"Tolong jelaskan maksud dari situasi ini sekarang!"
Belum ada yang bicara. Greg memandangi Ned, Tria, dan Binar bergantian, kemdian menoleh pada Riswan yang duduk di sampingnya. Mereka berkumpul di ruang tamu keluarga Alvero, saling mendiamkan.
Namun belum sampai Riswan menjawab, Ned sudah buka suara. Senyum tajamnya mengembang, ia mengejek Riswan.
"Sepertinya kalian belum bicara."
Riswan yang sebelumnya menundukkan kepala amat dalam pun sontak mendongak. Ia membalas pandangan Ned sebelum beralih pada sang kakek.
"Aku akan menikahi Binar, dan meminangnya hari ini juga," tandas Riswan.
Greg mencengkram erat sandaran kursi dengan mulut setengah terbuka. Ia kemudian memandang Ned dan Tria sekali lagi, lantas berakhir pada Binar. Anak tujuh belas tahun? Yang benar saja! Akal sehat Greg tidak mampu bekerja.
"Dengar, kalian tidak boleh bercanda soal pernikahan," elak Greg masih berusaha mencerna kondisi mereka.
"Aku serius."
"Kalau begitu aku tidak setuju!"
Greg dan Riswan hanyut dalam pertengkaran sengit mereka.
"Dia baru delapan belas tahun, Riswan! Apa kau gila?! Jangan permalukan aku dengan lelucon anehmu yang nggak berguna!" cecar Greg murka.
"Aku tidak bercanda dan memang gila! Jadi tolong jangan permalukan aku di depan kedua orang tua calon istriku, Greg!" jawab Riswan dengan nada tingginya.
"Kau yang mempermalukanku, Riswan! Dia masih terlalu muda! Dan apa kau punya kelainan?! Aku tidak akan pernah merestui pernikahan kalian!" ujar Greg pantang.
"Tapi dia mengandung keturunan Darmawangsa!" bentak Riswan frustasi bukan kepalang.
Namun...
"Cukup!"
Tria memotong perdebatan.
Wanita yang kantung matanya memiliki kantung mata. Sosok yang sama sekali tak mengeluarkan suara sejak kehadiran Greg dan Riswan. Akhirnya bicara.
"Nikahi dia dan bawa keluar dari rumahku, aku tak peduli bahkan jika Greg tidak setuju!"
Baik Binar, Riswan, maupun Greg tercengang. Mereka memandang Tria dengan tidak percaya. Bagaimanapun, Tria adalah ibu kandung Binar. Tak seharusnya ia membuang anak kesayangannya itu begitu saja.
"Ma," sendu Binar berusaha meraih tangan sang ibunda yang langsung ditepis dalam satu gerakan.
"Rayakan upacara pernikahan itu sesuka kalian! Dia bukan tanggung jawabku lagi sekarang!"
Urat merah pada bola mata Tria bermunculan. Ned berusaha menenangkannya dengan sentuhan, namun respon tubuh Tria tetap sama. Wanita itu bangkit dari tempat duduknya, seraya menatap Riswan dan Ned bergantian.
"Bagiku bukan hanya memalukan, tapi juga menjijikkan!"
Tria meninggalkan ruangan. Wanita itu masuk ke kamar tanpa peduli dengan reaksi mereka semua. Ned yang merasa bahwa keluarganya telah hancur hanya bisa mendengus berat. Ia memijat pelipisnya secara berulang.
Sementara itu, di samping Ned, Binar tak kuasa menahan air mata. Perempuan itu tak pernah sekalipun melihat sang ibunda marah. Hatinya amat terluka.
Binar bisa menerima respon pria tua yang datang dengan Riswan itu dengan leluasa. Begitu juga Respon sang ayah yang begitu frustasi dan putus asa. Tapi ibunya? Bukankah seharusnya wanita itu menjadi orang pertama yang memberi Binar kekuatan?
Melihat reaksi Binar, Riswan terenyuh. Ia tak kuasa menyaksikan kesedihan perempuan itu. Bagaimanapun, Binar tidak pantas mendengar kalimat itu langsung dari sang ibu.
"Kami sudah menyiapkan pesta pernikahannya besok, aku dan Tria sepakat untuk menyerahkannya padamu. Kami nggak sanggup menghadiri di pernikahan itu."
Binar menoleh pada Ned, "Papa," cicitnya kian tersedu.
"Masih ada waktu untuk merapikan barangmu, Binar. Ini adalah konsekuensi yang seharusnya bisa kamu tanggung cuma-cuma."
Ned ikut melengangkan langkah. Pria itu tak mengucapkan penghormatan pada Greg yang diam seribu bahasa. Pria tua itu mematung di tempat, sementara Riswan tak henti menatap Binar yang sudah terisak-isak.
Perempuan tujuh belas tahun itu resmi dibuang oleh keluarganya. Ia hanya memiliki Riswan sekarang.
***
Riswan menelpon Adrian supaya mengantar Greg pulang, sementara ia membawa Binar ke apartemen pribadinya.
Dengan pakaian tidur bergambar beruang, Binar masih mendekap tas ranselnya erat-erat. Tidak banyak barang yang ia bawa. Perempuan itu mengambil semua buku pelajaran, seragam, dan beberapa helai pakaian rumah. Pandangannya nanar, tampak kosong berderai air mata.
Pelan-pelan, Riswan menyodorkan cangkir berisi teh hangat.
"Kamu sudah makan?" Riswan mencoba bertanya.
Tidak ada jawaban.
Bahkan sekadar gelengan kepala pun tidak. Binar murni mengabaikannya.
Secara teknis, Riswan bukan lagi remaja. Ia juga sudah lama tidak bergaul dengan anak seusia Binar. Perbedaan generasi di antara mereka amatlah signifikan. Riswan merasa serba salah dengan posisinya sekarang.
"Apartemen ini memang didesign untuk indvidu, jadi kalau kamu capek, tidur saja di kamarku."
Tentu tidak ada respon apa-apa.
Binar tidak punya selera. Semalam, ia gagal tidur karena khawatir dengan esok yang akan datang. Jangankan makan, minum saja belum sempat ia lakukan sejak Riswan datang. Kekacauan ini membuatnya enggan. Ia menghukum dirinya.
"Kalau lapar, aku tidak tahu seleramu, tapi di kulkas ada beberapa makanan yang tinggal dipansin aja," Riswan tak gencar mengajaknya bicara.
Pemandangan itu tak luput dari perhatian Riswan. Bibir Binar yang pucat, tampak kering kerontang. Matanya juga mulai bengkak. Ia berharap bisa melakukan sesuatu dan menenangkan Binar. Meski jawaban itu tak terlintas di kepala Riswan.
"Sudahlah, Binar. Kita akan menemui orang tuamu lagi kalau kondisinya sedikit lebih tenang," keluh Riswan.
Sesungguk tangis dari Binar makin pecah. Perempuan itu tak bisa mengendalikan dirinya. Seisi apartemen Riswan kini dipenuhi oleh suara tangisnya, menggema pilu bagai raungan.
Lalu sambil memberanikan diri, Riswan mendekat. Ia menyentuh pundak Binar dan menepuk-nepuknya pelan. Riswan sudah hilang akal. Hanya ini yang bisa ia lakukan.
Tak ada penolakan, Riswan pun memeluknya. Binar menangis dalam rengkuhan Riswan. Jemarinya mengelus lembut puncak kepala Binar, memainkan helai demi helai dalam keheningan. Lambat laun ia bisa merasakan air mata Binar merembes ke pakaiannya. Basah menyentuh dada bidang Riswan.
Binar pribadi tenggelam dalam pelukan itu begitu saja. Perasaan aneh mendorong dirinya untuk diam tanpa perlawanan. Lewat elusan tangan itu ia merasakan ketulusan Riswan. Persis ketika pria itu menyentuhnya saat bercinta. Ada ketenangan yang Riswan salurkan.
"Aku percaya kalau Ned dan Tria tidak sungguh-sungguh melakukannya. Mereka hanya berusaha menunjukkan kemarahan," bisik Riswan menyusup hangat ke relung batin Binar.
Beberapa detik dalam posisi yang sama, akhirnya Binar menarik diri dari sana. Ia melepaskan pelukan Riswan, lantas menatap wajah pria itu lekat. Baru kali ini ia menamatkan luka-luka di wajah Riswan. Ternyata pukulan Ned banyak melukainya.
Tanpa sadar, jari-jari tangan kanan Binar menyusuri lekuk wajah Riswan. Ia mengusap lembut titik-titik biru keunguan yang belum sepenuhnya mengering itu penuh kelembutan. Ada perasaan bersalah menyelimuti diri Binar. Kalau malam itu ia menolak Riswan, mungkin keadaan ini tak menimpa mereka.
Namun tidak, Binar sama sekali tak akan menyalahkan janin yang berada dalam rahimnya. Calon buah hati mereka bukanlah suatu kesalahan. Ia tidak mungkin menjadikan bayi tanpa dosa itu sebagai kambing hitam atas kelalaian mereka. Binar tetap menganggapnya sebagai berkah, meski tak bisa tidak menyesalinya.
"Maaf," cicit Binar.
Riswan bisa merasakan embus napas Binar menyapu pipinya.
"Aku yang maaf."
Seulas senyum menghiasi sudut bibir Riswan, sambil menggenggam pergelangan tangan Binar agar berhenti menyentuhnya.
"Kalau begitu, istirahatlah. Aku panggil kalau makanannya sudah siap. Oke?"
Binar langsung menganggukkan kepalanya. Ia melesat menuju kamar Riswan tanpa banyak berkomentar.
Sudah lama sejak terakhir kali Riswan menggunakannya; perasaan tulus yang ingin melindungi seseorang. Entahlah, Riswan sendiri tak begitu memahami dirinya. Ia hanya merasakan kedamaian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Nur Kholifah
hemmm kalau dah begini kasohan juga binarx,,,terusir dr ortu,cuman salahx sendiri kenapa harus hamil di luar nikah.kasihan anakx apa bila pr 🤦♀nazabx bukan lg Riswan cox hamil duluan.banyak kita temukan di kehidupan kita seperti itu,z kasihan aja anakx.ayoo thour semangat upx q tggu 👍👍👍
2023-01-15
2