Nathan asik bermain dengan adiknya di kolam renang kecil, membantunya berenang menggunakan pelampung yang kaki kecilnya sibuk bergerak dibawah air. Wajah Rafa berseri-seri, ia sangat senang bermain air. Nathan yang membantunyapun terlihat sangat senang dengan tingkah adiknya, membuat dirinya tertawa. Kami yang memantau mereka tak jauh dari kolam terbawa senang. Lucu sekali melihat adik dan kakak akur bermain.
“Rafa bisa seseneng itu main sama kakaknya,” ucap Nana tiba-tiba.
“Di umur segitu Rafa pasti bakal ngerasa seneng sama hal yang baru, Na. Biasanya juga kalo masih kecil suka banget main air,” sambung Agha sambil memberikannya segelas coklat panas.
“Nana penasaran waktu Nana kecil kayak gimana ya? Eh atau Nananya aja yang lupa kali ya?” Nana menyeringai, Wajar saja sudah berumur jadi kadang suka lupa.
Agha hanya menanggapinya dengan menggeleng-geleng kepala. “Oh iya, Agha waktu kecil kayak gimana? Nana sampai sekarang belum pernah denger cerita masa kecil Agha,” ada perasaan tidak enak pada Agha setelah Nana bertanya mengenai masa kecilnya.
Ia masih segan untuk membicarakan masa lalunya, banyak hal yang Agha tidak ingin mengingatnya kembali. Agha hanya bisa memandang Nana sebentar dan memberikannya senyum hangat kemudian menarik tangan Nana menuju kolam renang.
“Kakang! Bantu ayah jeburin nda ke kolam!” dengan senang hati Nathan membantu Ayah. Ia segera naik lalu berlari menuju Nana untuk menariknya ke kolam.
“Loh? Tiba-tiba? Jangan kakang, Nda masih pake baju dinas ya ampun..” rengek Nana.
Tidak ada satupun yang mendengarkan Nana, begitupun Rafa hanya bisa tertawa melihat tingkah kami. Kaki kecilnya yang semakin banyak bertingkah karna gemas. Nathan menarik Nana dengan sekuat tenaganya. Aduh gimana ngga gemes, dia narik menggunakan tenaganya yang kecil membuat Nana menjadi tersenyum senang melihatnya. Anak sama ayah sama aja, sama sama punya tingkah yang usil.
Pasrah aja deh sama apa yang mereka mau selagi mereka bahagia, Agha dan Nathan berhasil mendorong Nana ke kolam renang, membuat seluruh tubuhnya basah. Mereka hanya tertawa melihat Nana kebasahan, sebel banget deh.
Nana tak mau kalah, Ia diam-diam menarik Agha ke kolam renang. Jadi impas deh basah juga, Nathan semakin terbahak-bahak melihatnya. Nana turut ikut senang.
04 November 2011
Terlihat Jesy sedang melihat papan pengumuman, aku langsung menghampirinya diam-diam. Ternyata ia melihat sebuah poster pengumuman yang berisi lomba fotografi.
“Wah bagus ya fotonya,” Jesy bergidik karena keberadaanku tiba-tiba.
Aku menyengir padanya, dan Jesy hanya membalas dengan raut wajahnya yang menyebalkan kemudian ia pergi meninggalkanku. Aku langsung mengejarnya.
“Selama ini Jesy suka foto-foto toh?”
“….” langkah Jesy sedikit lebih cepat, melihat tingkahnya membuatku ingin semakin menggodanya hehe. Kalau dia tertarik kenapa ga ikut kan? Lumayan juga punya pengalaman ikut lomba fotografi.
“Nana ga pernah lihat orang yang suka foto-foto bagus disini, Hmm tapi kalo gasalah ada sih ana kips. Tapi Nana gatau kalau dia serius sama hobinya atau ngga. Katanya juga apapun yang dia foto hasilnya bakal bagus, Nana jadi penasaran. Tapi ngga ada salahnya kan nambah orang yang gemar foto-foto? Apalagi kalau sampe nyoba lomba, toh siapa tahu sekolah kita bisa juara.” jelas Nana Panjang lebar.
Langkah Jesy berhenti. "Na, Lagian gue gada niatan ikut lomba fotografi, kebetulan aja gue lagi lewat, terus cuma liat poster pengumumannya aja," jawab Jesy ketus.
“Halah Jesy bohong, cuma liat tapi sampe di foto posternya tuh buat apa coba?” Nana semakin curiga dengan tingkah Jesy. “Lagian foto Jesy bagus kok,” lanjutnya.
Aku tak sengaja melihat lockscreennya Jesy tadi. Fotonya bagus, ia memilih tempat dan posisi yang tepat. Walaupun aku bukan ahli dalam hal fotografi, tapi aku bisa menganalisis melalui gambarnya. Sebenarnya itu hal yang mendasar, orang-orang bisa melihatnya juga kalau mereka teliti.
“Itu bukan jepretan gue, lagian ini bukan buat gue,” jawab Jesy ketus lalu pergi meninggalkanku. Eh? Mungkin itu hasil foto dari pacarnya Jesy kali ya? Tapi Jesy orangnya tidak tertarik dengan laki-laki, Wah mencurigakan.
Aku berjalan lemas selama perjalanan. Bete banget, engga bete juga sih, gimana ya moodku lagi naik turun. Mana Iby hari ini ada latihan bandnya, bosen banget Padahal awalnya aku ingin ajak Iby buat makan cuanki di dekat sekolah, tapi malah ngga jadi karena Iby ada jadwal latihan. Aku gabisa ngelak, akhir-akhir ini Iby bakal sibuk banget sama latihan bandnya. Wajar juga sih, mereka akan tampil di acara festival setelah ujian akhir lalu ada jadwal tampil juga di Jogja.
Mereka memiliki kesempatan untuk tampil di acara besar di Jogja. Keberuntungan yang bagus bukan? Andai saja aku punya kesibukan dalam hobiku, tapi aku takut mama marah lagi. Emang apa ada salahnya dengan hobiku? Membuat kerajinan kulit. Aku pernah bilang meminta mama belikan kulit untuk bahan kerajinanku, namun beliau menolaknya mentah-mentah sambil marah-marah pula huaaa gapaham deh. Apa mungkin mama jadi teringat dengan mendiang ayah gitu ya? Huft gatau deh Nana pusing.
Terdapat sebuah toko minuman kecil yang tak jauh dari halte sekolah berada, aku segera kesana lalu memesan minuman milk red velvet. Aku duduk di kursi kecil bermaterial kayu jati senada dengan mejanya juga. Sambil menunggu pesanan jadi, aku membaca komik dengan menidurkan kepalaku pada meja. Bukan hal yang baik, namun ini menjadi kebiasaanku. Posisi pw hehe.
Setelah membukan halaman kali kedua selanjutnya tiba-tiba ponselku bergetar, ternyata Iby.
“Iya By, ada apa telfon Nana?”
"Nana sekarang dimana?"
“Nana di Miru-Time yang deket sekolah,”
"Iby jemput ya, pulang bareng, Nana udah kenyang belum?"
“Belum.. tadinya mau ngajak Iby buat makan cuanki. Tapi sekarang Nana udah ga mood makan cuanki,"
"Oke tunggu disana ya. Iby baru beres latihan, sebentar lagi berangkat menuju tkp,"
“Iya By, hati-hati ya, Nana tunggu!” aku langsung mematikan telfonnya.
“Milk red velvet!” panggil pelayan. Aku langsung menghampirinya dan mengambilnya lalu duduk kembali di tempat yang sama dan melanjutkan membaca komik sambil menunggu Iby datang.
Agha menunggu seseorang di halte depan sekolah, matanya sibuk melihat-lihat keadaan sekitar hingga ia tertuju pada salah satu wanita si seberang sana. Wanita yang ia selalu temui, tak salah lagi kalau bukan Nana? Benar bukan panggilannya itu? Kalo tidak salah sih itu.
“Abang!” Aghapun menoleh dan memberikannya senyum hangat pada adiknya.
“Abang nunggu lama ya?”
“Ngga kok,” Notif ponsel Agha berbunyi, Ia segera membukanya.
“Jesy kirim abang poster lomba. Siapa tau abang mau ikut lomba, abang kan seneng foto-foto. Oh iya temen Jesy bilang foto yang ada di lockscreen ponsel Jesy bagus. Tuh abang udah dapat pujian dua kali nih. Ayo dong ikut lombanya,” bujuk Jesy memelas.
Agha sangat terima baik niat adiknya dan tahu bahwa itu kesempatan yang bagus untuknya, namun Agha masih ragu karena ia tidak ingin menyebabkan masalah dengan ayah yang keras kepala. Lelah jika Agha bergelut dengan ayah sendiri untuk kesekian kalinya, jadi Agha kemungkinan tidak untuk lomba fotografi.
“Udah ah, ayo pulang!” Agha dan Jesy segera menaiki bus.
Teman Jesy, Jesy sampai saat ini belum pernah memperkenalkan temannya secara langsung pada Agha. Ia selalu cerita panjang lebar tanpa menyebutkan namanya. Agha saja tidak tahu teman adiknya itu wanita atau pria, namun selama teman Jesy memperlakukannya baik padanya itu tidak menjadi masalah bagi Agha. Tapi tetap saja Agha harus tetap waspada, Ia takut kalau ada orang yang ingin melukai adiknya. Bahkan ia lebih rela kalau orang melukai dirinya.
“Maaf By, Nana jadi ngerasa canggung," ucap Nana pelan.
Iby merasakan ada hal yang aneh pada Nana, keadaan Nana kali ini cukup berantakan. Pandangannya yang tidak fokus. Ia berfikir kalau Nana Mungkin saja habis lembur, jadi wajar Mungkin?
“Nana gapapa?” suatu pertanyaan yang membuat seseorang menjadi runtuh seketika.
Air mata Nana mulai menetes perlahan.
“Nana gapapa, By. Nana gapapa," walaupun Nana berusaha memberikan senyum pada Iby, ia tetap wanita yang lemah saat beban atau suatu masalah besar yang menimpanya dan membuatnya hilang akal.
“Na-Nana gapapa by, Nana gapapa. Tapi kenapa air mata Nana keluar terus? Padahal Nana gapapa,” air mata Nana berhasil membanjiri pipinya yang gembul. Nana menangis tersedu-sedu.
Iby menjadi runtuh melihatnya Nana menangis seperti ini. Selama mereka berteman, Nana tidak pernah menunjukan sisi lemahnya pada Iby. Ada suatu kejadian Nana menangis karena mamanya tidak diberi bahan kulit untuk kerajinannya. Ia hanya bisa memberi Nana pelukan lalu mengelus-ngelus kepalanya dengan lembut. Sebagai teman, walaupun ini sebenarnya tidak sopan, tapi Iby tidak kuat melihat Nana dengan keadaan yang runtuh ini.
“Agha By… Na-Nana ga kuat…” ucap Nana tiba-tiba. Setelah mendengar perkataan Nana, pikiran yang terlintas di Iby membuatnya menjadi kesal sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments