Aku Bukan Menantu Idaman
"Rina, Rina yang benar saja kamu." Tunjuk mama mertuaku yang menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Gak ada bagus-bagusnya kamu itu, mau diapain juga." Hardiknya membuat aku semakin menundukkan kepala.
Semenjak aku berpacaran sampai menikah pun sikap mama mertuaku semakin menjadi. Sakit. Perih yang aku rasa masih aku tahan, asalkan Mas Farhan setia dan mencintai ku dengan setianya Mas Farhan sudah cukup bagiku, ocehan dan Omelan yang setiap hari aku dengar dari mama mertua aku anggap angin lalu. Kupingku sudah terlalu kebas mendengar makian, hinaan, selalu jadi bahan perbandingan antara kakak-kakak Mas Farhan.
Mas Farhan anak bungsu dari tiga bersaudara yang pertama mas Fatah yang kedua Mas Fahmi dan terakhir Mas Farhan suamiku. Kedua kakaknya dapatkan istri dari kalangan keluarga terpandang sedangkan aku hanya anak seorang pengepul barang bekas, anak tukang rongsok.
Ya. Hari ini kita sekeluarga diundang oleh besan mama, yaitu keluarga istri Mas Fatah . Salah aku, bila mengenakan gamis dan jilbab yang senada? Menurutku tak ada yang salah.
"Septi Sayang, udah kelar belum dandanannya?" Serunya dengan nada lembut, berbeda sekali dengan ku, ucapan mama selalu menusuk ke relung hati.
Tap
Tap
Tap
Mbak Septi turun dari tangga dengan senyum merekah di bibirnya, Mbak Septi memakai gaun tanpa lengan panjang dengan belahan tinggi hingga memperlihatkan kulit kaki mulusnya.
Jujur Mbak Septi malam ini cantik sekali. Aku sesama wanita pun kagum pada kecantikan yang ia miliki. Satu kata untuknya sempurna.
"Mantu idaman Mama," ucapnya dengan memeluknya.
"Mama mertuaku yang makin sayang sama aku," balasnya sambil melirik sinis kearah ku.
"Mana Fahmi?" Tanya mama.
"Tuh, mas Fahmi," Mbak Septi tersenyum kala melihat suaminya menuruni anak tangga.
"Rin, Farhan mana, kok, belum siap-siap ntar telat loh, jangan sampai telat malu sama pak Darmawan. Beliau kan orang terkaya dan terkenal." Mas Fahmi mengingatkan aku agar jangan sampai telat.
Entah hilang kemana Mas Farhan tadi dirinya pamit untuk keluar tapi sampai saat ini masih belum pulang juga.
"Gak tau Mas, tadi siang pamit mau beli sesuatu, tapi gak pulang juga?" Jawabku dengan senyum.
"Kemungkinan besar Farhan cari pasangan yang serasi, sepadan dengan nya, kan Farhan ganteng, sedangkan yang di samping nya hanya manusia yang bisanya bikin malu! Mimpi apa Mama bisa dapat mantu zonk kayak gini." Judesnya dengan tatapan datar.
" Mungkin Farhan di pelet Ma," timpal Mbak Septi berusaha mengompori mama. Kakak-kakak iparku memang tidak suka padaku katanya bikin harga dirinya jatuh.
Salahkah bila aku terlahir dari keluarga miskin? Jujur andaikan bisa nawar aku akan meminta pada Tuhan agar aku terlahir dengan keluarga terhormat, terpandang? Ini sudah takdir ku, yang harus aku terima dengan ikhlas. Apa salah aku juga bila menikah dengan mas Farhan.
"Sttt, Sayang, jangan begitu ah, gak baik. Farhan itu anaknya tipe setia orangnya." Bela mas Fahmi.
"Rin masuk ke kamar dulu, nunggu farhan nya di kamar aja." Usirnya dengan halus mungkin malam ini dirinya tak mau mendengar keributan antara aku dan istrinya.
"Iya kak, aku masuk dulu, Ma, Mbak," ucapku dengan berusaha tersenyum.
Mungkin hatiku masih bisa aku paksakan tersenyum namun hati ini menjerit menangis atas hinaan mertua dan ipar. Semoga hatiku kuat dan sabar.
"Rina, ganti baju kamu! Jangan bikin malu, apalagi kalau Risa tau kamu datang pake baju itu."
Langkahnya terhenti saat mama mertuanya bicara seperti itu.
Aku menoleh.
"Ma, bajuku semuanya gamis, bila aku kesana dengan pakaian seperti ini hanya akan membuat malu, lebih baik aku di rumah saja."
"Good job. Gitu dong, tau diri dikit." Sindir Mbak Septi dengan mengacungkan jempolnya keatas.
"Sayang? Jangan gitu, gimanapun juga Rina adik kamu sayang," mas Fahmi menengahinya.
"Aku gak Sudi, punya adik kismin. Level kita beda jauh, dia level paling rendah," hinanya.
Tes
Tes
Tes
Air mataku mengalir tanpa aku suruh.
Aku tak berani menatap wajah cantiknya Mbak Septi. Mbak Septi memang cantik dan wanita karir anak tunggal dari keluarga Baskoro apapun yang ia mau harus dimiliki tak perduli semahal apa dan sejauh mana, pasti ia dapatkan.
"Masuk, malah bengong! Makanya jangan kebanyakan makan ikan asin. Tulalit kan."
"Sep, ayo kita berangkat, Fahmi kamu yang bawa mobilnya," mama mertuaku melengos dengan menggandeng tangan menantu kesayangan nya.
Hatiku sedih tak bisa ikut, Mas Farhan pun entah dimana, benarkah mencari pengganti diriku yang tak pantas untuk mas Farhan, hatiku mulai memanas tak sanggup mendengar kata 'memcari pasangan' disaat hatiku kalut tiba-tiba Mbak Septi memanggil ku.
"Rina. Tunggu rumah jangan sampai ada pencuri," dengan senyum dirinya menjulurkan lidahnya,"Wlee."
Dasar ipar tak tau diri, suka-suka hati menghinaku bila tanpa aku apa dia bisa makan enak, rumah bersih, percuma pendidikan tinggi wanita karir bila mengurus rumah tangga tak bisa. Hanya titel yang ia banggakan. Aku wanita yang paling bersyukur bisa mengurus suami dalam urusan dapur maupun ranjang, semua terkendali di tangan Rina si anak miskin.
Lagi-lagi aku hanya bisa mengomel dalam hati. Setelah kepergian mereka aku termenung menatap langit-langit kamar.
Tring.
Sebuah chat masuk kedalam ponselku, ku tatap layarnya yang masih hidup. Tak lama lagi suara ponselku bergetar lagi, siapa lagi yang menggangu ku, dengan malas ku raih ponsel yang tergeletak di ujung kasur.
Sebuah pesan dari sahabatku Yuni.
Yuni:" Cepetan buka isi catnya."
Yuni:" Itu laki Elo kan, si Farhan. Gila selingkuhan cantik banget. Gak nyangka gue, si Farhan main di belakang Elo."
Yuni:" kalau jadi gue, udah gue labrak acak-acak pesta kakak ipar Elo." Serentetan pertanyaan yang ia lontarkan padaku, bagaimana aku mau jawab isi vidionya juga belum tau.
"Kenapa tuh anak marah-marah gak jelas," gerutuk ku.
Isi pesan pertama membuat aku heran. Dengan tangan gemetar aku buka isi pesan yang Yuni kirim.
Si Yuni mendapatkan Vidio mas Farhan darimana dan siapa wanita cantik yang bersamanya bergandengan mesra.
Dengan lincah aku balas pesan dari Yuni.
Aku: "Kamu dapat Vidio itu darimana Yun?" Tanyaku dengan hati tak karuan.
Pesanku gak dibalas oleh Yuni, sumpah bikin aku penasaran, ini anak kalau ngasih info suka gak jelas macam di gantung gitu deh, tak lama kemudian nada dering telepon genggam ku berdendang riang ternyata panggilan dari Yuni.
Ku geser tombol hijau dan.... terdengar suara mengelegar merusak gendang telinga saja.
"Halo! Rina Khairina! Itu laki Elo kan, jawab jangan diam aja, ingat ya, laki kayak gitu jangan di tangisi buang aja kelaut, gue dukung Lo seratus delapan puluh derajat." Ucapnya dengan nada kesal.
Aku hanya gelengkan kepala heran melihat anak satu ini, heboh sendiri.
"Rin! Elo kagak pingsan kan? Halo! Halo!"
Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, agar dapat menghindari suara toa konslet yang memang sudah konslet.
"Ya, molor," pekik nya lagi.
"RINA."
"Iya, Yun. Kalau ngomong halus dikit ngapa, gimana cowok mau sama kamu, kalau cara ngomong kamu ngegas gitu,"
"Ck, kamu itu sok tegar, sok mengalihkan pembicaraan. Itu si Farhan kan."
"Iya, itu Mas Farhan, emangnya kenapa? Dia itu sepupunya, udah ah jangan jadi kompor gosong," kekeh ku, aku tak mau aib suami di dengar orang tanpa bukti.
Biarlah aku akan mencari jawabannya sendiri.
"Ih. Kamu ini dikasih tau ngeyel. Udah aku mau jalan-jalan mumpung malam Minggu." Ketusnya Yuni dengan mematikan ponselnya secara sepihak.
Huff. Aku menyentak napas panjang lalu ku hembuskan perlahan.
Kini aku duduk termenung menatap layar ponselku nampak mas Farhan senyum lebar dengan merangkul pundak wanita cantik tersebut.
Siapa dia sebenarnya, ada hubungan apa antara mereka.
Tak terasa air mataku merembes berdesak-desakkan ingin keluar.
"Hai, air mata jangan nangis dong, aku capek harus nangis terus, sudah ya jangan keluar lagi," ucapku pada diriku sendiri siapa lagi kalau bukan aku sendiri yang memberi semangat pada ku.
Ku usap air mataku dengan kasar.
"Rina, jangan percaya sebelum melihat sendiri. Oke. Aku akan pergi ke pesta Mbak Risa, aku akan menyamar sebagai tamu undangan lainnya."
Ingin aku menolak mentah-mentah bahwa itu bukan Mas Farhan suamiku namun fakta membuktikan semuanya.
Kubuka pintu lemari ku pilih satu satu gamis yang cocok untuk aku pakai ke pestanya Mbak Risa.
Mataku tertuju pada sebuah gamis berwarna kuning mustar tak lupa aku kenakan cadar agar tak ada yang mengenalinya.
Sudah siap, kini aku sudah berpenampilan menarik, tak akan satupun mengenaliku karena gamis ini belum pernah aku pakai.
"Mama, Mbak Septi, Mbak Risa, kalian jangan remehkan seorang wanita miskin, aku tak kalah cantik dari kalian." Aku bergumam sendiri dan berjalan menuju pintu.
Ojol yang aku pesan rupanya sudah menunggu di depan gerbang.
"Sudah lama nunggunya Mas," tanyaku.
"Sama Mbak Rina ya?"
Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
"Mau kemana Mbak, kayaknya mau kepesta."
"Iya. Tolong antarkan saya ke alamat ini." Ucapku dengan menunjukan alamat yang tertera di layar ponselku.
Mas ojol anggukan kepala dan kamipun berangkat dengan kecepatan tinggi untung saja perjalanan sangat lancar tak macet, cukup dua puluh menit akhirnya aku sampai.
Setelah mas ojol memarkirkan motornya aku turun.
"Mas, terimakasih sudah antarakan saya kesini," ucapku dengan senyum.
"Sama-sama."
Lagu selamat ulang tahun bergema terdengar sampai luar, sungguh meriah sekali pestanya.
Happy birthday to you, happy birthday to, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you....
Aku masuk dengan rasa was-was karena semua mata menatapku penuh tanda tanya karena di pesta ini tak ada yang memakai gamis hanya aku satu-satunya yang memakai jilbab.
Tak sengaja kedua netraku bersiborok dengan orang yang aku cari siapalagi kalau bukan suami tercinta.
Deg.
Jantungku seakan-akan terhenti saat melihat seorang pria yang aku kagumi kini bersama wanita lain. Tangan Mas Farhan menggenggam erat tangan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
mama Al
sabar Rina
2023-01-27
0
Lee
Mampir jg kak..🤗
salken ya, like dan subcribe..
baca nyicil..🤭
2023-01-19
1