Tiba di rumah, ternyata Muntaz masih ada. Belia bertanya-tanya kenapa suaminya sudah ada di rumah, sedangkan biasanya Muntaz pulang ke rumah jam delapan malam, apakah sedang tidak ada lembur, itu sebabnya Muntaz sudah berada di rumah?
Muntaz bekerja di salah satu pabrik pupuk terbesar di kota Palembang. Belia tidak pernah tahu apa jabatan dan gaji suaminya di PT itu. Yang jelas, saat Belia tidak sengaja menemukan struk gaji suaminya yang tercecer, dia sempat melihat gaji yang tertera sebesar 7 juta. Gaji yang besar bagi Belia, akan tetapi Muntaz hanya memberi jatah 2 juta sebulan untuk Belia. Namun sayangnya, saat itu Belia tidak membaca jabatan suaminya apa, yang jelas di baju seragamnya tertera tulisan dengan huruf besar yaitu MPS.
"Assalamu'alaikum!"
Seperti biasa Belia selalu mengucapkan salam jika pulang atau pergi dari rumah, meskipun tidak pernah ada jawaban dari suaminya. Muntaz hanya melirik sekilas, dan kembali dengan HPnya persis yang dia lakukan pagi tadi saat Belia pergi bekerja.
"Abang sudah pulang?" tanyanya ragu seraya berjalan memasuki kamar dengan kaki yang sedikit pincang. Tidak ada jawaban. Namun Belia tidak menyerah, secuek apapun suaminya dia selalu bersemangat untuk berusaha memenangkan hati Muntaz. Contohnya seperti barusan berbasa-basi bertanya. Sejenak Belia duduk di ranjang sambil memejamkan mata, melepas semua lelah dan gundah hati.
Walaupun Muntaz cuek, namun nafkah batin dia tetap meminta, meskipun tidak seintens pasangan pengantin baru lainnya. Setelahnya, mereka tidur berjauhan seakan tidak saling membutuhkan. Tidak pernah Belia dikecup mesra atau dipeluk manja oleh Muntaz. Yang ada hanya dipakai saat butuh saja.
Tiba-tiba Muntaz masuk ke kamar, meraih jaket jeansnya di kastop, lalu dipakainya. Sangat tampan dan bergaya. Lalu menyemprotkan minyak wangi merek cap kampak kesukaannya. Sejenak wangi maskulin menguar ke udara.
Belia menatap heran, tidak biasanya Muntaz wangi dan bergaya seperti itu jika hanya keluar untuk sekedar nongkrong bersama teman-temannya.
"Aku keluar dulu, tidak perlu memasak. Aku pulangnya malam," ucapnya memberitahu bukan meminta ijin.
"Abang mau ke mana?" Belia memberanikan diri bertanya. Muntaz diam dan tidak menyahut seperti hari-hari biasa. Belia menghela nafasnya dalam, rasa sakit di dadanya menjalar ke ulu hatinya. Sudah sering perlakuan Muntaz seperti itu, tapi tetap saja rasa sesak masih terasa di dada.
"Kenapa Abang masih perlakukan Belia seperti ini? Apa salah Belia?" Belia mempertanyakan perlakuan Muntaz di dalam hatinya, dengan uraian air mata. Belia berdiri, kakinya yang masih sakit sejak pulang tadi belum lagi diobati. Rasa sakit yang ditahannya membuat jalannya menjadi pincang sebelah. Belia menuju meja rias dan meraih kotak P3K yang berada di sana. Kemudian dia kembali keluar kamar menuju ruang tengah mengobati luka di pelipis, lutut, betis dan mata kakinya dengan kapas yang sudah dibaluri obat merah.
Kadang-kadang Belia meringis disela-sela mengobati luka barednya. Air matanya yang tadi keluar kini tinggal sisa sembabnya. Tiba-tiba saat Belia fokus mengobati betisnya yang koyak, Muntaz masuk mengagetkan Belia.
Sekilas Muntaz melihat ke arab Belia, Belia masih diam dan kaget karena kedatangan Muntaz yang tiba-tiba. Kebiasaannya memang tidak pernah salam, namun jika ke rumah orang tuanya atau sedang ada orang tuanya datang ke rumah, maka Muntaz mengucapkan salam.
Muntaz langsung masuk ke kamar, entah mengambil apa. Sepertinya ada sesuatu yang ketinggalan. Tidak berapa lama Muntaz keluar lagi dengan menjinjing helm. Rupanya Muntaz lupa membawa helm.
"Abang mau ke mana?" Belia masih saja bertanya. Sejenak Muntaz menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Belia. Belia langsung menundukkan kepalanya, dia merasa mendapatkan ancaman jika lama menatap mata suaminya. Tanpa bicara, setelah beberapa menit menatap Belia, Muntaz pergi tanpa pamit. Belia kembali menarik nafasnya dalam setelah kepergian Muntaz.
"Hati-hati Abang," teriak Belia sedikit keras sambil menahan rasa sakit bekas terpental tadi.
Setelah membersihkan diri, Belia langsung menuju dapur berniat memasak walaupun Muntaz tidak memintanya. Namun, baru selangkah menuju dapur bunyi HP Belia terlebih dahulu mengusiknya. Belia kembali dan meraih Hpnya di lemari kaca. Rupanya telpon dari Mamak mertuanya. Namun keburu mati, kemudian pesan WA menyusul masuk.
"Bel, Mamak masak pindang patin. Mamak antar *kesano* yo. Tunggu *bae* di sano, kau *idak* perlu masak!" pesan Mamak mertuanya.
"Iyo, Mak. Mokaseh," balas Belia.
Tidak berapa lama, Mak Susi datang dengan menjinjing *asoy* di tangannya. Ucapan salampun terdengar.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam, Masuk, Mak!" Belia membalas ucapan salam Mak Susi dan mempersilahkan masuk. Mak Susi masuk tanpa ragu-ragu lagi.
"Kau idak masak, kan, Bel? Ini Mamak bawa pindang patin *samo* tekwan sisa jualan, tinggal kau *hangatke bae*," ujar Mak Susi seraya meletakkan kantong kresek di meja dapur.
"Terimakasih, Mak. Jadi merepotkan," ujar Belia seraya memindahkan pindang ikan patin dan tekwan ke dalam mangkuk.
"Tidak merepotkan, jualan Mamak ada sisa. Sayang, daripada terbuang lebih baik Mamak bawa buat kau samo Muntaz. Kebetulan Muntaz suka nian samo pindang patin." Benar apa yang dikatakan Mak Susi, Muntaz memang suka makan pindang ikan patin. Belia juga sering memasakkannya, dia sudah pandai membuatnya.
"Kebetulan Mak, Belia belum masak, sebab tadi Bang Muntaz berpesan jangan masak," ujar Belia.
"Tumben, Muntaz melarang kau masak, bukankah dia pulang kerja suka langsung makan?" Mak Susi terlihat heran.
"Kebetulan Bang Muntaz sepertinya tidak kerja, Mak. Sebab saat Belia pulang, Bang Muntaz sudah ada di rumah."
"Lantas kemano dia sekarang, idak katek?"
"Tadi, Bang Muntaz pergi, tapi tidak bilang mau kemana," sahut Belia.
"Wahh, tumben si Muntaz. Mau kemano dia?" Mak Susi berguman sendiri penuh keheranan.
"Yo sudahlah Bel, Mamak *balek* dulu," pamit Mak Susi berlalu.
"Nah, Mamak baru jingok kau ini luka-luka. Kenapo?" Baru saja Mak Susi melangkahkan kakinya, Mak Susi heran melihat Belia luka-luka di lutut, betis, mata kaki dan pelipisnya. Rupanya sejak tadi Mak Susi baru melihat dan baru sadar bahwa Belia ada luka-luka.
"Oh ini, Mak. Tadi, saat pulang kerja Belia terjatuh di trotoar," jawab Belia tidak jujur mengatakan yang sebenarnya.
"Hati-hatilah kau jalan Bela, yo sudah Mamak balek yo," ucap Mamak akhirnya benar-benar pulang. Belia mengantar sampai depan. Setelah Mak Susi pulang, Belia kembali masuk dan menata masakan dari Mak Susi di dalam tudung saji.
Belia duduk di ruang tengah, sampai jam 8 malam ternyata Muntaz belum pulang juga. Belia menghela nafas dalam.
kesano \= kesana
bae \= saja
idak \= tidak
Iyo \= iya
mokaseh \= terimakasih
samo \= sama
hangatke bae \= hanagtkan saja.
nian \= benar.
katek\= ada
jingok\= lihat
asoy \= kantong kresek
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
auliasiamatir
jangan bilang mumtaz mau ketemu bela yah...🙄
2023-02-14
0
Senajudifa
knp nih mumtaz punya wanita idaman lain ya. fav dan🌹untmu y sbg perkenalan
2023-01-14
1
mom mimu
aku curiga yg tadi serempet Belia mantannya muntaz, terus muntaz pergi buat samperin tuh cewek rese, bener gak sih kak...
udah aku fav balik ya, lanjut lagi 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-01-12
2