Gamis Pertama Atalie

Terhitung sudah lebih dari tujuh kali Atalie mengikuti kajian Umar secara suka rela. Khanza dan Ayana tak pernah memaksa Atalie untuk ikut. Atalie hanya penasaran seperti apa rasanya masuk masjid yang setiap hari ia lewati saat berangkat ke kampus. Atalie ingat pertama kali mengikuti kajian, Umar membahas soal kepribadian Nabi Muhammad yang patut dicontoh oleh umatnya. Atalie tidak berusaha mengingatnya, ucapan Umar melekat dengan sendirinya di dalam pikiran Atalie.

Kejadian kemarin membuat Atalie malas untuk datang ke masjid hari ini, ia mendapat pesan dari Khanza yang sudah siap pergi ke masjid. Namun Atalie tidak berniat beranjak dari kursinya sedikitpun. Ia masih berkutat dengan laptopnya mengerjakan tugas kuliah yang harus dikumpulkan malam ini.

Kampus sudah sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang masih berada di kelas termasuk Atalie. Atalie akan pulang setelah menyelesaikan tugas jadi ia bisa bersantai di rumah.

"Balik yuk." Gracia sudah menunggu Atalie sekitar 15 menit tapi ia tak melihat tanda-tanda jika Atalie akan segera beranjak.

"Bentar lagi selesai." Balas Atalie tanpa melihat Gracia.

"Yang mau lulus S2 rajin banget." Gracia duduk di hadapan Atalie. "Eh hari ini nggak ikut Khanza sama Ayana ke masjid?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Males banget aku ketemu Umar, masa kemarin aku diusir waktu ke rumahnya."

"Hah, ngapain kamu ke rumah dia?"

"Jadi dia pinjemin buku terus aku ke rumahnya buat balikin , eh dia ketus banget nyuruh aku buru-buru pergi." Atalie menarik kembali kata-katanya soal Umar yang memiliki kepribadian baik hati.

"Ya iyalah dia ketus, kalian juga kan belum kenal."

"Tapi Mama nya dia baik sih, baik banget malah." Atalie jadi ingat jika Maryam mengizinkannya datang ke kajian setelah subuh. Namun Atalie tak akan bisa bangun se-pagi itu. Ia bisa pingsan karena sudah terbiasa bangun siang.

"Perasaan kemarin kamu cerita kalau Umar baik banget."

"Aku terlalu cepat menilai dia padahal belum kenal."

"Dimana sih rumahnya?"

"Pondok pesantren apa tuh, aku lupa deh pokoknya deket banget, dari Jemaat Immanuel sekitar 15 menit doang."

"Dia tinggal di pondok pesantren?" Gracia membelalak.

"Dia anaknya yang punya pondok pesantren, jadi pas aku dateng tiba-tiba banyak anak-anak yang ngerumunin aku."

"Kamu pakai baju apa?"

"Pakai baju biasa sama celana sepaha."

"Ya jelas lah Umar kesel, gimana sih itu kan pondok pesantren harusnya kamu jangan pakai baju celana pendek."

"Masalahnya aku nggak ngerti pondok pesantren itu tempat apa, kalau dari awal tahu juga ngapain aku bela-belain kesana cuma buat balikin buku."

"Percuma anak akselerasi kalau pondok pesantren aja nggak tahu." Ledek Gracia.

"Eh emang di sekolah ada pelajaran kayak gitu?" Semprot Atalie.

"Makanya kayak aku sekolahnya di sekolah umum jadi bisa tahu banyak hal."

Atalie mendengus, sejak sekolah dasar ia memang belajar di tempat khusus. Atalie tak pernah memiliki teman beragama Islam sebelumnya. Islam adalah agama yang benar-benar asing baginya.

"Atalie!" Suara Khanza menggema di kelas yang sepi, gadis itu melangkah masuk bersama Ayana menghampiri Atalie. "Yakin hari ini nggak ikut?"

"Nggak ah."

"Lagi kesel sama Ustadz nya dia, aneh banget masa kesel sama Ustadz." Sahut Gracia dengan nada meledek, menurutnya cerita Atalie sangat konyol.

"Kesel kenapa?" Tanya Ayana.

"Jadi kemarin Atalie ke rumah Umar terus katanya disuruh buru-buru pergi sama itu cowok." Gracia mewakili Atalie menceritakan kejadian kemarin.

"Hah serius kamu ke rumah Ustadz Umar?" Ayana dan Khanza melotot tak percaya, mereka saja belum pernah pergi ke rumah Umar karena memang tak ada alasan untuk kesana.

"Ya serius, kamu nggak lihat muka aku udah kesel begini gara-gara ingat lagi sama kejadian kemarin." Atalie menunjuk wajahnya sendiri yang sudah merah padam.

"Menurutku wajar sih Umar ngusir Atalie, soalnya dia pakai baju segini." Gracia menunjuk pahanya yang membuat Khanza dan Ayana mendelik kaget.

"Jangan bully aku, serius aku nggak tahu kalau pondok pesantren itu tempat ngumpulnya orang-orang muslim buat belajar disana."

"Ya ampun Atalie, kamu harusnya nanya sama aku dulu." Khanza merasa prihatin karena Atalie begitu nekat pergi ke rumah Umar dengan pakaian terbuka.

"Eh tapi Umar udah punya istri ya?" Atalie penasaran soal itu karena kemarin ia melihat wanita bercadar selain Maryam yang membuat teh untuknya. Mengingat teh itu, sekarang Atalie jadi panas dalam karena meminumnya sekaligus padahal teh tersebut masih mengepulkan asap.

"Setahuku sih belum."

"Kemarin aku lihat ada wanita pakai cadar juga di rumah itu."

"Kalau udah nikah pasti kita tahu lah, secara Ayana itu nge-fans banget sama Ustadz Umar." Khanza menepuk bahu Ayana.

"Nggak lah biasa aja." Ayana menyangkal, ia hanya suka mendengarkan ceramah Umar.

Mereka terdiam untuk beberapa saat, hanya suara ketikan dari keyboard laptop Atalie yang terdengar.

"Oh iya buku Firman Kudus aku mana." Gracia baru ingat jika buku yang ia beli beberapa waktu lalu ada bersama Atalie.

"Buku?" Atalie mengerutkan kening, kenapa buku semua orang ada padanya.

"Kan kamu sendiri yang bilang mau dibawa kemarin beres dari gereja, bukannya mampir ke rumah ku malah melipir ke rumah Ustadz."

Mata Atalie melebar, kemarin ia memang berniat mampir ke rumah Gracia setelah mengembalikan buku Umar. Namun karena telanjur kesal, Atalie lupa memberikan buku tersebut. Atalie memejamkan mata berusaha mengingat dimana ia meletakkannya. Atalie yakin sudah membawanya kemarin tapi pagi ini ia tak melihat buku apapun di mobilnya.

"Ya ampun aku lupa taruh bukunya." Atalie memukul meja, ia mendadak jadi pelupa karena tugas kuliah yang menumpuk.

"Eh yang bener?" Gracia menatap Atalie tak percaya.

"Beneran, sumpah aku lupa."

"Ya udah lah gampang nanti beli lagi." Gracia menepuk bahu Atalie lalu beranjak dari duduknya. "Aku balik dulu."

"Aku juga." Khanza dan Ayana berdiri bersamaan.

"Ya udah, aku selesain ini dulu." Atalie tidak mau beranjak sebelum tugasnya selesai, itu adalah prinsip yang ia tanamkan sejak kecil dan terbiasa sampai sekarang.

"Aku tanya sekali lagi, beneran hari ini nggak mau ikut?" Tanya Khanza lagi.

"Enggak." Atalie menggeleng, ia belum siap bertemu Umar setelah dipermalukan kemarin.

"Ya udah aku sama Khanza pergi dulu."

"Iya, hati-hati!" Atalie melambaikan tangan pada dua temannya yang semakin menjauh lalu menghilang di balik pintu kelas.

Atalie termenung, dimana ia meletakkan buku Firman Kudus untuk Kebangunan Pagi milik Gracia.

"Jangan bilang ketinggalan di rumah Umar." Atalie mengacak-acak rambutnya frustrasi, ia jadi kehilangan konsentrasi untuk mengerjakan tugas karena memikirkan buku tersebut.

"Fokus Atalie fokus!" Atalie menepuk-nepuk pipinya untuk mengembalikan konsentrasi.

Atalie berusaha menyelesaikan tugasnya dengan cepat lalu segera mengirimnya melalui email.

Atalie membereskan laptop dan bukunya yang berserakan di atas meja. Dari pada memikirkan buku Gracia yang tak tahu dimana keberadaannya, lebih baik Atalie pergi ke Mall untuk membeli beberapa gamis untuk dipakai saat menghadiri kajian Maryam. Walaupun Atalie belum tentu bisa bangun pagi, tapi setidaknya ia memiliki pakaian panjang untuk persiapan.

******

Berbelanja seorang diri adalah cara Atalie lari sebentar dari kesibukannya mengerjakan tugas kuliah. Setidaknya Atalie mengunjungi mall seminggu tiga kali bahkan jika tak ada yang ingin dibelinya, ia tetap nongkrong disitu.

Kali ini tidak seperti biasa Atalie mengunjungi toko khusus pakaian muslimah. Matanya berkilat-kilat setiap kali melihat deretan pakaian yang digantung rapi dengan berbagai warna dan model. Rasanya Atalie ingin membeli semuanya.

Tentu menyenangkan jika Atalie memiliki toko pakaian sendiri. Itu adalah salah satu impiannya setelah lulus kuliah. Impian yang sulit untuk Atalie gapai karena ia harus meneruskan bisnis papa nya. Alasan Atalie mengambil program magister karena ia ingin menunda bekerja di kantor papa nya.

"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" Seorang pramuniaga menghampiri Atalie.

"Saya belum pernah beli gamis sebelumnya, tolong rekomendasikan beberapa model yang cocok untuk saya."

"Cici punya tubuh ideal dan kulit cerah, model apapun pasti cocok tapi saya akan rekomendasikan model yang sedang populer."  Ia mengambil tiga gamis dengan model berbeda.

Atalie melihat gamis merah muda dengan aksen motif floral di bagian bawahnya. Gamis lainnya berwarna hitam dengan potongan lurus berbahan knit. Serta model A line dengan bahan katun.

"Kalau gitu saya ambil semua." Atalie memutuskan untuk membeli tiga gamis tersebut, tidak butuh waktu lama ia menyukai mereka semua.

"Boleh dicoba dulu Ci."

"Nggak usah." Atalie yakin gamis itu cukup di tubuhnya.

Sebelum pulang, Atalie mampir ke toko buku yang satu arah dengan rumahnya. Atalie harus mengganti buku Gracia yang ia hilangkan kemarin.

"Banyak buku yang baru datang." Sama seperti saat melihat pakaian, mata Atalie juga berbinar-binar ketika bertemu dengan buku. Tujuannya hanya untuk membeli buku Gracia tapi tangannya seolah bergerak sendiri untuk mengambil beberapa buku lain.

"Aku emang berbakat buat habisin uang Papa." Atalie tersenyum lebar keluar dari toko buku dengan membawa dua paper bag berisi buku miliknya dan Gracia.

Di depan toko Atalie mendengar keributan antara seorang wanita paruh paya dan bocah laki-laki yang membuatnya urung masuk mobil.

"Kamu masih sehat, sekolah dulu yang bener jangan minta-minta!" Wanita itu meneriaki anak kecil yang terlihat menunduk.

Atalie menghampiri bocah tersebut setelah meletakkan paper bag di dalam mobilnya.

"Ibu kalau nggak mau ngasih nggak usah ngomel dong." Atalie menarik bocah itu mundur, ia melempar tatapan tajam pada ibu-ibu tersebut.

"Eh kamu siapa, jangan ikut campur, saya udah bilang maaf eh dia maksa minta uang, saya jadi terganggu."

"Saya minta maaf Bu." Bocah itu menunduk, tubuhnya gemetar ketakutan.

"Udah-udah, ayo pergi." Atalie menarik bocah tersebut menjauh.

"Jangan-jangan kalian komplotan pengemis ya?" Teriak wanita itu pada Atalie.

Atalie tidak mempedulikan omelan wanita itu, ia masih waras untuk tak membuang energinya. Mereka duduk di kursi yang berada di depan toko buku.

"Ini buat kamu." Atalie memberikan beberapa lembar seratus ribuan dan tiga lembar sepuluh ribu hingga dompetnya kosong. "Cuma itu yang aku punya."

"Kak, ini banyak banget." Ia terkejut melihat uang sebanyak itu.

"Nggak apa-apa." Atalie menjejalkan uang itu ke dalam saku baju bocah tersebut. "Kok kamu nggak pakai sandal?"

Bocah itu tidak menjawab, ia hanya menunduk memperhatikan kakinya tanpa alas apapun. Ia sudah terbiasa berjalan tanpa sandal, kakinya seolah sudah kebal terhadap apapun.

"Kayaknya ukuran kaki kita sama." Atalie melepas sepatunya dan memasangkannya pada anak itu. Atalie tidak salah memperkirakan, ukuran kaki mereka sama. "Wah pas banget, kayaknya sepatu ini diciptakan buat kamu."

"Kakak pakai apa?"

"Kakak punya sandal di mobil, pakai aja." Atalie beranjak.

"Terimakasih banyak, kakak baik banget."

"Kalau gitu kamu buruan beli makan yang banyak." Atalie mengusap puncak kepala bocah yang mengingatkannya pada sang adik Daniel saat masih kecil. Dulu Atalie sangat bahagia saat tahu akan memiliki adik, sekarang pun ia bahagia walaupun Daniel suka menjahilinya.

Saat hendak masuk ke dalam mobil, ada seorang lelaki yang mengenakan rompi berwarna oranye cerah mendekat, Atalie jadi sadar bahwa ia tidak memiliki sisa uang untuk membayar parkir.

"Pak, uang parkirnya boleh ngutang dulu nggak?" Atalie memasang senyum paling lebar untuk merayu tukang parkir yang sepertinya tak akan mudah terhasut hanya dengan senyuman.

"Yah Mbak, kok ada orang ngutang duit parkir?"

"Beneran Pak saya nggak punya uang, besok saya janji bakal kesini lagi." Atalie tidak memiliki sisa uang sepeserpun di dalam dompetnya.

"Kalau gitu caranya semua orang yang parkir disini bisa bohongin saya Mbak."

"Pak, saya juga mau pergi, sekalian bayar uang parkir punya dia, berapa?" Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi menghampiri tukang parkir.

Atalie tertegun untuk beberapa saat, ia tak menyangka akan bertemu Umar disini. Atalie tidak pergi ke masjid hari ini karena tak ingin melihat Umar tapi ternyata mereka justru bertemu disini.

"Kalau parkir mobil lebih mahal Mas."

"Ya udah ambil semua." Umar menyerahkan selembar dua puluh ribuan pada tukang parkir.

"Nah kalau gitu kan sama-sama enak." Senyum lebar seketika terbit di wajah tukang parkir dalam hitungan detik setelah menerima uang.

"Makasih ya, untung ada kamu." Atalie jadi tidak enak karena sempat memaki Umar dalam hatinya kemarin.

"Lain kali jangan kasih semua uang kamu ke orang lain, sisain sedikit buat kebutuhan kamu sendiri." Umar melihat semua yang Atalie lakukan untuk membela anak kecil peminta-minta itu.

"Iya barusan aku nggak kepikiran soal uang parkir, sekali lagi terimakasih Umar eh maksud aku Ustadz." Atalie bingung akan memanggil Umar dengan sebutan apa.

"Jangan panggil Ustadz."

"Umar?"

"Sepertinya kamu lebih muda dari saya."

"Mas Umar." Atalie meninggikan nada bicaranya yang membuat Umar sedikit terkejut.

"Kamu bahkan ngasih sepatu juga buat dia?" Umar melirik bocah laki-laki yang berjalan menjauh dari toko buku dengan sepasang sepatu putih bersih di kakinya. Umar yakin harga sepatu itu melebihi gajinya sebagai dosen selama satu bulan.

"Itu karena dia nggak pakai sandal." Atalie tak tahu apa yang harus ia lakukan selain memberikan sepatu miliknya.

"Seperti kamu sekarang." Umar melihat kaki Atalie tanpa alas apapun.

"Aku punya sandal kok di dalam mobil."

"Syukur kalau gitu." Umar segera pergi menuju motornya yang terparkir tak jauh dari mobil Atalie.

Atalie masuk ke dalam mobilnya, ia menurunkan kaca jendela melihat Umar yang tengah memasang helm.

"Hari ini nggak ke masjid ya?" Tanya Atalie.

"Digantikan Ustadz Hamzah karena saya ada urusan."

"Oh." Atalie manggut-manggut, entah kenapa ia tersenyum mengetahui hal itu.

Umar menyalakan motor dan keluar dari area parkir toko buku mendahului Atalie.

Terpopuler

Comments

૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ

૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ

bener2 jodoh sih merekaa inih

2023-01-25

1

Nina

Nina

lanjut

2023-01-09

0

lihat semua
Episodes
1 Perkenalkan Aku dengan Aisyah
2 Mengagumi Ustadz Umar
3 Gadis Aneh
4 Gamis Pertama Atalie
5 Hati yang Lembut Bisa Patah
6 Kajian Subuh
7 Naksir Umar?
8 Kembali
9 First Trip
10 First Trip 2
11 Kejadian Memalukan
12 Jangan Tanya Apapun
13 Hadiah Pemberian Felix
14 Mimpi Aneh
15 Pencipta Manusia
16 Akhirnya Bertemu
17 Gadis Pilihan Abah
18 Umar Kesal?
19 Tuhan Maha Baik
20 Angin yang Membawa Umar
21 Keraguan
22 Kemelut
23 Keputusan Besar
24 Gema Syahadat Aisyah
25 Perjalanan dimulai
26 Umar yang Membingungkan
27 Hati Wanita
28 Kembali ke Rumah
29 Perasaan Hilya
30 Bicara Perasaan
31 Allah First
32 Jalan yang Umar Pilih
33 Berjuang
34 Dua Insan yang Saling Jatuh Cinta
35 Izin Jaya dan Renata
36 Meminang
37 Ujian Sebelum Menikah
38 Air Mata di Hari Bahagia
39 Air Mata di hari Bahagia
40 Mengurai Masalah
41 Sekelumit Persiapan Menikah
42 Takdir Manusia
43 Menghitung Jam
44 Pengajian
45 Pengajian 2
46 Menikah
47 Malam Pengantin
48 Sepotong Pagi yang Istimewa
49 Tentang Takdir Ilahi
50 Tentang Takdir Ilahi 2
51 Kehidupan Pernikahan
52 Ziarah
53 Monthversary
54 Ulang Tahun
55 Rumah Baru
56 Kajian Bersama Ummi
57 Kehidupan Berumahtangga
58 Kerikil
59 Luka
60 Memaafkan
61 Belajar
62 Jatuh Hati (Lagi)
63 Kesabaran Tak Berbatas
64 Tanda Cinta Allah
65 94:5-6
66 Rezeki dari Allah
67 Satu Tahun
68 Takdir Allah
69 Menyelinap ke Kajian
70 Berkah yang Lain
71 Kesulitan yang Mendekatkan
72 Kesulitan yang Mendekatkan 2
73 Tanah Suci
74 Tanah Suci 2
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Perkenalkan Aku dengan Aisyah
2
Mengagumi Ustadz Umar
3
Gadis Aneh
4
Gamis Pertama Atalie
5
Hati yang Lembut Bisa Patah
6
Kajian Subuh
7
Naksir Umar?
8
Kembali
9
First Trip
10
First Trip 2
11
Kejadian Memalukan
12
Jangan Tanya Apapun
13
Hadiah Pemberian Felix
14
Mimpi Aneh
15
Pencipta Manusia
16
Akhirnya Bertemu
17
Gadis Pilihan Abah
18
Umar Kesal?
19
Tuhan Maha Baik
20
Angin yang Membawa Umar
21
Keraguan
22
Kemelut
23
Keputusan Besar
24
Gema Syahadat Aisyah
25
Perjalanan dimulai
26
Umar yang Membingungkan
27
Hati Wanita
28
Kembali ke Rumah
29
Perasaan Hilya
30
Bicara Perasaan
31
Allah First
32
Jalan yang Umar Pilih
33
Berjuang
34
Dua Insan yang Saling Jatuh Cinta
35
Izin Jaya dan Renata
36
Meminang
37
Ujian Sebelum Menikah
38
Air Mata di Hari Bahagia
39
Air Mata di hari Bahagia
40
Mengurai Masalah
41
Sekelumit Persiapan Menikah
42
Takdir Manusia
43
Menghitung Jam
44
Pengajian
45
Pengajian 2
46
Menikah
47
Malam Pengantin
48
Sepotong Pagi yang Istimewa
49
Tentang Takdir Ilahi
50
Tentang Takdir Ilahi 2
51
Kehidupan Pernikahan
52
Ziarah
53
Monthversary
54
Ulang Tahun
55
Rumah Baru
56
Kajian Bersama Ummi
57
Kehidupan Berumahtangga
58
Kerikil
59
Luka
60
Memaafkan
61
Belajar
62
Jatuh Hati (Lagi)
63
Kesabaran Tak Berbatas
64
Tanda Cinta Allah
65
94:5-6
66
Rezeki dari Allah
67
Satu Tahun
68
Takdir Allah
69
Menyelinap ke Kajian
70
Berkah yang Lain
71
Kesulitan yang Mendekatkan
72
Kesulitan yang Mendekatkan 2
73
Tanah Suci
74
Tanah Suci 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!