** 10 hari kemudian **
Ridwan duduk di sebuah pantai, melamun dengan pemikirannya sendiri. Ridwan berusaha mengingat senyum kedamaian yang selalu Reisya berikan kepada Ridwan. Meski Ridwan yakin jika kesediannya lebih besar dari pada kebahagiaan yang di rasakan oleh Reisya.
Ridwan duduk di sebuah pasir di pinggir pantai tempat pertama dan satu-satunya Ridwan mengajak Reisya jalan-jalan. Tempat di mana Ridwan tidak sepenuh hati memberikan waktunya untuk seorang wanita yang sudah Ridwan nikahi. Dalam pikiran Ridwan waktu itu, waktu penelitiannya telah terbuang karena mengajak Reisya keluar ke pantai.
Tapi kini, Ridwan berpikir bahwa penelitiannya telah membuang waktu kebersamaan dengan istrinya.
Dalam duduk penyesalannya, Ridwan mengingat kembali cerita awal kehidupannya yang sempat tidak mempedulikan penelitian. Yaitu di saat 5 bulan 10 hari yang lalu
"Hai kawan... Kamu masih saja terus berada di sini... Kapan kamu akan mendapatkan jodoh? Setiap aku ke rumahmu, jika bukan di teras rumah, kamu selalu berada di ruangan ini dengan berbagai macam tulisan yang tidak aku pahami. Apakah memang harus seperti ini kehidupan genius?" Surya teman Ridwan dari kecil baru saja tiba di kota Bekasi.
Surya adalah teman sekampung Ridwan di Blitar dengan selisih usia 2 tahun lebih tua, dia adalah pemiliki Pabrik baja. Setiap dia ke Bekasi, Surya pasti datang mengunjungi teman semasa kecilnya hanya sekedar untuk minum kopi dan merayunya untuk cepat mencari pasangan hidup. Itu karena Surya menganggap Ridwan sebagai adiknya dan begitu pula sebaliknya.
"Jodoh itu sudah ada yang mengatur, meski aku berada di sini... Jika tiba-tiba ada bidadari jatuh dari langit dan dia jodohku, pasti aku akan menikah dengannya. Dari pada aku membuang waktuku untuk mencari hal yang sudah di tentukan sejak aku di dalam kandungan, lebih baik aku menyelesaikan ini." Ridwan menjawab pertanyaan Surya dengan nada tidak serius sama sekali sambil menunjuk semua hal yang hampir 8 tahun terakhir sedang dia kerjakan.
Ridwan adalah salah satu ahli fisika dan peneliti mandiri yang bekerja untuk Negara dan bernaung di bawah naungan LIPI(Lembaga Ilmu Pengembangan Indonesia). Karena kegilaannya terhadap ilmu Fisika dan ingin menciptakan sesuatu yang baru serta pendanaan yang di berikan oleh Negara, Ridwan merasa harus bertanggung jawab dengan dana tersebut. Sehingga dia merasa harus berhasil dengan penelitiannya meski sudah menyita waktunya hampir 8 tahun dan belum membuahkan hasil.
Pengujian-pengujian atas hitungan fisika dan penelitiannya selalu gagal karena berbagai macam hal. Ridwan yang selalu juara dalam berbagai kejuaraan fisika semenjak dia sekolah sudah terbiasa berdiam diri dan mengurung diri untuk melakukan penelitian. Hingga bisa di katakan hampir tidak pernah sempat mengurus tentang cinta dan berinteraksi dengan banyak wanita.
Kedua orang tua Ridwan yang telah meninggal membuat dirinya hanya memfokuskan pada penelitian dan pengembangan ilmu fisika. Surya, teman yang paling akrab dengan orang tua Ridwan semasa hidup, mendapat amanah untuk mencarikan Ridwan pasangan hidup dan Surya menyanggupi hal itu karena selain menganggap Ridwan adik, Surya juga sudah d perlakukan seperti anak sendiri oleh orang tua Ridwan semenjak kecil.
Usaha yang di lakukan Surya selalu gagal, karena Ridwan seolah tidak peduli dengan wanita. Hal yang paling dia pedulikan adalah hasil penelitiannya, karena merasa bertanggung jawab atas pendanaan dari negara untuk melakukan penelitian, di mana uang negara tersebut adalah uang masyarakat. Sehingga Ridwan merasa harus memberikan hasil yang dapat berdampak kepada semua masyarakat.
Hari ini Surya juga sama seperti sebelum-sebelumnya, gagal merayu Ridwan agar mau mencari pendamping hidup.
"Baiklah, karena aku masih banyak urusan dan hari ini juga harus ke Jakarta. Aku pamit dulu, ingat kata-kataku. Usiamu semakin menua, kamu tidak akan dapat mengulang masa lalu jadi nikmati hidupmu di usia yang sekarang. Memiliki pasangan hidup dan keturunan dapat membuat hidupmu lebih berarti. Jangan hanya memikirkan pekerjaan yang tetap dapat kamu lakukan meski kamu memiliki pasangan hidup dan keturunan." Surya selalu mengulang pesan yang sama ketika akan meninggalkan Ridwan lagi. Tetapi seperti biasa, Ridwan hanya menanggapi dengan senyuman.
Setelah Surya pergi, Ridwan meninggalkan tempat kerjanya menuju dapur untuk membuat kopi pahit seperti biasa.
"Sebetulnya Surya belum tua, Surya juga laki-laki. Tapi kenapa cerewetnya melebihi nenek-nenek? Hufh... aku sampai bosan dengan ucapan surya." Ridwan yang masih berjalan menuju dapur menggerutu sendiri setelah mengingat ucapan Surya.
"Ingat kata-kataku. Usiamu semakin menua, kamu tidak akan dapat mengulang masa lalu. Jadi nikmati hidupmu di usiamu yang sekarang. Memiliki pasangan hidup dan keturunan dapat membuat hidupmu lebih berarti. Jangan hanya memikirkan pekerjaan yang tetap dapat kamu lakukan meski kamu memiliki pasangan hidup dan keturunan." Ridwan menirukan ucapan Surya dengan mulut yang di monyongin. Kalimat yang selalu di ucapkan Surya setiap akan pulang atau akhir pertemuan mereka. Saat proses membuat kopi, ridwan masih saja merasa jengkel dengan nasehat Surya.
“Hmmm... mantab, aroma kopi ini masih lebih nikmat dari pada aroma mulut surya." Ridwan berbicara sendiri dengan mendekatkan gelas yang sudah terisi dengan racikan kopinya. 1½ sendok makan kopi hitam dengan ¾ sendok makan gula takaran yang pas untuk lidah Ridwan.
Dengan membawa segelas kopi hitam, Ridwan menuju teras rumah. Rumah yang cukup luas, apalagi hanya untuk di tinggali sendiri. Rumah Ridwan berada di pinggir perkampungan padat penduduk, di depan rumah Ridwan adalah satu-satunya jalan keluar masuk perkampungan.
Duduk di teras rumah adalah hal favorit Ridwan setelah penelitian tentunya. Orang di perkampungan tersebut hanya mengenal Ridwan sebagai pengangguran kaya, karena memang Ridwan tidak pernah terlihat berangkat bekerja. Hanya setiap hari senin Ridwan keluar menggunakan mobil sport nya, itu pun hanya absen ke kantor LIPI dan menyerahkan laporan perkembangan hasil penelitiannya.
Depan rumah Ridwan menjadi akses jalan satu-satunya, membuat Ridwan hampir mengenal semua orang di kampung tersebut. Meski Ridwan bisa di katakan penyendiri, Ridwan cukup ramah pada orang-orang sekitar.
Ridwan mulai menikmati kopinya, di temani dengan sekotak rokok, Ridwan bersantai di teras rumah untuk menghilangkan penat atas perkataan Surya.
“Benar-benar nikmat dunia, kopi dan rokok." Ridwan dengan memejamkan mata menghisap rokoknya agar terasa nikmat sampai ke otak.
"Nikmat apa lagi yang kau dustakan." Suara cukup keras dari seorang Mahasiswa terdengar dari luar pagar rumah Ridwan.
"Hei... mau ke mana? Sini minum kopi..." Mengetahui seorang tetangga menyapanya, Ridwan mengajaknya untuk mampir dan minum kopi.
"Persiapan malming om, lagi punya cewek baru. Ups maaf om... Om kan gak kenal malming..." Zein dengan tertawa kecil mulai beranjak pergi dari depan rumah Ridwan.
"Kakak!! Awas kamu panggil aku om lagi. Aku portal depan rumah aku, biar kamu gak bisa keluar masuk kampung ini." Dengan mengepalkan tangan ke atas Ridwan mengancam Zein, meski hanya ancaman candaan dan di tanggapi dengan tawa yang keras dari Zein.
Waktu sore pun di lalui dengan minum kopi dan menghisap rokok oleh Ridwan. Setelah makan malam, Ridwan kembali ke lantai dua rumahnya, ruangan Los dan hanya di buat satu ruangan, ruang penelitiannya. Ruang sakral yang tidak sembarang orang boleh memasukinya. Bahkan untuk membersihkan ruangan, Pembantu yang dia percayapun dia larang untuk memasuki ruang penelitiannya.
🙏🙏 mohon dukungannya ya, dengan cara LIKE, COMMENT, BERI HADIAH dan VOTE jangan lupa jadikan Favorit😍💕 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments