pak, tidak sampai 10 menit ia kembali," jawab satpam itu. Sersan Heri jadi berpikir, kalo Angela pelakunya, pembunuhan semacam itu pasti meninggalkan percikkan darah di pakaian pelaku.

"Apa saudara sempat melihat pakaian Angela, maksudnya, apakah saat Angela melewati pos jaga, apakah dia membuka kaca samping dan saudara melihat pakaiannya.

"Yah, ia membuka kaca samping, pakaiannya warna putih."

"Maksud saya, apakah ada bercak darah, atau? Apakah ia tampak berkeringat atau tidak?" lanjut Sersan Heri.

"Mmm... Tidak Pak, pakaiannya rapi, kemeja putihnya rapi. Saya juga yakin, ia tidak berkeringat. Karena kami sempat dekat, maksudnya, ia membuka kaca dan menyerahkan kartu pengunjung kepada saya sendiri," jawab satpam itu. Sersan Heri pun manggut-manggut.

Untuk sementara ini, kita cukup kan sampai di sini dulu. Tapi kapan-kapan kalo kami perlu keterangan lain, saudara harus bersedia yah?"

"Siap pak," jawab satpam itu.

TOK! TOK!

"Siang pak," sapa Rendi. Sersan Heri pun menoleh dan memberikan kode supaya Rendi masuk. Rendi masuk dan menyerahkan berkas dalam map biru itu. Satpam tadi dibawa keluar oleh seorang polisi lain yang dari tadi berdiri di balik pintu.

"Tidak ada CCTV di kediaman pak Bram, yang ada cuma di pos depan dan di semua tikungan," bilang Rendi. Sersan Heri bertanya sambil membolak-balik berkas itu.

"Jadi, malam itu tidak ada yang berkunjung ke kediaman pak Bram selain putrinya itu?"

"Iya," jawab Rendi.

"Ya sudah, kalo bisa sekarang juga saya mau interogasi Angela."

"Siap, laksanakan." jawab Rendi lantas berlalu dan segera menghubungi Angela.

***

Angela terpuruk sendiri di dalam apartemennya. Awalnya Gea mau menemaninya, menginap bila perlu.Tapi Angela menolak dan memilih tetap sendiri. Angela tampak tidak bersemangat melakukan apa-apa, ia terlentang sendiri di kamar tidurnya. Sampai akhirnya Panggilan dari kepolisian pun mengharuskan dirinya melakukan sesuatu.

"Halo, selamat siang, kami dari kepolisian, ini dengan Angela Clara?" suara di seberang telepon itu terdengar tegas dan berwibawa.

"Iya, saya sendiri, ada perlu apa yah?"

"Kami sudah di bawah, saudari kami jemput untuk kami mintai keterangan soal kematian Pak Bram."

"Ya, sebentar, saya ganti pakaian dulu," ucap Angela. Ia pun ganti pakaian dan tidak lama-lama berdandan. Sedikit bedak dan lips gloss.

Kini, ia pun melangkah digiring dua polisi. Ia memenuhi panggilan pihak kepolisian. Dalam hati ia pasti ditanyai tentang kunjungannya ke rumah itu di malam yang sama sebelum ayahnya terbunuh. Setelah ia memasuki ruang interogasi, benar saja, ia ditanyai sedetail mungkin ihwal kedatangannya malam itu. Ia pun menjawab apa adanya. Begitu banyak pertanyaan dan berbelit-belit. Sampai pada akhirnya,

"Maaf, apakah selain dengan wanita itu, apakah beliau punya affair dengan wanita lain?" tanya Sersan Heri. Di sampingnya Rendi berdiri dengan tegap. Rendi polisi muda dan tampan.

"Saya tidak tahu," jawab Angela.

"Apakah saudari kenal seseorang yang dekat dengan wanita itu selain Pak Bram?"

"Saya kenal juga tidak sama wanita itu, bagaimana mungkin saya kenal dengan seseorang yang dekat dengan wanita itu?" Angela mulai merasa jengkel. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkesan konyol dan berbelit-belit. Angela jadi berpikir, apakah memang harus begitu, terus-menerus menanyai orang yang dicurigai sebagai pelaku? Diberondong pertanyaan dan berharap keseleo lidah dan mengarah ke pengakuan.

"Maaf Angela. Mulai sekarang, ada seorang petugas yang akan mengikuti kemanapun kamu pergi, kami khawatir kamu juga jadi target." ucap Sersan Heri

"Terserah, apa masih ada pertanyaan yang harus saya jawab?" tantang Angela.

"Untuk sementara kita cukupkan sampai di sini dulu. Tapi kami minta, kapanpun kami perlu, saudari harus bersedia kami tanyai lagi. Bagaimana?"

"Yah, saya bersedia," jawab Angela. Ia pun bernafas lega.

"Rendi Antar saudari Angela, kemanapun ia pergi, kamu harus mau mengantarnya," ucap Sersan Heri sambil menoleh ke arah Rendi. Rendi pun menjawab dengan siap yang sigap.

"Sebentar-sebentar, maksudnya? Dia ikut kemanapun saya pergi?" Angela tak mengerti.

"Yah, dia pun tinggal di apartemen di lantai yang sama. Persis di samping apartemen saudari. Apa saudari keberatan?"

"Kalo, kalo urusan tinggal di apartemen dekat saya sih tidak masalah. Tapi itu, tapi kalo urusan pergi kemana-mana-"

"Kalo saudari keberatan, berarti saudari harus mau menginap di sini, sampai waktu yang belum ditentukan, dengan kata lain, sampai pelakunya ditemukan," potong Sersan Heri dengan wajah serius. Kontan nyali Angela Ciut.

"Kami bukan menahan saudari, tapi lebih ke melindungi. Keadaannya sekarang, di luar sangat berbahaya bagi saudari. Terserah saudari pilih yang mana? Tinggal di sini, atau di temani seorang polisi muda yang sudah terlatih untuk mengawal kemanapun saudari pergi."

Angela tidak sudi kalo ia harus menginap di kantor polisi, apalagi menginap dalam artian meringkuk di dalam jeruji besi.

"Ya, sudah. Saya pilih opsi yang pertama," ucap Angela. Ia tidak punya pilihan lain. Angela bangkit dan dikawal oleh Rendi.

Di parkiran kemudian, Angela menyerahkan kuncinya pada Rendi. Keduanya pun berlalu. Sikap Rendi begitu kaku dan sopan. Angela sedikit merasa terganggu, sudah sekian lama akhirnya ia kini duduk berdampingan dengan seorang lelaki. Bisa saja ia duduk dibelakang, tapi ia tidak pernah nyaman dengan duduk dibelakang, mungkin kebiasaan membawa mobil sendiri dan melihat jalan membuatnya lebih nyaman duduk di depan.

"Kemana kita?" tanya Rendi.

"Langsung saja ke apartemen," jawab Angela datar. Tatapannya seolah ingin loncat keluar dan melepaskan diri dari kawalan polisi itu. Ia pikir, ia bakal kesulitan pergi ke pub apalagi membeli minuman keras, paling tidak, ia pasti merasa malu. Privasinya terganggu.

"Apakah Bapak juga sudah menyewa apartemen di samping apartemen saya?" tanya Angela begitu ia sampai tujuan.

"Ya, sudah. Mm, kalo boleh, jangan panggil Bapak, panggil saja Rendi. Sepertinya kita seumuran," ucap polisi muda itu.

"Oh, maaf, iya iya." Angela setuju soal usia Rendi. Polisi itu masih muda, putih bersih dengan dada yang tegap.

Sesampainya di muka pintu Angela menawari Rendi untuk masuk.

"Terima kasih, mau mampir dulu, ya sekedar minum atau kopi," ramah Angela coba memecah kebekuan.

"Ah, tidak baik saya masuk sendiri. Nanti saja bersama tim," jawab Rendi.

"Tim?" Angela tidak mengerti.

"Yah, Nanti sore kami juga mau memeriksa ke dalam," tunjuk Rendi ke pintu apartemen Angela.

"Sial!" desir Angela dalam batin. Ia harus segera merapikan kamar dan seisi apartemennya. Privasinya bakal diacak-acak. Ia pun jadi punya keyakinan, dirinya bukan hanya sebagai korban, tapi jelas disangka sebagai pelaku.

Terpopuler

Comments

Mulya Fadiba Insung

Mulya Fadiba Insung

like ya..

2021-07-22

1

🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ

🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ

semangat

2021-06-19

1

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

next

2021-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!