"Pak, udah banyak pulang yuk, aku sudah laper mau makan." Ajak Rina, wajah cantiknya belepotan lumpur sawah jangan tanya lagi keadaan baju dan celananya, untung saja gak pake gamis.
Farhan pasrah atas kelakuan istri bar-bar nya, pak Ali, Rina dan Adel yang memancing belut sedangkan Farhan dan ibu Siti menunggu di gubuk dekat sawah.
"Kak Rina, inimah bisa kita jual. Buanyak buwanget." Seru Adel.
"Bisa kita bicarakan nanti, pulang yuk."
"Ayok!" Jawab pak Ali dan Adel barengan.
Pak Ali menenteng ember agak besar ngebolangnya memang dapat banyak, habis yang pintar mancing belut itu Rina, ia lihai dalam memancing beda kalau Adel bisanya bikin belut kabur.
"Wah, dapat banyak Pak." Bu Siti mengambil alih ember yang di bawa pak Ali suaminya.
"Iya, Bu, anakmu itu emang jago kalau ngebolang. Anak siapa dulu, anak pak Ali!" Ucapnya sombong.
"Pak, Pak, anak pintar mancing belut kok, bangga," cetusnya sembari menatap wajah pak Ali yang belepotan juga.
"Nak Farhan, liat kelakuan istri kamu, udah kayak bocah belepotan lumpur anak sama bapak sama aja." Cibir Bu Siti.
"Tapi tetap cantik kok, Bu." Bela farhan membuat Rina menoleh dan tersenyum lebar ketika Farhan membelanya.
Bress
Tiba-tiba hujan deras sekali gagal sudah kami untuk masak belut tersebut mana perutku pada demo, ini salah aku sediri padahal ibu sudah menyuruhku makan dulu gara gara kangen sama kang belut jadi lupa makan, tak masalah aku masih bisa nahan, yang aku takutkan kalau mas Farhan kelaparan itu saja, sebelum ke sini mas Farhan sudah makan dengan lauk sisa sarapan pagi, setidaknya ada pengganjal perut nya.
"Huh! Hujan lagi, batal deh, makan siang nya?" Rutukku kesal.
"Hus, gak boleh ngomong seperti itu pamali, seharusnya kita bersyukur hujan itu berkah, barang siapa yang berdoa di saat hujan maka doanya dikabulkan oleh Allah SWT." Ternyata suamiku ah...aku padamu Mas. Kupeluk tubuhnya tak kuperdulikan di samping ada bapak, ibu juga Adel.
Hujan-hujan gini meluk suami jadi anget gak kedinginan, hehehe.
"Ya', Allah kabulkan lah doa hamba yang menginginkan seorang anak," ucapku tak terasa kedua pipiku basah oleh air mata.
"AMIN."
Semua yang ada di sini mengaminkan doa ku dan mas Farhan.
"Semoga dikabulkan ya Nak," ucap bapak.
Kutatap wajah nya yang mulai menua ,harapan bapak hanya ingin brain dengan cucu-cucunya sebelum pergi meninggalkan duniawi ini. Pak semoga cepat Allah mberiki keturunan agar keinginan bapak terlaksana, ucapku dalam hati.
"Aku doakan semoga anak kakak kembar tiga," sahut Adel dengan cengengesan.
"AMIN."
Lagi lagi kami mengaminkan doa Adel. Aku memanh ingin punya anak tiga dikasih sekaligus tiga Alhamdulillah biar gak capek hamil dan melahirkan. Konon katanya melahirkan itu sakit, ya tapi itu balik lagi ke kita sebagai wanita. Bukankah kodrat wanita itu hamil melahirkan dan membesarkan anak anaknya? So, nikmatilah hidup yang penuh warna.
Terkadang aku berpikir bahwa melahirkan itu sakit. Tapi kenapa banyak sekali wanita melahirkan anak sampai belasan jadi? Gak sakit dong. Buktinya tetangga sebelah desa kami sebut aja namanya Bu Jubaedah anaknya sampai sebelas tapi beliau baik-baik saja dan anak-anaknya pada sehat bongsor semua.
Ah. Jadi ngiri sama Bu Jubaedah anaknya banyak, aku cukup tiga aja dua cewek satu cowok. Tak terasa sudut bibirku melengkungkan saking asiknya membayangkan punya anak.
"Rina, kita pulang hujannya udah reda." Ajak pak Ali.
"Rin," Farhan menyentuh pundaknya.
"Ini anak kesambet kali Pak, di panggilin daritadi gak jawab-jawab." Timpal Bu Siti panik melihat anaknya tak ada respon.
Tatapan Rina lurus ke depan tanpa mengedipkan matanya membuat semua orang panik.
"Tenang Bi, Adel punya cara ampuh, mengatasi anak kesambet Saiton." Mulut Adel komat-kamit ia menepuk-nepuk pipinya.
"Awww, sakit tau! Dasar bahlul ente." Bentak Rina tak terima bila lamunannya di buyarkaan Adel.
"Lagian Elo, dipanggil sama paman dan mas Farhan gak di respon. Bikin mereka khawatir tau, dikira Lo kesambet dedemit sawah."
"IYA GUE KE SAMBET SETAN SAWAH. PUAS LO." Sentaknya dengan mata melotot.
"Kenapa sih, idup gue selalu di ganggu," kesalnya lagi Rina ingin mengatai Adel tiba-tiba perutnya demo kembali sehingga mengurungka niatnya untuk marah-marah.
"Enak juga belutnya Pak, saya belum pernah makan hewan ini, kelihatannya menggelikan tapi, kalau sudah masak enak juga." Tuturnya dengan senyum dan mulutnya masih mengunyah nasi dan belut. Saat makan siang.
"Hah! Cius Mas, sejak orok gak pernah makan belut?" Tanyanya tuk memastikan nya.
Farhan mengangguk lalu melahap kembali belut sambal goreng nya. Tak terasa Farhan menghabiskan dua piring nasi dan sepiring belut sambal goreng.
Itu doyan apa hawa, batin Rina geleng-geleng kepala.
Pak Ali, Bu Siti, Rina dan Adel menatap tak percaya bahwa seorang Farhan begitu lahap makan siang hanya lauk belut saja, berbeda sekali di kota biasanya Farhan makan tak pernah nambah, ada rasa bahagia di wajah Rina ini pertama kalinya Farhan makan begitu lahapnya.
"Bapak sama ibu gak makan?" Tanya Farhan yang keheranan melihat kedua mertuanya bengong bahkan istri dan sahabatnya juga ikut bengong.
"Yaelah, malah nanya. Gak liat apa Mas, Tan nasinya udah Mas Embat tandas semua tak tersisa," cetus Adel manyun.
Farhan menatap kearah meja makan, benar sekali sepiring sambal belut sudah hilang hanya tersisa kuahnya saja. Farhan pun meringis menahan malu soalnya tadi dia bilang kalau belut itu hewan yang menjijikan lah, sekarang hewan tersebut sudah masuk kedalam perutnya.
"Enak ya Mas?" Tanya Rina yang dianggukan olehnya.
"Bukannya belut itu hewan yang menjijikan? Tapi habis juga dimakan," cibir Rina, ia kesal karena lauknya di habiskan Farhan masak dia harus masak lagi dan menahan lapar.
"Hehehe, kan belutnya sudah dimasak eh, ternyata enak. Sangking enaknya mas jadi khilaf." Beonya.
"Huh." Dengus Adel yang sama-sama kelaparan mau marah juga percuma toh, belutnya juga gak ada.
"Kak, sadis juga suaminya, gak mikirin perasaan padahal kita yang capek nyari tuh belut, mana Licin lagi."
Rina menatapnya nyalang, "gak ikhlas nih ceritanya?" Tanya Rina.
"Bukan gak ikhlas Kak, tapi kira-kira dong. Kan, paman sama bibi juga belum makan,"
"Ibu sama Bapak juga diam aja, lah, kamu yang sewot. Kalau kita debat terus kapan si belut ini matangnya? Adel?" Gemesnya rasanya ingin mencubit hidungnya yang agak kelelep.
"Kak." Panggilnya.
"Hemm." Sahut Rina tanpa menoleh ke belakang.
"Kita goreng aja, terus nyambel terasi aja ya, kalau di sambal goreng kelamaan." Usulnya yang langsung di iayakan oleh Rina.
Lima belas menit kemudian belut goreng, sambal terasi dan lalapannya sudah tersaji di meja.
"Pak, Bu, belutnya sudah matang!" Teriak Rina.
Pak Ali dan Bu Siti yang berada di ruangan tengah menolehkan kepalanya ke belakang.
"Iya." Ucap keduanya serempak.
"Nak Farhan kita tinggal dulu mau makan siang, nak Farhan mau ikut makan lagi?" Tanya Bu Siti basa-basi.
Farhan hanya tersenyum saja.
"Kalau begitu Bapak sama Ibu makan dulu," pamitnya dan meninggal Farhan yang sedang nonton berita.
"Iya Pak, Bu." Ucapnya dengan malu soalnya karena dirinya lah, kedua mertuanya terlambat makan siang.
"Mas Farhan gak ikut makan." Tanya Rina dengan mencentongkan nasi kedalam piringnya.
"Gak. Katanya mungkin masih kenyang." Sahut ibu.
"Ajak saja, siapa tau kamu yang ngajak nak Farhan mau ikutan makan lagi," usul pak Ali.
"Jangan paman, ntar belutnya di habiskan sama dia." Cegah Adel.
"Tenang saja Del, Kakak masaknya banyak. Jangan kuatir." Rina tersenyum simpul melihat Adel yang ngomel-ngomel takut belutnya habis.
"Lagian mana mungkin Mas Farhan mau makan lagi," jawab Rina.
"Siapa tau dia tergoda belut goreng plus sambel terasi lalap kemangi," cetusnya.
"Sttt! Ayok kita makan." Titah pak Ali yang di anggukan oleh mereka.
Ke empatnya pun makan begitu lahap, belut goreng plus sambel terasi dan lalapannya sangat nikmat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments