Julius menggandeng Nani dengan kemeja hitam dan peci hitam. Nani mengenakan gamis simpel berwarna abu. Mereka turun dari mobil untuk menghadiri acara pemakaman Bramantyo Susanto. Selain Julius dan istrinya, banyak aktor, artis, musisi dan pegiat dunia hiburan lain yang dekat dengan almarhum berdatangan. Karena memang almarhum adalah salah satu orang yang berpengaruh dalam dunia perfilman nasional dan kiprahnya patut diperhitungkan.
Angela berdiri paling dekat dengan liang lahat bersama Gea dan Rendi. Prosesi pemakaman berlangsung khidmat dan tenang, hanya air mata Angela terus berderai dari awal sampai selesai.
Bukan hanya kematian sang Ayah yang membuatnya menangis tak henti-henti. Itu sudah pasti, tapi yang membuatnya tambah sakit adalah ibunya, ibunya sudah dikabari tapi tidak datang.
Selesai prosesi pemakaman Nani berucap pada suaminya.
"Aku mau menemui Angela," ucap Nani.
"Sebaiknya jangan," jawab Julius pelan.
"Bukankah kita sudah sepakat," ucap Nani menatap Julius dengan penuh heran.
"Aku berubah Pikiran, aku jadi tidak tega, bahkan dia tidak hadir kan, dalam pernikahan kita," jawab Julius.
"Hem, tau gitu ngapain kita ke sini," Nani jadi bete. Dalam hati, Nani juga mengerti, Angela masih menyimpan rasa pada suaminya itu.
Tanpa keduanya sadari, di antara hadirin yang mulai membubarkan diri untuk pulang, Angela mendekati mereka berdua. Nani yang pertama mengetahui kedatangan Angela.
"Angel, yang tabah yah," ucap Nani begitu Angela sampai di hadapannya. Hati-hati dia berucap demikian sambil mengulurkan tangan. Angela memaksakan wajah untuk tersenyum dan ramah menyalami Nani dan Julius. Tak bisa dipungkiri, ada perasaan aneh dihatinya. Bagaimanapun Julius pernah singgah dihatinya dan Nani pun ia kenal dengan baik. Lama mereka berbasa-basi dan akhirnya Nani memeluk Angela.
Area pemakaman yang luas, teduh oleh rindang pohon-pohon Kamboja di kanan kiri jalan. Angin lembut membelai menebarkan aroma bunga-bunga yang sakral.
Angela pulang kembali ke apartemennya bersama dengan Gea dan Rendi. Rendi masuk ke apartemennya di samping apartemen Angela.
"Cakep juga yah, bodyguard kamu," ucap Gea begitu masuk dan menjatuhkan diri ke sofa.
"Lo mau, bisa diatur," ucap Angela sambil membuka kerudung. Ia pun membuka kancing baju. Gerah Angela rasa. Gea menemukan sesuatu yang aneh menggelantung di leher Angela ketika Angela datang dan memberikannya air dingin.
"Tumben kalung kamu kayak gitu," ucap Gea sambil terus memperhatikan Bantul kalung yang Angela kenakan. Kalung warna silver dengan bandul warna merah serupa cabai.
"Napa emang, gak fashionable yah, norak gitu," seloroh Angela dengan sinis lantas duduk di samping Gea dan menaruh picher dan gelas minumnya di meja.
"Ya... Gitu deh, beli di mana?" lanjut Gea lalu meraih gelas dan mengisinya dengan air dingin.
"Dapet dikasih orang, ya gue pake aja." Mata Gea kini melirik jemari Angela. Gea ingat betul, di salah satu jari itu selalu melingkar cincin emas putih bertahtakan batu Ruby berwarna pink kebanggaan Angela. Tapi sekarang tidak ada. Jemari itu kini polos. Gea jadi tambah kasihan, mungkin sahabatnya itu kekurangan uang dan sampai hati menjual cincin kesayangannya itu.
"Tadi Julius-"
"Udah, udah, jangan membahas dia oke, cukup! Gue gak mau denger nama itu lagi, oke?" potong Angela. Padahal Angela masih suka memutar lagu-lagu mantan kekasihnya itu.
"Oke, kalo begitu. Sekarang gue mau tanya, sampai kapan kamu mau begini?" tanya Gea sambil membetulkan posisi duduk dan mulai serius.
"Kamu gak ambil job lagi, terus kamu mengucilkan diri di apartemen ini. Mau sampai kapan?" pertanyaan itu mengusik Angela, mengusik pribadinya.
Angela bersandar. Lemah. Tubuhnya lemah, tatapannya kosong ke atas langit-langit. Seperti menembus langit dan menggapai bintang-bintang.
"Entahlah," jawab Angela pelan dan terjatuh. Pelan, hampir seperti bisikan. Gea merapatkan diri.
"Jel, gak baik disaat-saat begini lo tinggal sendiri,"
"Kan sekarang gue punya pengawal."
"Ih, maksud gue tuh, lo cari hiburan kek, ke mana gitu, cari cowok kek, cari kesibukan apa gitu. Basi banget tau hidup lo."
"Gue capek Gea, gue mau istirahat, sonoh gih, minggat sonoh," seloroh Angela sambil meregangkan tubuhnya dan ditanggapi dengan sengit oleh Gea.
"Enak aja lo! Usir usir orang sembarangan. Gak! Pokoknya gue gak bakalan pulang, sampe lo sembuh."
"Haha, emang gue gila apa? Ngaco aja lo."
"Jel, gue serius Jel, lo sakit Jel," ucap Gea dengan tatapan tersemat penuh perhatian.
Bagaimanapun, tampang kusut Angela sungguh tidak biasa. Sebagai sahabat, Gea bisa mengerti bagaimana rasanya ditinggal kawin sama pacar dan kini ditinggal mati oleh orangtua.
Angela membungkuk dari posisi duduknya dan meraih sebotol minuman di bawah meja kecil dekat sofa keberadaan mereka itu. Isinya masih banyak. Botolnya bagus. Angela lalu menuju dapur dan kembali dengan dua buah gelas yang sudah ia isi dengan es batu. Minuman keras berwarna kuning cemerlang itupun Angela tuang ke dua gelas yang barusan ia bawa.
"Jadi lo suka mabok sekarang?" Gea menatap lemah kearah sahabatnya itu. Dugaannya benar, Angela sudah sakit.
"Sekarang lo temenin gue mabok, katanya gak mau pulang, ya udah mending kita mabok aja, ngapain lagi coba." Gea semakin khawatir dengan keadaan Angela. Seorang model cantik jelita yang kariernya gemilang kini berakhir di dalam apartemen bau cunguk di sudut kota, jauh dari peradaban dan suka mabuk-mabukan. Tapi Gea pikir, akan mudah mengorek isi hati Angela ketika nanti Angela sudah mabuk dan mulai mengoceh.
"Oke, siapa takut, sini." Gea dan Angela pun mulai menenggak minuman lalu memutar musik. Bukan lagu-lagu milik Julius. Tapi lagi remix yang bertempo ceria.
Tidak lama kemudian dunia berubah menjadi hingar. Setidaknya begitulah yang keduanya rasa.
Angela sampai lupa, seharusnya ia ada di rumah Omanya dan berada di antara keluarga besarnya untuk sekedar membantu menyiapkan sajian untuk orang-orang yang terus berdatangan atau orang-orang yang berdoa untuk tujuh hari ke depan.
***
Julius kembali menghidupkan TV, berita kematian ayahnya Angela itu masih wara-wiri di infotainment. Bukan isi dalam berita itu yang jadi perhatiannya. Tapi perasaan Angela yang ia bayangkan. Terkadang infotainment memang suka berlebihan. Apalagi sekarang, cara kematiannya tidak wajar bahkan layak disebut tragis.
Nani datang membawa cemilan dan duduk di samping Julius.
Julius menatap lucu ke arah Nani yang mulutnya sibuk dengan cemilan, seperti marmut kelaparan.
"Apa sih, ngeliatinnya gitu amat," protes Nani.
"Jangan terlalu banyak ngemil, nanti gendut lho," ucap Julius.
"Biarin, biar Dede bayinya sehat dan tinggi kayak kamu-"
"Emang jadi?" potong Julius.
"Hihi, belum sih, tapi kalo aku beneran hamil, kamu mau cowok atau cewek."
***
Gea pulang sempoyongan. Hari sudah sore, Gea langsung membenamkan diri di atas kasur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Mulya Fadiba Insung
semangat ya thor...
2021-07-22
2
Chamomile🌼
mampir gan
2021-07-13
2
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
like
2020-06-15
1