“Whoaaa by! Luas banget tempatnya, Jadi Iby sama anak-anak latihan disini setiap akhir pekan!” mataku terbinar-binar.
Mengagumkan berbagai material dan aesthetiknya, sederhana namun terlihat nyaman. Lebih tepatnya tempat ini bisa dijadikan tempat santai. Suasananya yang tentram, sunyi, dan sejuk membuat banyak orang tidak ingin meninggalkan tempat ini. Gilby terasa senang, Ia tidak salah mengajaknya ke tempat latihannya.
“Nana tunggu sebentar disini ya, Iby mau beli cuanki dulu,”
Tidak ada jawaban, Nana terlalu sibuk dengan tempat barunya. “Nana...” panggil pelan Gilby.
Dan akhirnya dia menoleh lalu mengangguk sambil sumringah, Senyumannya seperti anak kucing. Imutnya..
Aku melihat ada album di bawah meja, karena penasaran aku langsung membukanya. Toh siapa tahu ada foto Iby disini hihii. Mataku sibuk memindai berbagai foto didalamnya, hingga akhirnya aku mendapatkan sosok Iby. Rambutnya yang masih berantakan dan dia menenteng tas gitarnya, tampan. Aku menjadi kagum setelah melihatnya, senyumku merekah.
Dihalaman berikutnya ada salah satu foto yang dimana ada seseorang yang terlihat sangat tampan, bahkan bisa sampai menandingi Gilby. Namun pakaiannya berbeda dari yang lain, dia memakai baju putih. Mungkin? Soalnya orang itu tak sengaja tertangkap kamera dan masuk kedalam foto ini. Entah perasaan aku saja atau bagaimana, dari perawakannya seperti tidak asing. Aku merasa pernah melihatnya. Dimana ya?
“Permisi kak!" Nana langsung menoleh dan jantungnya seketika berhenti sejenak.
“Lho kirain siapa ish Ibyyy bikin kaget Nana!” Gilby hanya tertawa membuat Nana semakin kesal.
Gilby mengangkat kantong plastik.
“Nihh pesanan Nana datang!” Nana yang awalnya memasang muka sebal menjadi gembira karena makanan, secepat itu Nana berubah sikap, hahaha lucunya.
****
_24 juni 2011_
“Aku pulang duluan ya, By. Semangat latihannya!!” teriakku dari jendela luar kelas musik. Gilby hanya tersenyum,
aku mengambil kantong plastik yang berisikan cilor pesananku lalu menyerahkan bayaranku padanya.
“Makasi Neng.” ucapnya.
Aku membalasnya dengan tersenyum kemudian berjalan menuju halte. Sambil memasang airpods pada telinga kiriku, aku mengambil handphone dari saku kanan lalu memutar musik. Tiba-tiba saja, ada seorang pria terlempar keluar gang yang tepat didepanku, sehingga membuatku terkejut. Pria itu sudah babak belur. Wajahnya dipenuhi luka. Tetapi ia terlihat gigih. Dan seperti menatap tajam pada lawannya yang berada di gang itu. Aku berjalan pelan melihat apa yang terjadi dalam gang tersebut. Saat aku baru melihat sebentar, tiba-tiba saja sebuah pipa besi terlempar mengarahku. Aku hanya bisa terdiam lemas. Siapapun.. tolong.. Tapi ada seseorang yang memelukku. Sontak aku terkejut. Orang itu melindungiku dari pipa dengan tangan kanannya. Aku mencoba melihat dia. Hoodie abu-abu, perawakannya, tak salah kalau bukan dia yang mengobati lukaku.
Dia membawaku ke taman dekat gang itu. “Tunggu disini!” pintanya dan pergi sebentar.
Aku mengangguk kecil dan diam, menuruti pintanya. Kejadian tadi membuat seluruh tubuhku lemas hebat. Jantungku berdegup hebat. Bayangkan saja, bagaimana kalau pipa besi itu benar-benar mengenaiku? dia juga terluka karena melindungiku. Aku terduduk dilantai, lelah. Yang kubisa hanya memeluk kedua kakiku sambil menenggelamkan kepala. Mencoba melupakan kejadian tadi dan aku juga merasa bersalah padanya, karenaku dia terluka.
Suara hentakan sepatunya terdengar jelas oleh telingaku, tak salah lagi kalau bukan dia yang datang. Aku memberikan sedikit salep pada lukanya dengan hati-hati. Ia meringis.
“Maaf.”
Ia hanya mengalihkan pandangannya. Kemudian aku memasangkan plester pada sisi lain. Ia menarik tangannya saat aku hendak mencari obat lain untuk mengobati luka yang lain. “Gausah. Saya gapapa.” Katanya tenang sambil mengelus-ngelus luka yang lain.
Aku berhenti mencari, dan menatap tajam padanya. Ia menatapku heran, aku melihat tangan kanannya yang lebam, lalu menariknya. “Aw aw!” Ia meringis kesakitan.
“Terimakasih, dok.” Kataku, Dokter itu tersenyum pada kami.
Aku dan dia berjalan bersama, mungkin tidak. Kami berjalan tidak berdampingan, dia berjalan dibelakangku. Tapi tetap saja aku merasa tidak enak. Aku menoleh sebentar padanya, dan ia hanya membuang muka, lalu kembali melihat kedepan.
Tak terasa aku sampai didepan rumahku, begitupun dia yang terus mengikutiku sampai rumah. Aku menoleh padanya, tak salah lagi kalau bukan mengalihkan pandangan. Suka banget kayak gitu! Emangnya mukaku ada yang salah apa gimana sih!
Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil memasukan tangan satunya kedalam saku celana. “Ayo masuk! Kebetulan ibuku memasak makanan,” tawarku.
Tapi ia hanya menggeleng, doa pendiam? Jarang sekali bicara. “Kalau begitu, Hana. Namaku Hana panggil saja Nana,” aku mengampirinya dan menjulurkan tanganku padanya.
“Agha, Agha Saputra,” Agha menjabat tanganku.
Pertama kali dalam pikiranku saat berkenalan dengannya, Hangat. Aku menatapnya dan tersenyum hangat, Agha menatapku dengan malu lalu lagi lagi membuang muka.
****
"Tapi kamu gapapa kan, Na?" telepon di seberang sana.
“Tentu Nana baik-baik aja by,” aku menjawabnya sambil tersenyum senang, ada apa denganku?
"Tetep aja Iby khawatir. Lain kali hati-hati ya, Na,"
“Tapi dia lucu lho, by. Tiap kali Nana bicara sama dia, dia pasti buang muka. Mungkin kebiasaannya kali, ya? Atau jangan-jangan dia malu sama Nana.” aku tertawa kecil saat mengatakannya.
Sedangkan disebrang sana, entah kenapa Gilby merasa perkataan Nana menusuk jantungnya. Terasa nyeri namun ia tak berani mengatakannya.
“Oh, iya by! Bagaimana latihannya?” namun tetap saja, saat Nana berbicara mengenai tentang dirinya ia merasa menjadi sangat baik, tidak merasakan nyerinya lagi.
"Mm.. Iby capek banget, Na. Tapi karena kita bermain dengan maksimal, rasa capeknya hilang. Seru banget deh pokoknya. Oh iya, Besok Nana ada rencana ga?"
“Kayaknya ngga ada deh, tugas praktek udah beres, tinggal ngumpulin laporannya aja. Emang ada apa By?”
Senyum Gilby merekah. "Temenin Iby Latihan yuk!"
Nana menyerngit tidak setuju, “Loh? Nana? Ngga deh by, yang ada Iby jadi gak pokus latihannya. Trus juga Nana ngga enak sama anak-anak lain,”
Walaupun perkataan dan keinginan hati Nana berbeda, tetap saja Nana merasa tidak enak.
"Hahaha. Santai aja kok, Na. Iby latihannya Cuma sendiri. Sambil refreshing aja. Palingan kalau ada anak anak juga mereka cuma ngecek barang atau ngambil barang yang lupa ga dibawa. Jadi gimana?"
Tidak ada salahnya bukan melihat Iby latihan band? Nana bisa menjadi tahu bagaimana Iby saat dibalik layar. Pasti bakal keren ya, ga?
“Yaudah deh. Demi sahabatku, Nana ikut deh. Asal Iby traktir Nana cuanki ya?” dalam sejarah Nana kalau Iby mengajaknya pergi atau sampai memohon, harus ada syaratnya yaitu traktir Nana.
Disebrang sana Gilby hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ya.. wajar saja sih, toh Gilby yang mengajak Nana. Sahabat.. Nana menganggap Gilby sahabatnya. Tidak lebih juga tidak kurang. Namun kenapa ada rasa perih dalam hatinya Nana?
Pengucapan spontannya membuat dirinya gelisah, selalu saja berpikir yang tidak-tidak. Nana mengetahui kalau dalam sebuah ikatan persahabatan antara wanita dan pria itu pasti salah satu darinya ada yang menyimpan rasa. Baik ditunjukan maupun hanya dipendam. Nana tahu bagaimana resikonya jika ia bertindak lebih dari itu, mungkin saja itu hanya perasaan lain yang tidak ada hubungannya dengan Iby.
Nana.. Nana.. dari namanya saja terlihat lucu. Lagi pula dia baik, ramah. Pertama kalinya Agha bertemu dengan seseorang seperti dia. Ingin sekali Agha bertemu dengan Nana, kalau bisa… lebih dari sekali.
Gilby memiliki sifat manis, begitupun perhatiannya padaku. Wajar saja kami berteman sangat lama, jadi sudah mengenal satu sama lain. Baik itu pada sisi baiknya juga sisi buruknya, karena itu aku sangat menyayanginya. Namun saat itu perasaan yang membuat pikiranku kacau datang, gelisah. Dan rasa ingin memiliki. Pikiran terburuk dalam sejarah pertemanan kami. Untuk pertama kalinya, aku berusaha untuk menutupinya. Banyak hal yang tidak aku inginkan. Sehingga aku berfikir, bagaimana kalau aku menjaga jarak saja dengannya? Konyol. Tapi mau bagaimana lagi, hanya itu salah satu caranya.
Kalau diingat-ingat, pertama kali Agha berkenalan denganku itu membuatku gemas melihatnya. Ya.. aneh saja, dia terlihat pendiam, namun sebenarnya dia malu-malu. Aku merasa ingin bertemu dengannya lagi, lebih dari sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments