Hati yang Lembut Bisa Patah

Lantunan ayat suci dari masjid menemani perjalanan Umar dari toko buku ke rumah. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat menghasilkan semburat jingga keunguan di langit. Harusnya Umar buru-buru pulang agar saat Kyai Abizar datang, ia sudah berada di rumah. Namun Umar justru mengendarai motornya dengan lambat karena tidak ingin menyia-nyiakan pemandangan sore ini. Umar menikmati senja ditemani suara serangga tonggeret yang hinggap di dahan pohon kersen dan trembesi di kanan kiri jalan.

Umar merasa takjub setiap kali melihat langit dan bintang-bintang yang menghiasinya. Allah mengatur segala sesuatu dengan sangat detail. Dia tidak membiarkan langit polos tanpa apapun, Allah jadikan gemintang sebagai hiasannya berserta bulan yang menerangi malam.

Tiba-tiba Umar teringat pada Atalie yang menolong pengemis tadi. Terlepas dari pakaian yang Atalie kenakan, ternyata ia gadis baik. Atalie langsung memberikan sepatu dan semua uangnya tanpa berpikir dua kali, Umar sedikit terkejut saat melihat Atalie melakukan itu.

"Don't judge book by cover?" Umar seolah mempertanyakan peribahasa tersebut. "Tetap saja, menutup aurat itu kewajiban umat muslim."

Umar menggeleng kuat berusaha menepis bayangan Atalie di kepalanya.

Aroma rempah-rempah dan daun pisang menyeruak dari dalam dapur membuat Umar menebak-nebak apa yang dimasak ummi nya. Perpaduan aroma serai, lengkuas, daun salam dan daun pisang itu tercium semakin pekat. Meski sudah mencobanya Umar tidak bisa memikirkan masakan apa yang sedang dibuat di dapur.

"Assalamualaikum." Umar melangkah masuk dapur.

"Waalaikumussalam." Semua orang yang berada di dapur menjawab salam. Mereka adalah Maryam, Khawla dan dua orang yang biasa membantu memasak serta membersihkan rumah.

"Ummi masak apa?" Biasanya Umar langsung pergi ke kamar tapi kali ini ia sangat penasaran pada hidangan beraroma enak yang membuat air liurnya banjir.

"Ayam garang asem." Maryam menunjukkan bungkusan daun pisang yang baru diangkat dari kukusan.

"Wah, nggak sabar mau makan." Umar melihat tahu yang baru diangkat dari penggorengan.

"Mas, ayo petik cabe di belakang." Ali muncul membawa wadah dari rotan, baru saja ia menerima perintah Maryam untuk mengambil cabai di kebun belakang.

"Biar Mas yang petik." Umar mengambil wadah tersebut dari tangan Ali.

Ali tersenyum lebar karena ia tidak harus memetik cabai.

"Ajak adikmu sekalian." Ujar Maryam.

Akhirnya Ali mengekori Umar menuju kebun untuk ikut memetik cabai dengan terpaksa.

"Jangan cemberut, mengerjakan perintah Ummi itu harus ikhlas."

"Iya Mas." Ali memaksakan senyum, ia sudah berusaha ikhlas tapi ia memang tidak suka berkebun meskipun itu hanya memetik beberapa buah cabai. "yang kemarin itu temennya Mas Umar?"

"Yang mana?" Umar memetik cabai hijau untuk pendamping tahu goreng.

"Yang pahanya kelihatan." Ali tak sengaja melihat wanita yang katanya teman Umar tersebut karena para santri berkerumun di gerbang hingga ia penasaran.

"Astagfirullah, kamu lihat juga kemarin?" Umar sudah menduga jika tak hanya dirinya dan para santri perempuan yang melihat Atalie.

"Iya." Ali menunduk, sungguh ia tak sengaja melihat itu. Semoga Allah mengampuninya.

"Iya, dia teman Mas." Umar tidak bisa mengelak, kemarin ia mengaku tak mengenal Atalie tapi setelah melihat kebaikan gadis itu ia merasa bersalah karena telah berpikiran buruk.

"Kok Mas Umar berteman sama wanita yang nggak menutup aurat?" Ali tak pernah melihat Umar memiliki teman perempuan. Atalie adalah wanita pertama yang datang kesini dan mengaku teman Umar. Bahkan mahasiswi tempat Umar mengajar tak ada yang berani datang.

"Mas juga nggak tahu." Semuanya terjadi begitu saja. Umar juga tak menduga jika Atalie akan datang padahal ia hanya meminjamkan buku. Apa itu bisa disebut teman?

Sesaat sebelum adzan magrib berkumandang, Abizar datang bersama istrinya Aminah dan dua anaknya—Idham dan Hilya. Abizar adalah pendiri pondok pesantren Al-Amin di Lumajang. Sejak masih muda Abizar sudah dekat dengan Zaid hingga akhirnya ia menikah dan pindah ke Lumajang.

Abizar dan Zaid saling berpelukan dan menanyakan kabar masing-masing setelah lama tidak bertemu. Karena sibuk dengan pondok pesantren masing-masing, mereka tidak bisa sering berkunjung.

"Apa kabar Ummi?" Seorang gadis bercadar mencium punggung tangan Maryam.

"Alhamdulillah Allah selalu memberi kesehatan, Hilya kamu sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan sholehah." Maryam masih ingat saat terakhir bertemu Hilya baru lulus SMA dan belum bercadar.

"Aamiin Ummi, saya masih banyak belajar untuk menjadi seperti Ummi."

"Wah ini Umar ya?" Abizar melihat Umar datang, meski sudah lama tidak bertemu tapi ia masih bisa mengenali Umar.

"Assalamualaikum Yai." Umar mencium tangan Abizar lalu menautkan tangan di depan dada pada Aminah. Ia juga menyalami Idham adik Hilya.

Hilya melirik Umar sebentar, ia memuji lelaki itu dalam hati. Tak hanya tampan tapi Umar juga lelaki yang baik, ia adalah tipe suami ideal semua wanita.

Mereka menunda obrolan karena sudah masuk waktu magrib. Semua orang bergegas menuju mushalla untuk mendirikan shalat magrib berjamaah. Sebagai tamu, Abizar mendapat kehormatan untuk menjadi imam shalat.

******

Berbagai hidangan sudah tersaji di atas meja makan. Aroma lezat rempah-rempah membuat air liur membanjiri rongga mulut. Ayam garang asem dan ayam saus asam manis sangat cocok disantap dengan nasi hangat ditambah tahu dan tempe goreng serta perkedel kentang hasil kebun sendiri.

Zaid memimpin doa sebelum mulai makan. Mereka menikmati hidangan itu bersama-sama begitupun dengan para santri yang berada di ruangan lain. Santri memiliki ruang makan khusus yang terpisah.

"Sekarang Hilya semester berapa?" Tanya Maryam.

"Saya semester 7 Ummi."

"Sudah punya calon suami?" Zaid menimpali.

Hilya hampir saja tersedak mendengar pertanyaan itu tapi ia segera meneguk sedikit air. Hilya menjawabnya dengan senyum salah tingkah. Senyum yang hanya bisa dilihat dari sepasang matanya.

"Hilya masih kuliah, bagaimana dengan Umar?" Abizar melempar tatapan pada Zaid.

"Tanyakan sendiri padanya." Zaid melirik Umar yang duduk di dekatnya.

"Soal itu saya belum memikirkannya Yai." Jawab Umar. "Kalau Allah sudah kasih jodoh, maka saya pasti akan menikah."

"Dulu Khalid menikah sesaat setelah lulus kuliah."

"Benar, Mas Khalid lebih beruntung dari saya."

"Jangan bilang begitu, kamu tinggal pilih mau yang seperti apa nanti Mas carikan." Tukas Khalid.

"Memangnya kriteria istri seperti apa yang kamu inginkan Umar?" Kini Aminah juga mengajukan pertanyaan.

"Saya tidak punya kriteria khusus, yang penting dia mau bersama-sama meraih cinta Allah dan peduli terhadap sesama." Saat mengatakan itu tiba-tiba bayangan Atalie muncul di benak Umar seolah pikirannya berkata bahwa Atalie adalah istri yang tepat untuknya. "Dan menutup aurat." Umar menyangkal pikirannya sendiri, ia bahkan tidak mengenal Atalie dengan baik. Bagaimana mungkin Atalie menjadi istri yang tepat untuknya. Tidak-tidak. Umar sudah tidak waras karena berpikir seperti itu.

"Tentu saja." Sahut Zaid.

"Kalau begitu tunggu Hilya lulus kuliah." Canda Abizar yang memancing tawa dari lainnya.

Hilya memperhatikan senyum yang terbit di wajah Umar lalu menunduk menatap makanan di piringnya yang hampir habis. Entah kenapa senyum Umar membuat Hilya ikut tersenyum.

Setelah makan para laki-laki berpindah ke ruang tamu sedangkan Maryam dan Khawla membereskan meja.

"Hilya piringnya ditaruh aja, jangan dicuci." Maryam mencegah Hilya yang hendak mencuci piring bekas makan mereka.

"Tidak apa-apa Ummi."

"Jangan, biar Ummi dan Mbak Khawla yang cuci."

Hilya tetap mencuci piring dan wadah kotor di wastafel. Ia merasa tidak enak jika tak ikut membantu mencuci piring. Lagi pula ia sudah biasa melakukannya di rumah.

"Tolong kamu bawa ini aja ya ke depan." Maryam meminta Hilya membawa tahu petis ke ruang tamu.

Hilya tidak punya pilihan selain menuruti Maryam untuk membawa tahu goreng dengan pendamping saus petis dan cabai hijau.

"Wah masih ada tahu petis, perut kita benar-benar akan terisi penuh setelah pulang dari sini." Seru Abizar melihat Hilya meletakkan sepiring besar tahu petis di atas meja.

Zaid mempersilakan mereka mencoba tahu petis buatan Maryam.

Saat hendak duduk, Hilya merasa ada yang mengganjal. Ia melihat sebuah buku di sofa yang akan didudukinya.

"Ada buku." Hilya mengacungkan buku bersampul putih dan hijau tersebut.

Umar melihat buku di tangan Hilya, sepertinya ia tidak asing dengan buku tersebut. Umar pernah melihatnya sebelum ini. Namun ia merasa tidak memiliki buku seperti itu.

"Punya kamu?" Zaid melihat Umar.

"Bukan Bah." Umar menggeleng.

Khalid juga tidak merasa memiliki buku tersebut.

Hilya memberikan buku itu pada Ali yang sudah menengadah tangan padanya.

"Firman Kudus untuk Kebangunan Pagi." Ali membaca judul buku di tangannya, ia mengerutkan kening. "buku apa ini?" Seumur hidup ia tidak pernah membaca judul buku seperti itu.

Umar membelalak, ia ingat kemarin Atalie membawa dua buku. Itu berarti buku milik Atalie ketinggalan di sofa. Umar mengambil alih buku tersebut di tangan Ali.

Jika ada kesempatan untuk bertemu lagi, Umar akan mengembalikan buku itu pada Atalie. Umar juga tidak tahu dimana tempat tinggal Atalie.

******

Beberapa kali Umar mengulurkan tangan untuk membuka buku milik Atalie yang terletak di atas meja kerjanya. Apakah ia diperbolehkan membuka buku itu tanpa izin pemiliknya. Bukankah itu bukan buku harian yang berisi berita pribadi seseorang. Itu artinya Umar boleh saja membukanya dan membaca beberapa halaman.

"Firman Kudus?" Umar bertanya pada dirinya sendiri.

Umar memasukkan buku itu ke dalam tasnya agar jika ia tak sengaja bertemu Atalie di jalan, ia bisa langsung mengembalikannya.

"Arggh!" Umar mengaduh karena lututnya menghantam meja saat ia hendak beranjak dari kursi. Lutut Umar yang terasa berdenyut menyadarkannya akan sesuatu. Umar mengeluarkan buku itu dan membuka halaman pertama.

Sepasang netra Umar melebar dan terasa memanas seperti ditusuk-tusuk duri.

"Atalie non muslim?" Umar kembali bicara pada dirinya sendiri. Umar tidak mau menerimanya tapi kenyataan itu bertentangan dengan apa yang ia harapkan.

Buku di tangan Umar terjatuh menyentuh lantai kamarnya yang dingin. Dingin seperti hati Umar saat ini, ia tak tahu apa yang ia rasakan tapi hatinya terasa tidak nyaman.

Umar tak berhak sedih atau marah mengetahui Atalie yang sering datang ke kajiannya ternyata bukan muslim.

Maka Umar tak bisa menyalahkan pakaian Atalie karena ia memang bukan muslimah. Pantas saja Atalie tidak tahu siapa Aisyah. Harusnya Umar menyadari itu lebih awal.

Tidak mungkin ia jatuh hati pada gadis itu. Umar punya seribu alasan untuk menyangkal perasaan tersebut lagi pula mereka tak pernah saling kenal sebelumnya. Bahkan Umar tak tahu seperti apa rasanya jatuh cinta. Umar hanya kecewa karena ia sudah berekspektasi tinggi terhadap sosok Atalie. Saat melihat Atalie, Umar ingin memperbaiki penampilan gadis itu dan merangkulnya dengan nasehat-nasehat kebaikan.

Umar merasa patah hati—patah yang entah apa penyebabnya. Bagaimana mungkin hatinya yang lembut ini bisa patah?

Terpopuler

Comments

Nina

Nina

ku ingin atalie menjadi mamum ku kata ka umar hehe

2023-01-09

0

lihat semua
Episodes
1 Perkenalkan Aku dengan Aisyah
2 Mengagumi Ustadz Umar
3 Gadis Aneh
4 Gamis Pertama Atalie
5 Hati yang Lembut Bisa Patah
6 Kajian Subuh
7 Naksir Umar?
8 Kembali
9 First Trip
10 First Trip 2
11 Kejadian Memalukan
12 Jangan Tanya Apapun
13 Hadiah Pemberian Felix
14 Mimpi Aneh
15 Pencipta Manusia
16 Akhirnya Bertemu
17 Gadis Pilihan Abah
18 Umar Kesal?
19 Tuhan Maha Baik
20 Angin yang Membawa Umar
21 Keraguan
22 Kemelut
23 Keputusan Besar
24 Gema Syahadat Aisyah
25 Perjalanan dimulai
26 Umar yang Membingungkan
27 Hati Wanita
28 Kembali ke Rumah
29 Perasaan Hilya
30 Bicara Perasaan
31 Allah First
32 Jalan yang Umar Pilih
33 Berjuang
34 Dua Insan yang Saling Jatuh Cinta
35 Izin Jaya dan Renata
36 Meminang
37 Ujian Sebelum Menikah
38 Air Mata di Hari Bahagia
39 Air Mata di hari Bahagia
40 Mengurai Masalah
41 Sekelumit Persiapan Menikah
42 Takdir Manusia
43 Menghitung Jam
44 Pengajian
45 Pengajian 2
46 Menikah
47 Malam Pengantin
48 Sepotong Pagi yang Istimewa
49 Tentang Takdir Ilahi
50 Tentang Takdir Ilahi 2
51 Kehidupan Pernikahan
52 Ziarah
53 Monthversary
54 Ulang Tahun
55 Rumah Baru
56 Kajian Bersama Ummi
57 Kehidupan Berumahtangga
58 Kerikil
59 Luka
60 Memaafkan
61 Belajar
62 Jatuh Hati (Lagi)
63 Kesabaran Tak Berbatas
64 Tanda Cinta Allah
65 94:5-6
66 Rezeki dari Allah
67 Satu Tahun
68 Takdir Allah
69 Menyelinap ke Kajian
70 Berkah yang Lain
71 Kesulitan yang Mendekatkan
72 Kesulitan yang Mendekatkan 2
73 Tanah Suci
74 Tanah Suci 2
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Perkenalkan Aku dengan Aisyah
2
Mengagumi Ustadz Umar
3
Gadis Aneh
4
Gamis Pertama Atalie
5
Hati yang Lembut Bisa Patah
6
Kajian Subuh
7
Naksir Umar?
8
Kembali
9
First Trip
10
First Trip 2
11
Kejadian Memalukan
12
Jangan Tanya Apapun
13
Hadiah Pemberian Felix
14
Mimpi Aneh
15
Pencipta Manusia
16
Akhirnya Bertemu
17
Gadis Pilihan Abah
18
Umar Kesal?
19
Tuhan Maha Baik
20
Angin yang Membawa Umar
21
Keraguan
22
Kemelut
23
Keputusan Besar
24
Gema Syahadat Aisyah
25
Perjalanan dimulai
26
Umar yang Membingungkan
27
Hati Wanita
28
Kembali ke Rumah
29
Perasaan Hilya
30
Bicara Perasaan
31
Allah First
32
Jalan yang Umar Pilih
33
Berjuang
34
Dua Insan yang Saling Jatuh Cinta
35
Izin Jaya dan Renata
36
Meminang
37
Ujian Sebelum Menikah
38
Air Mata di Hari Bahagia
39
Air Mata di hari Bahagia
40
Mengurai Masalah
41
Sekelumit Persiapan Menikah
42
Takdir Manusia
43
Menghitung Jam
44
Pengajian
45
Pengajian 2
46
Menikah
47
Malam Pengantin
48
Sepotong Pagi yang Istimewa
49
Tentang Takdir Ilahi
50
Tentang Takdir Ilahi 2
51
Kehidupan Pernikahan
52
Ziarah
53
Monthversary
54
Ulang Tahun
55
Rumah Baru
56
Kajian Bersama Ummi
57
Kehidupan Berumahtangga
58
Kerikil
59
Luka
60
Memaafkan
61
Belajar
62
Jatuh Hati (Lagi)
63
Kesabaran Tak Berbatas
64
Tanda Cinta Allah
65
94:5-6
66
Rezeki dari Allah
67
Satu Tahun
68
Takdir Allah
69
Menyelinap ke Kajian
70
Berkah yang Lain
71
Kesulitan yang Mendekatkan
72
Kesulitan yang Mendekatkan 2
73
Tanah Suci
74
Tanah Suci 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!