Setelah Muntaz pergi, kini hanya ada Mak Susi dan Belia. Gadis ayu itu menghampiri mertuanya, bersikap baik seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. "*Payo* Mak, kito sarapan bae! Mamak bawa apo?" Sebelum menjawab, Mak Susi menatap haru menantunya, hatinya bergelayut duka. Tentang rasa sesal yang dalam, dirinya merasa telah salah menjodohkan anaknya dengan Belia yang baik.
"Pandai kau Bela, menyembunyikan rasa sedihmu di hadapan Mamak. Padahal kau kecewa dengan anakku Muntaz. Aku harap kau punya rasa sabar dan maaf yang luas, seluas hamparan dunia ini, juga dalam, sedalam lautan." Hati Mak Susi berdoa penuh harap.
Mak Susi dan Belia sarapan pagi bersama diselingi obrolan ringan antara keduanya. Setelah sarapan, Belia pergi bekerja. Mak Susi pun pulang dan pergi bersama dengan Belia. Mereka berpisah saat di belokan lorong pertama.
Pulang bekerja, Belia langsung memasak, menyiapkan makanan untuk suaminya pulang bekerja nanti. Muntaz terbilang tidak manja dalam hal makanan, asal cocok di lidahnya maka dia akan memakannya. Hari ini Belia akan memasak tahu bacem, sayur asem, juga sambel terasi tomat. "Semoga, Bang Muntaz suka dan tidak marah lagi seperti tadi pagi," bisiknya berharap.
Setelah semua selesai dimasak, sejenak Belia mengistirahatkan tubuhnya dari rasa lelah, berselonjor dengan punggung yang bersandar di tembok, sehingga tidak terasa matanya mengantuk dan tertidur, seakan dinina bobokan oleh tiupan kipas angin yang meliuk ke kanan dan ke kiri.
Belia terbangun saat kumandang azan maghrib diperdengarkan di setiap masjid. Bergegas Belia ke kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu.
Jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam. Menandakan sebentar lagi Muntaz pulang. Dan benar saja deru mesin motor Muntaz sudah terdengar di depan. Belia mempersiapkan diri untuk menyambut kepulangan Muntaz, karena bagaimanapun, dirinya mendapatkan amanah dari Mamak mertuanya sebagai beban yang harus dipikulnya yaitu berusaha bersabar dan mencoba memaafkan sikap tidak peduli suaminya.
Belia membukakan pintu lebar-lebar, sebab dia tahu suaminya setelah ini pasti akan memasukkan motornya ke dalam. Namun dugaan Belia rupanya salah. Muntaz masih membiarkan motornya di luar. Muntaz masuk tanpa mengucap salam seperti kebiasaannya. Sepertinya dia enggan mengucap salam di hadapan Belia.
"Bang, kenapa motornya tidak dibawa masuk?" Belia bertanya dengan raut heran. Muntaz tidak menjawab, dia bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi, sampo dan sabun yang digunakan Muntaz langsung menguar di udara, wangi dan menyegarkan.
Hati Belia bertanya-tanya, "*mau ke mana* *Bang* *Muntaz, mandi tapi motornya masih di luar*?" Hati Belia yakin jika suaminya akan pergi setelah ini. Dugaan Belia benar, Muntaz kini telah siap dengan jaket jeans juga celana jeans dengan kacamata hitam di matanya. Wangi maskulin dari parfum cap kampak kesukaannya seketika menyuruk lubang hidungnya.
"Abang mau ke mana? Ini sudah malam, alangkah baiknya istirahat di rumah. Belia tadi sudah masak, Abang makanlah dulu," ujar Belia penuh bujuk rayu.
Muntaz meraih helm dan kunci motornya, tidak dipedulikan lagi Belia yang sedang mengharapkannya untuk segera bergegas makan malam.
"Abanggg, Abang mau ke mana?" Belia masih belum menyerah, menatap Muntaz yang keluar dari rumah.
"Tidak usah ikut campur atau sok peduli, ini urusanku," tepisnya ketus seraya beranjak dan menghidupkan motor. Belia terhenyak, dia menatap sedih kepergian Muntaz. Hatinya seketika sakit mendapatkan perlakuan kasar suaminya. Setelah Muntaz jauh, Belia segera mengunci pintu dan meletakkan kunci seperti biasa.
Saking sedihnya Belia lupa akan rasa lapar yang tadi dia rasakan sebelum Muntaz pulang kerja. Kini Belia termenung sendiri di ranjang. Rasa sedihnya mengalahkan kantuk yang tadi ada. Belia menangis kecil di dalam kamarnya.
Entah jam berapa, lama-kelamaan mata Belia sangat ngantuk dan tertidur sangat lelap. Dan ketika jam 10.00 malam, rupanya Muntaz pulang. Dia sudah mendapati Belia tertidur pulas.
Muntaz menaiki ranjang yang sama setelah dia membersihkan diri dari kamar mandi. Membaringkan tubuhnya yang lelah. Sejenak di tatapnya wajah lelap Belia yang saat itu benar-benar nyenyak. Wajah ayu yang terlihat sendu itu menyimpan rasa sedih yang dalam. Muntaz meyakini kesedihan Belia itu karena dirinya yang terlalu cuek dan kadang bersikap kasar pada Belia.
Perlahan Muntaz mengusap lembut kening perempuan yang kini sudah menjadi istrinya selama kurang lebih enam bulan. "Maafkan Abang Bela. Abang selalu menyakitimu, ini semua karena Abang belum bisa mencintaimu. Terlebih kini Novi hadir kembali dalam hidup Abang." Muntaz menarik nafasnya dalam. Rasa sesak kini menggelayuti dadanya. Bukan maksud ingin mengkhianati Belia sebagai istrinya, namun cinta untuk Novi kini hadir kembali setelah Novi beberapa hari ini menghubunginya lagi.
*
*
Seminggu kemudian sikap Belia masih seperti biasa, melayani Muntaz dengan sekuat dia. Namun kini Belia sudah tidak lagi bertanya kemana suaminya akan pergi. Belia kapok dan tidak ingin dibentak lagi oleh Muntaz. Cukup dalam hatinya, Belia selalu berdoa keselamatan untuk suaminya di manapun Muntaz berada.
Hari ini tepat di hari minggu , Belia bermaksud ke pasar untuk membeli keperluan dapur. Kebetulan Muntaz sudah memberi uang belanja. Saat Belia beranjak, dilihatnya Muntaz sedang menonton Televisi dengan cemilan sepiring pempek goreng beserta kuah cukanya.
"Assalamu'alaikum!" Belia pergi dengan ucapan salam, tidak peduli dijawab atau tidak. Menurutnya, ucapan salam penting baginya maupun bagi orang yang mendapatkan salam, sebab maknanya begitu dalam, yaitu keselamatan bagi dirinya maupun orang yang mendapat ucapan salam darinya.
Belia melewati tukang ojek yang dia kenal, dan mangkal di pangkalan ojek dekat pasar Perum. Ada salah satu Mamang ojek yang menawari ojek padanya, namun Belia menolak sebab jarak rumah ke pasar begitu dekat.
"Idak, Mang. Saya jalan kaki bae, mokasih," ucap Belia ramah. Saat bersamaan, Belia dengan jelas melihat salah satu motor yang beberapa hari lalu pernah hampir menyerempetnya. Scoope merah metalik dengan nopol BG \*\*. Dan perempuan itu ada juga di sana
Belia segera beranjak dan memalingkan muka lurus ke depan. Dirinya tahu siapakah orang yang berada di situ. Belia bisa mengenali wajah Novi yang tadi tidak menggunakan helm. Belia mempercepat jalannya supaya cepat sampai ke rumah.
Tiba di rumah, Belia masih mendapati Muntaz nonton TV dengan kaki berselonjor di kursi. Belia mengucapkan salam seperti biasa. Namun tanpa diduganya balasan salam keluar dari mulut Muntaz membuat Belia tidak percaya.
"Waalaikumsalam," jawabnya hanya itu saja. Belia segera ke dapur dan menyimpan belanjaannya yang lumayan banyak. Sejenak Belia mendudukkan tubuhnya di kursi makan, melepas lelah dan haus. Lalu meraih gelas dan menuangkan air yang sudah ada di atas meja makan.
Beberapa teguk air kini masuk kerongkongannya, seketika rasa haus dan kering di kerongkongan menghilang terganti dengan dinginnya air bening dari teko tanah liat.
payo \= ayo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Lee
Tinggalkan sajo salaki model Muntaz itu Belia,, kmu brhak bahagia
2023-02-22
1
auliasiamatir
Godaan cinta oertama hadir ya kak
2023-02-18
1
auliasiamatir
ooo jalan kaki be, aku kiro nak naik ojek pulo, buang duit namo nyo
2023-02-18
1