Part 3

"Sayang, kamu cari apa?" Suara Farhan mengagetkan Rina.

"Mas. Bikin aku kaget aja," timpalnya dengan mengelus dadanya.

"Lagian mirip orang mau ngintip."

"Udah kelar urusannya, bagaimana acaranya asyik, sampai kelupaan sama bininya harus nunggu lama ditanam yang sepi," sindirnya dengan ekspresi wajah datar.

"Maaf, Mas mau pamit pulang, tapi Om Gani menahannya dan bertanya tentang pekerjaan Mas dikantor apa betah apa enggak, kalau gak betah Mas disuruh pindah kerja di kantornya di tawarin jabatan sebagai wakil CEO." Mas Farhan menjelaskan sedetail-detailnya mungkin takut aku salah paham oh suami ku kenapa kamu begitu suamiku.

"Di tahan apa mau dekat cewek seksi, yang bersama Mama dan Mbak Septi. Ceweknya cantik banget, kayaknya kamu cocok deh sama dia."

"Hah!"

Hanya kata 'hah' yang keluar dari mulut nya, pura pura gak tau lagi, padahal tadi udah nempel sama mas Farhan, nyebelin jujur Napa. Kesalku dengan memainkan jari-jari tangan ku.

"Jangan marah-marah ntar ada yang liat gawat. Apalagi ulat bulu yang tau pasti dia senang dengan pertengkaran yang tak ada artinya, emang kamu mau aku digondolnya."

Rina menatapnya dengan jengah.

"Kalau berani silahkan aku gak larang, tapi?"

"Tapi apa."

Senyum indah terukir di bibir nya.

"Aku potong dulu torpedo kamu Mas," ancamnya dengan wajah datar.

"Aku gak akan pernah tergoda dengan wanita manapun dan siapapun. Cinta pertama aku itu kamu," jawabnya dengan mencapit hidung bangirnya.

"Iya, aku cinta pertama kamu tapi bukan yang terakhir kan, mungkin suatu saat nanti kamu akan melabuhkan cinta terakhir kamu sama wanita diluaran sana, sifat orang kan, gak tau." Todong nya. "Hayo ngaku," desaknya membuat Farhan tak berkutik lagi dengan ocehan istrinya.

Cup

Cup

Cup

Berkali-kali Farhan mengecup bibir Rina membuat dirinya melotot melihat aksi suaminya yang bisa dibilang nekat melakukannya di tempat umum.

"Is. Nyebelin banget."

"Gak liat situasi dan kondisi." Omelnya lagi dengan raut wajah kesal.

"Aku mau pulang!'

"Bentar lagi Yang."

"AKU MAUNYA SEKARANG." Rina pergi meninggalkan Farhan yang bengong dengan apa yang barusan terjadi pada istrinya.

Langkah Rina semakin jauh dan tak terlihat lagi oleh Farhan.

"Sayang tunggu! Pulangnya bareng Mas," teriak Farhan.

Rina tak menggubrisnya kalau cinta pasti akan mengejarnya cinta butuh pengorbanan dan kepastian, itulah yang dipikirkan oleh Rina.

Masa bodoh bila harus jadi pusat perhatian banyak orang, UPS! Kan ini sudah malam gak ada orang lagi hanya segelintir saja.

"Kenapa Mas, istri kamu ngambek. Wanita kayak gitu aja kok di pertahankan, kalau aku jadi kamu udah aku buang, ups, maaf keceplosan ngomong," ujar Rina tanpa dosa.

Farhan menatap tajam kearahnya.

"Jelas sekali akan saya pertahanan dan ku perjuangan. Karena kita berdua saling cinta aku gak mau cinta kami harus goyah dengan adanya ulat bulu yang tak tau malu!" Geramnya rasanya Farhan ingin mengaruk tubuh' Lina dengan sikat WC untung saja disitu gak ada kalau ada pasti Farhan akan menggosoknya sampai tak gatal.

"Iman Farhan tak akan goyah, Lina? Imannya terlalu kuat. Jadi saya mohon jangan terus menerus menggodanya biarkan dia bahagia dengan cintanya." Terang Fahmi.

"Fahmi," sentak mamanya tak terima bila Lina di kasari oleh Fahmi bagaimana pun Lina adalah calon menantu idaman.

"Apa Ma, Fahmi mohon jangan rusak kebahagiaan mereka. Please!" Fahmi menatap wajah mamanya yang tak muda lagi.

"Udah Mas, jangan memojokan Mama kasian," lerai Septi.

Tin. Tin. Tin.

Suara klakson mobil Farhan terus bersuara agar Rina berhenti dan masuk kedalam mobil, Farhan khawatir takut bila istrinya digoda preman apalagi jalanan sepi.

"Sayang, masuk mobil ya, Mas gak mau kamu kenapa-napa," bujuknya.

Rina hanya memutar bola mata malas nya.

"Jangan sok perhatian deh," judesnya.

Farhan keluar dari mobil dan setengah berlari mendekati Rina. Diraihnya tangan sang istri tercinta dengan mengecup punggung tangannya berkali kali.

"Sayang jangan ngambek, Mas gak bermaksud seperti itu. Pokoknya kamu satu-satunya wanita dihati Mas yang bertahta paling tinggi tak tergantikan." Farhan menyakinkan Rina agar mau masuk ke dalam mobil.

"Mas, akan melakukan apa saja demi kamu percaya, kalau perlu Mas akan minum sianida agar kamu percaya."

Rina mengeryit dengan menyipitkan matanya.

"Hahaha," tawa Rina mengelegar.

Kini giliran Farhan yang mengeryitkan dahinya bingung kenapa Rina tertawa apakah ada yang lucu? Pikir Farhan.

"Hebat! Kamu mas. Kamu tau arti dari singkatan sianida?" Tanya Rina judes.

Farhan geleng kepala.

"Sianida itu adalah kamu siap nikah sama janda MASSS." Bentaknya dengan mata melotot seakan-akan ia akan menelan Farhan hidup-hidup.

Farhan benar-benar di uji kesabarannya.

Kalau bukan karena cinta mungkin sudah di tinggal pulang.

"Punya bini satu cerewetnya minta ampun." Lirihnya untung saja Rina sudah masuk mobil jadi tak mendengar ocehan nya kalau mendengar pasti akan terjadi perang dunia se-Indonesia.

Wajah Rina semakin press setelah selesai mencuci muka dan mengunakan cream malam, ia mengenakan piyama panjang.

Rina merengangkan otot-otot tubuhnya ia merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi membelakangi Farhan.

"Yang, gak jadi naik puncaknya?" Tanya Farhan dengan napas memburu.

"GAK. AKU CAPEK. Kalau mau naik pohon mangga sana!" Titahnya tanpa membuka matanya.

"Emang Mas kuntilanang, malam-malam begini harus bergelantungan manja di pohon, ih, dingin? Mending bobok sama ayang sambil peyukan kan anget."

Farhan tak mendengar ocehan istrinya lagi hanya suara dengkuran halus mungkin karena kecapekan marah-marah.

Saat tidur terlelap tiba-tiba harus dikagetkan oleh suara kucing yang mengeong.

Meong, meong, meong, suara kucing itu sungguh mengganggu kenikmatan orang lain yang sedang tidur, dasar kucing tak berahlak.

"Kucing!" Teriak Farhan yang terkejut mendengar suara kucing.

"Ck. Sama suara kucing aja takut, lebay deh. Malu tuh, sama belalai." Kesal Rina dengan menatap ponsel jadulnya yang berteriak memanggil pemiliknya.

"Itu suara ponsel kamu?" Tanya Farhan merasa heran bukannya ia sudah membelikan ponsel android untuknya? Tetapi kenapa harus pake yang jadul? Beribu-ribu pertanyaan bergelayut manja di benaknya.

"Masih di peliara tuh, si meong."

"Ya, masih lah, ntar aku buang bila udah dapet pengganti dirinya. Kalau masih berfungsi ngapain di ganti? Mas Farhan ku Sayang? Sama seperti KAMU kalau masih setia pasti aku pertahankan." Jawabannya sakmat penuh kemarahan.

"Stttt, jangan berisik ibu telpon."

"Halo Bu, ada apa malam-malam telpon, apa bapak sakit?" Tanya Rina dengan nada lembut dan khawatir jika memang bapaknya sakit atau ibunya.

"Rina, bukannya ngucapin salam malah nanyanya begitu, apa ibu ganggu kamu," jawab sang ibu dari nada suaranya menandakan adanya kekecewaan atas sikap Rina.

"B-bukan begitu Bu, maaf bila kata kata Rina membuat hati ibu sakit." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca dirinya merasa bersalah atas sikapnya yang sudah melukai perasaan seorang ibu.

"Nggak apa-apa Rin, ibu sama Bapak kangen sama kamu dan suamimu hampir lima bulan kalian berdua gak berkunjung ke rumah," ibu memberi jawaban yang menohok.

Karena kesibukan membuat aku melupakan wanita yang sudah melahirkan aku kedunia ini, dunia yang penuh warna-warni, wara-wiri, hiruk-pikuk.

Polusi udara bikin sesak.

Aku terdiam saat ibu menyindirnya, ya, memang aku salah sudah melupakan orang tua ku. Maafkan anakmu ibu.

Mas Farhan merebut ponselku dan berbicara dengan ibu.

"Halo, Bu, ini Farhan."

"Nak Farhan, kalian sehat-sehat saja kan," tanya ibu diseberang sana.

"Sehat Bu, ibu dan bapak sehat juga." Sahut mas Farhan dengan senyum mengembang.

"Alhamdulillah sehat. Gini Nak Farhan, ibu kangen sama Rina apa boleh Rina kerumah ibu?" Pinta ibu terdengar suara isakan darinya apa ibu menangis, ujarku dalam hati.

"Farhan dan Rina besok akan kerumah ibu, dan nginap beberapa hari disana," Farhan suamiku menyakinkan ibu kalau kami akan berkunjung.

Terdengar suara sumringah dari ibu.

"Ibu tutup teleponnya, assalamualaikum," ucap ibu

"Waalaikumsalaaam Bu," jawab kami berdua.

"Ck. Ternyata aku anak durhaka sudah lama gak main ke rumah ibu." Terdengar helaan nafasnya, Rina menyesal tidak mengindahkan Farhan yang sudah menyuruhnya untuk berkunjung.

Farhan memeluknya dan mengelus rambut panjangnya yang tergerai indah.

"Cup, cup, jangan nangis, besok pagi kita kerumah ibu dan nginap beberapa hari disana sampai kamu betah."

"Benarkan. Mas."

Farhan anggukan kepala dan mengecup keningnya.

"Makasih ya Mas." Rina mendusel duselkan wajahnya di dada bidangnya.

"Kita lanjut tidur, besok pagi kita harus berangkat."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!