"Mbak Ninik kerja di pasar, Ma. Bapak kan ada dua toko, satu dipegang Mbak sama suaminya, mungkin capek kali, Ma," jelas Zakira seraya memasukkan pakaian yang sudah rapi.
"Owh begitu, kalau ibu mertua kamu gimana? Baik enggak?" lirih Mar, ia berharap kalau anaknya itu mendapatkan mertua yang baik hati dan penyayang.
"Baik kok, Ma. Alhamdulillah," jawab Zakira seraya tersenyum, Zakira kembali duduk di bibir ranjang.
Malam ini, Zakira tidur bersama dengan Ibunya dan Pras tidak keberatan.
Pras sendiri tidur di ruang tengah bersama dengan bapak mertuanya, sekarang, Pras sedang menemani Jalen menonton televisi.
Sementara itu, Darma sedang menegur istrinya.
"Bu, ada tamu, kok ibu malah tidur cepet?" tanya Darma yang berdiri di tepi ranjang, memperhatikan Norma yang sedang menikmati berbaringnya.
"Capek, Pak. Tadi toko ramai, sekarang, Ibu pengen istirahat," jawab Norma tanpa melihat suaminya. Wanita yang sudah beruban itu menarik selimutnya.
Darma membuka selimut itu.
"Enggak enak, Bu. Mereka jauh-jauh datang kemari, tapi besannya begini, apa kata mereka nanti!" kata Darma dan Norma balik menyalahkan suaminya.
"Lagian, kenapa Bapak tadi nyuruh mereka bermalam di sini?"
"Astaghfirullah!" jawab Darma seraya mengusap dadanya.
Melihat itu, Norma pun segera turun, ia memesan martabak langganannya dan meminta untuk segera diantarkan ke rumah.
Seraya menunggu martabak, Norma pergi mencuci wajahnya, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bagus.
Tidak lama kemudian, pesanan Norma datang, Norma membawa martabak itu ke rumah Pras.
"Assalamu'alaikum," seru Norma seraya membuka pagar berwana hitam, Norma pun langsung menuju pintu lalu membukanya.
"Waalaikumsalam," sahut Jalen, sementara itu, Pras sudah tertidur di atas karpet permadani.
"Waalaikumsalam," sahut Mar yang keluar dari kamar Zakira saat mendengar suara besannya.
Mar dan Norma bersalaman.
"Dari tadi, Bu?" tanya Norma.
"Iya, jam 5 sampai sini," jawab Mar.
"Kok sore banget, kalau dari pagi kan enggak kemaleman, Bu," kata Norma seraya mempersilahkan Mar untuk duduk.
"Iya, Bapak jualan dulu tadi," jawabnya.
"Gimana jualannya, ramai?"
"Alhamdulillah, jalan, Bu."
Norma pun menganggukkan kepala, setelah itu, Norma memanggil Zakira, ia menyuruhnya untuk menyajikan martabak manis yang dibawanya.
"Mungkin Rara kelelahan, dia udah tidur, biar saya aja yang sajikan," kata Mar seraya mengambil martabak yang di meja.
"Masih sore, udah tidur," timpal Norma yang sedang duduk di sofa.
"Iya, kebiasaan dia enggak bisa tidur malam." Jalen yang sebagai ayah itu membela putrinya.
Dan Mar yang baru menyajikan martabak itu membawanya kembali ke depan.
"Silahkan, Bu. Dimakan," kata Norma.
Sedangkan Mar dan Jalen merasa sungkan. Mendengar dari ucapan Norma saja sudah dapat menebak kalau Norma adalah orang yang semaunya.
"Toko ramai, Bu?" tanya Mar yang berbasa-basi.
"Alhamdulillah, selalu ramai, kalau enggak ramai, gimana bisa bawa uang seserahan sebanyak itu buat pesta," jawab Norma seraya mengambil martabak di piring.
Mar dan Jalen saling menatap, ia merasa menyesal karena telah bermalam di rumah menantunya.
"Ah, iya... Bu. Alhamdulillah kalau selalu ramai, semoga kedepannya juga selalu ramai," kata Mar.
"Pak, Mama mengantuk, Mama tidur dulu, ya." kata Mar yang pamit pada suaminya.
Jalen menjawab dengan menganggukkan kepala.
Ditinggal hanya berdua dengan Jalen, Norma pun merasa tidak, ia segera pamit.
"Iya sudah, kalau begitu saya juga permisi."
"Iya, silahkan, Bu. Selamat istirahat," kata Jalen dan Norma tidak menjawab, ia seolah tidak mendengar.
"Mungkin Bu besan kecapean dan butuh istirahat," kata Jalen dalam hati.
Setelah itu, Jalen pun ikut tidur dengan menantunya.
Keesokannya, Zakira bangun pagi sekali yaitu pukul empat pagi.
Zakira mengambil sayur mayur yang sebelumnya sudah ia siapkan dan sayuran itu ia simpan di kulkas Ninik.
"Mbak, aku ngambil sayur, ya," kata Zakira seraya membuka pintu kulkas.
Seperti biasa, Ninik tidak menjawab perkataan Zakira, padahal, baru saja terlihat kalau Ninik masuk ke kamarnya.
"Bodo amat lah!" kata Zakira seraya mengambil sayuran dan ikan gurame dalam freezer.
Pagi ini, Zakira memasak sayur lodeh kesukaan Mar, Zakira ingin sarapan bersama sebelum ibunya itu kembali ke Bogor.
Mar yang tak mendapati anaknya disisinya itu terbangun.
Mendengar suara dari dapur, Mar pun menyusul.
"Neng, masih gelap, ngapain?" tanya Mar seraya mengikat rambutnya.
Mar mencuci wajahnya di wastafel depan kamar mandi.
"Iya, Ma. Kan buat sarapan semua, Ibu juga ke pasar bekel, katanya biar enggak beli," jawab Zakira seraya terus memotong sayuran.
"Setiap hari kamu kaya gini?" tanya Mar seraya mengambil ikan di meja dan membantu Zakira untuk memasak.
"Iya, Ma. Soalnya, kalau enggak masak nanti jadi beli, kalau beli jadi boros," jawab Zakira.
"Sayuran ini mertua kamu yang beli?" tanya Mar yang seperti sedang mewawancarai anaknya.
"Iya, Ma. Katanya biar uang Mas Pras cepat kumpul, tapi tetep aja enggak ada sisa di akhir bulan," kata Zakira seraya beranjak bangun dari duduknya.
Zakira menyiapkan bumbu dan lain-lainnya.
Sementara itu, yang dipikirkan oleh Mar adalah anak perempuan dari Norma. Tidak seharusnya semua itu dikerjakan oleh Zakira.
Sekarang, Mar mengerti kenapa anaknya itu semakin kurus dan terlihat pucat.
"Nak, kamu betah di sini?" tanya Mar seraya menggenggam tangan Zakira yang sedang mencuci sayuran.
"Aku betah, kok, Ma. Tenang aja, Mas Pras baik sama Rara," kata Zakira, ia mencoba membuat Mar tidak khawatir.
"Aku tau, pasti Mama memikirkan aku, kan? Aku enggak mau Mama sampai sedih, ini hidup ku setelah menikah, pasti sangat berbeda dengan aku yang dulu, dulu yang selalu manja ketika pulang ke rumah," kata Zakira dalam hati.
Dan Mar menarik nafas dalam.
****
Setelah melihat seperti apa kehidupan anaknya itu, Mar yang sekarang sudah berada di rumahnya itu selalu teringat dengan Zakira.
"Ma, kenapa bengong?" tanya Jalen yang membawa gelas bekas kopi ke dapur, terlihat kalau Mar sedang melamun di kursi meja makan.
"Mama keinget Zakira, Pak. Mama merasa kalau Zakira enggak nyaman di sana," kata Mar seraya menurunkan tangan kanan yang menopang dagunya.
"Iya, Bapak juga berpikir seperti itu, tapi mau gimana lagi, Ma. Kita bisa apa? Kalau ikut campur urusan rumah tangga anak, takut, takut malah jadi berantakan," kata Jalen yang ikut duduk di kursi meja makan, mengambil air putih lalu meminumnya.
Mar menghela nafas panjang.
****
Di pabrik, Zakira membawa kelengkeng untuk dimakan bersama dengan gengnya. Kelengkeng itu pemberian dari Jalen.
"Dulu hampir tiap minggu kita makan buah gratis, sekarang enggak lagi," kata Tatiana pada Zakira dan dua temannya yang lain membenarkan ucapan Ana.
"Gimana kabar Mama, Bapak kamu, Ra?" tanya Imah, salah satu teman Rara.
"Alhamdulillah baik." Rara menjawab.
"Ra, sekarang kamu masih suka kasih uang ke orang tua kamu? Kalau enggak kasian, pasti kaget, yang dulunya ada kamu selalu kasih uang sekarang jadi enggak." Imah bertanya, ia merasa ingin tau.
"Tapi enak dong, Ra, kamu kerja suami kerja, rumah enggak ngontrak, pasti uangnya cepet kumpul," kata Imah.
Dan Ana menyikut lengan Imah saat melihat Zakira yang terdiam.
Bersambung.
Like dan komen ya, all. Terimakasih buat yang enggak lupa klik jempol ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
🦋𝖀𝖓𝖓𝖎𝖊 𝕰𝖛𝖎🍀
akhirnya orangtua Zakira mengetahui bagaimana sikap keluarga suaminya
2023-01-21
1
𝕽𝖆𝖎𝖓𝖎
ayah yang bijak
2023-01-17
1
𝕽𝖆𝖎𝖓𝖎
uangnya buat apa ya 🤔
2023-01-17
0