Kami keluar dari dalam kamar menuju restaurant hotel yang ada di lantai bawah. Entah sengaja atau tidak, ternyata warna dress yang ku kenakan senada dengan baju yang dipakai Adrian.
Di salah satu sudut restaurant yang terdapat meja besar dan panjang, aku melihat keluargaku juga keluarga Adrian sedang bercengkrama dan tertawa bersama. Disaat itu juga, Adrian menggamit tanganku kedalam genggaman tangannya.
"Kenapa tiba-tiba? " dia diam tak menjawab.
Padahal sejak perjalanan dari kamar sampai ke restaurant ini saja dia mengabaikanku dan memilih memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana, dan yang satunya tentu saja bermain ponsel, apalagi. Kebiasaannya yang kutahu setelah menjadi istrinya, Adrian tidak bisa terlepas dari ponsel sama sekali. Bahkan saat dia sedang tidur sekalipun.
Sampai di depan meja yang kami tujuan aku dan Adrian langsung menyapa semua orang. Aku bercipika cipiki dengan mama, papa, juga orang tua Adrian yang sudah resmi menjadi mertuaku sejak kemarin.
"Pagi, Ma, Pa, Mi.. Pi.." sapaku.
"Pagi, Sayang.. " lembutnya suara ibu mertuaku, dan hangatnya sambutan beliau padaku, membuatku bahagia dan menepis anggapan jika mertua itu jahat. Catat.
Bahkan ibu mertuaku yang biasa di panggil Mami Sinta itu sampai berdiri dari duduknya untuk menyambutku kedalam pelukannya.
Memanglah mami Sinta tak memiliki anak perempuan. Satu-satunya saudara Adrian adalah Aditya Saputra Wijaya yang berumur di bawahku tapi diatas Vero. Dia baru saja lulus kuliah dan sedang dalam masa mencari pekerjaan karena dia tak mau jika langsung diberi jabatan di perusahaan yang dikelola keluarganya. Begitu setahuku dari cerita mami Sinta.
Tapi kemana bocah itu, kenapa tak terlihat batang hidungnya?
Malah aku melihat sosok wanita yang kira-kira usianya sama dengan Adrian, yaitu 27 tahun. Mungkin ya kalau aku tidak salah.
Tapi siapa wanita itu? Bahkan kemarin saja aku merasa tak melihatnya saat resepsi pernikahan.
"Wuih.. pengantin baru yang abis MP gini nih, jam segini baru abis keramas, " cetus Vero yang sontak membuatku memukul lengannya karena gemas dan malu.
"Andai kamu tau yang sebenarnya, Dek."
Aku bertanya pada Vero dengan isyarat mata dan dagu menunjuk wanita itu, tapi Vero hanya mengangkat bahunya acuh. Sepertinya dia juga tidak kenal dengan wanita itu.
"Eh, Bocil. Sok tau lo, " aku menoleh pada Adrian yang ternyata mau menanggapi gurauan adikku.
Sampai di kursi yang belum di tempati, Adrian menarik kursi tersebut dan mempersilahkan aku duduk.
"Makasih, " ucapku tersenyum meski merasa aneh dengan sikapnya yang berubah menjadi manis dalam sekejap.
Adrian balas tersenyum seperti yang sering ia tunjukkan padaku waktu-waktu lalu pada pertemuan kami.
"Ah, mungkin memang semalam dia sangat canggung padaku, " batinku gembira.
Dia pun ikut duduk di kursi sebelahku, dan yang membuatku kembali terpukau adalah saat tangan kirinya kembali menggenggam tangan kananku yang berada di atas meja.
Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan kami semua, "yang pengantin baru, dunia emang serasa milik berdua ya. Kami semua mah, ngontrak, "
Ternyata itu Aditya yang baru saja tiba entah darimana. Ia langsung mengambil posisi duduk di antara Vero dan wanita asing tadi yang memang masih kosong.
"Hai, Dit. Darimana? " sapaku sekedar berbasa basi.
"Kamar, "
"Kamu baru aja dateng udah langsung godain kakak-kakak kamu aja sih, Dek. Kalau kamu mau, bisa langsung nyusul, kan udah lulus kuliah, " tegur mami Sinta.
"Belum pengen, Mih. Lagian juga belum ada yang mau diajak nikah. Pengennya sih yang kayak Vita, " jawab Aditya yang membuatku tersedak dan langsung menoleh padanya.
"Kenapa harus kayak aku? "
Aditya tersenyum, "karena lo itu langka, "
Aku merasakan genggaman tangan Adrian mengeras hingga aku sedikit meringis karena sakit.
Dia ini kenapa? Cemburu, Pak? Semalem aja gue dicuekin.
"Ya gak, Bang? " Aditya tersenyum smirk pada Adrian yang hanya memutar bola matanya malas.
Ada apa sebenarnya diantara mereka? Perasaan sebelum pernikahan ini semuanya baik-baik saja. Bahkan Adrian dan Aditya masih saling bercanda. Kenapa sekarang seperti ada jarak diantara mereka?
Bukan karena ada aku dan Vero yang duduk diantara mereka loh ya, tapi memanglah sesuatu yang menurutku agak aneh.
"Ayo mulai makan, Papi sudah lapar nih.. " ucap ayah mertuaku yang mungkin memang sudah menunggu kami sejak tadi hingga kelaparan.
Aku meladeni Adrian, aku langsung memanggil namanya karena memang dia yang belum memutuskan mau dipanggil apa olehku, bukan karena aku tidak sopan pada suami, oke.
Saat aku menanyakan tentang seberapa banyak nasi dan akan menggunakan lauk apa, dia hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan. Lalu dia langsung makan dengan lahap. Mungkin Adrian sudah sangat kelaparan juga karena semalam ia tak membangunkan aku untuk memesan makanan.
Akupun ikut makan dengan santai, tak ada lagi obrolan karena semuanya sibuk dengan makanan masing-masing. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
Sampai terdengar suara batuk karena seseorang tersedak membuat kami semua menoleh pada sumber suara. Aku melihat wanita tadi memegang tenggorokannya.
"Kamu nggak apa-apa?" aku mendengar nada kekhawatiran dari suara seseorang yang ternyata adalah suamiku.
But, wait. Kenapa Adrian sekhawatir itu padanya? Sebenernya siapa sih dia?
Aku juga sempat menangkap raut cemas di wajah kedua mertuaku yang saling pandang. Tatapan mata mereka benar-benar terasa aneh bagiku. Apalagi tak ada satu orangpun yang bersedia memperkenalkan wanita itu padaku. Bahkan dirinya sendiri.
Tapi sepertinya papi dan mami Adrian bukan cemas pada kondisi wanita itu, karena mami Sinta pun terlihat enggan memberikan minum padanya, padahal posisi duduk mereka bersebelahan.
Aku melihat Aditya terkekeh kecil sedangkan wanita itu melotot pada Adrian.
"Minum, jangan caper! " Samar-samar aku mendengar bisikan Aditya.
Aku nggak salah dengar kan? Kenapa sepertinya Aditya tak menyukai wanita itu, sedangkan suamiku saja sepertinya sangat mengkhawatirkan nya.
Sungguh, perasaanku dibuat tak menentu oleh keadaan ini. Tapi aku harus bertanya pada siapa, dan apakah orang itu mau menjawabnya.
Usai sarapan, kami masih mengobrol kesana kemari. Lalu ada seseorang yang berdiri disampingku dan mengejutkanku. Rupanya wanita tadi, mau apa dia?
"Hai.. kamu Kavita kan? Kenalin aku Vara.. "
Deg.
Jadi dia yang bernama Vara?
Vara mencium pipi kanan dan kiriku sok akrab.
"Selamat ya buat pernikahan kalian.. semoga pernikahan kalian bahagia dan langgeng selamanya.."
"Amin," jawabku mengaminkan.
"Sorry kemarin aku gak bisa dateng pas acara resepsinya. Soalnya aku baru aja sampe dari Ausie pagi ini, dan langsung kesini, "
"Cih! "
Siapa yang berdecih di belakang itu? Aditya?
"Kamu pasti bingungkan aku siapa, kok sampai ikut di acara breakfast kalian? "
Wanita ini benar-benar sok akrab, tapi gakpapa lah. Aku juga bisa kok bersikap seperti itu.
"Siapa dong kalau boleh tau? " balas ku akrab tak mau kalah.
Lagi, aku melihat ketegangan di wajah kedua mertuaku. Apa ada yang mereka sembunyikan dariku?
Aku pun melirik Adrian, wajah suamiku itu tak kalah tegangnya dengan wajah papi Wijaya dan mami Sinta. Hanya Aditya saja yang malah tampak tersenyum miring.
Sedangakan papa, mama dan Vero ikut menunggu jawaban dari Vara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
naga2 nya nih ada belatung nangka 😜
2025-01-13
0
Restviani
waaah, jan" dia mo bongkar something nih...
ok, lanjut
2023-02-16
0
Restviani
naaah, benar kan...
hmm, sepertinya pelakor siap beraksi nih...
2023-02-16
0