Malam tadi aku benar-benar dibuat tidak dapat tidur, bukan... bukan karena aku dan Marsel melakukan hubungan bersentuhan fisik seperti ucapan menggodanya, aku sangat yakin itu hanya bercanda, karena detik berikutnya Marsel malah menceritakan awal mula ia bertemu Adinda, wanita yang tadi pagi dia nikahi.
Rasanya benar-benar sesak, ia menceritakan dengan begitu detail, dan rasa cintanya kepada Adinda begitu tentara, hanya dengan menceritakan nya saja, aku bisa merasakannya, betapa bahagianya menjadi Adinda yang di cintai oleh pria tampan dan bertanggung jawab seperti Marsel.
Aku yang hanya mendengarkan ceritanya sungguh tak mampu membayangkan, apalagi jika aku harus bertemu dengannya setiap hari dan menyaksikan kemesraan antara suami dan maduku secara live. Tuhan aku mulai merasa resah, gugup dan rasanya tak kan sanggup.
Sekaligus tadi malam Marsel memperlakukanku bak seorang putri, sebaik itu Marsel memperlakukan wanita. Bahkan padaku yang notabennya tidak ia cinta, lalu bagaimana perlakuannya kepada wanita yang ia cintai? aku tak sanggup membayangkannya sungguh tak sanggup.
Meskipun begitu tetap saja perlakukan baiknya padaku rasanya berbeda. Aku dapat merasakan, tidak ada rasa cinta di dalamnya, rasanya hambar. Dan yang lebih membuat aku merasa menyesakan lagi adalah mengetahui akan kenyataan itu. Marsel yang tidak mencintaiku.
"Tidur yuk udah malem". Ucapnya sembari menyelimutiku
"Hm". ucapku dengan deheman.
Setelah menyelimutiku dengan selimut tebal kemudian ia tidur di sebelahku namun memunggungiku. Dan semalaman aku hanya dapat melihat punggungnya yang lebar dan setahuku dadanya yang memang bidang, dia sering gym, lari pagi dan olahraga yang lainnya, maka tak heran dengan degup nafasnya yang beraturan serta wangi tubuhnya yang menyeruak di dalam kamar ini amat sangat memabukkan.
Malam tadi mungkin adalah malam terpanjang yang pernah aku lewati.
Aku benar-benar asik dengan duniaku sembari menatap punggungnya. Semakin aku berpikir betapa beruntungnya menjadi Adinda, dadaku semakin sesak. Oh betapa menyedihkannya diriku.
***
Entah pukul berapa aku akhirnya tertidur, yang pasti pukul enam pagi aku mencium aroma sedap dari arah dapur. Ku pastikan Marsel tengah membuat sarapan untukku. Mengetahui hal itu, seketika hatiku kembali berbunga-bunga di buatnya.
Namun samar-samar, aku mendengar suara tawa wanita yang begitu renyah di telinga. Maka sepersekian detik bungaku kembali layu. Sudah dapat dipastikan itu adalah suara maduku.
Rasanya jantungku benar-benar ingin berhenti berdetak. Aku tak sanggup menjalani hari dengan berbagi suami. Baru tadi malam aku mendapatkan rasa bahagia karena di perlakukan istimewa meskipun tanpa rasa cinta, namun pagi ini aku seperti di dorong ke dalam jurang terdalam dengan keras tanpa ampun.
~[Tidak bisakah kamu menunggu aku siap? menerima kenyataan aku di madu. Baru membawa wanita yang kamu puja - puja ke rumahku. Kenapa kamu selalu bersikap seenaknya saja? tidak pernah meminta pendapatku? kenapa?]. Makiku dalam hati pada kenyataan yang menyakitkan ini.
***
~[Aku harap ini hanyalah mimpi!]. Batinku.
"Sayang?...". Namun suara nyaring Marsel menyapa maduku itu kembali menyadarkan ku bahwa ini bukanlah mimpi. Melainkan semua ini adalah kenyataan yang pasti.
Aku tidak dapat mundur ataupun maju. keduanya mustahil dan terlalu menyakitkan untukku hadapi. Meski tekad ku sudah bulat, aku tidak mau melanjutkan pernikahan ini, tapi jauh di lubuk hati, tidak pula ingin mengakhirinya. Batinku lagi.
Aku terdiam membisu, hanya bisa terduduk di kursi rias, hendak ingin keluar tapi ragu-ragu. Hingga akhirnya Marsel datang ke kamarku lebih dulu.
***
"Sudah bangun? kenapa gak keluar?". Tanyanya beruntun. Apa dia benar-benar tidak berpikir mengenai perasaanku? yang mungkin tengah sakit hati karena ulahnya. Aku masih diam tidak menjawab pertanyaannya.
Kemudian dia berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan posisiku yang tengah terduduk.
"Aku udah buatin kamu sarapan, keluar yuk?!". Ucapnya lembut sembari menatapku dengan tulus.
"Aku gak laper".
"Masa sih?" Godanya, karena setelah aku berucap demikian, suara perutku ternyata tidak bisa berbohong. Aish ... dasar perut tidak bisa diajak kompromi, batinku.
Akhirnya aku mau keluar, dengan dituntun olehnya, setelah aku berada di ruang tamu yang sekaligus menghadap ruang makan dan dapur mini, aku mengedarkan semua pandangan, mencari-cari dimana dia berada, dan harus bersikap seperti apa yah aku nanti?.
"Kamu nyariin siapa?". Tanya Marsel menyadari aku tengah melihat-lihat sekeliling dan tidak menemukan siapa-siapa.
"Heh? enggak". Jawabku cepat.
"Hm, ternyata sudah dari tadi kamu bangun?". Ucapnya.
"Heh?".
"Kamu pikir ada Adinda disini?". Tanyanya sembari membukakan kursi untukku duduki.
"Iyah, aku tadi gak sengaja denger suaranya". Ucapku jujur pada akhirnya.
"Hm, Iyah tadi aku memang sempet telponan sama dia, nanyain resep makanan yang saat ini tersaji di hadapanmu".
"Jangan dilihat penampilannya yang mungkin enggak oke buat kamu, tapi rasanya aku bisa jamin enak kok". Ucapnya sembari menatapku.
"Em, sebentar aku ambil dulu minum". Dia segera pergi dengan sigap tanpa menunggu persetujuanku, dan Aku hanya terpaku, menerima semua perlakuan baiknya padaku, jika sikapnya begini aku tidak menjamin untuk tidak jatuh hati padanya. Batinku.
Selama ia pergi mengambil air putih untukku, aku segera meraih handphone dan memotretnya.
Mungkin beginilah perasaan wanita-wanita di luaran sana saat jatuh hati, dan aku kena omonganku sendiri. Dulu saat aku melihat teman-temanku di perlakukan bak putri oleh pacarnya, aku cukup sering mengolok-oloknya.
Secepat mungkin aku menyimpan handphone, saat langkah kaki Marsel terdengar lebih dekat.
***
"Ini, sambil dimakan dong?! kok cuma di lihatin aja". Ucapnya sembari menyodorkan segelas air putih padaku.
"Hm? Iyah". Jawabku cepat dan segera melahapnya dengan singkat habis tak bersisa, makanan segini mana cukup untukku yang bertubuh gempal, mana dari kemarin aku sama sekali belum makan apapun. Batinku.
"Masih laper?" Tanya Marsel padaku, dan sesegera mungkin aku mengangguk.
Dan apa yang terjadi? dia malah tertawa puas
"Hahaha"...
"Dih, malah ketawa?! rese". Ucapku ngambek.
"Eh. Iyah-iyah maaf, enggak deh gak ketawa". Ucapnya. kemudian berusaha mati-matian menahan tawa.
***
Setelah selesai sarapan dan mandi, tanpa pikir panjang aku segera keluar hanya dengan menggunakan handuk kimono, yang jelas-jelas aku tahu ada Marsel di dalam sana.
Marsel terlihat terkejut melihatku, dan detik berikutnya, ia seperti sedang memindaiku dari ujung kaki hingga atas rambut, entah apa maksudnya aku tidak tahu.
Sayangnya saat itu juga Marsel izin pergi, katanya ada jadwal kuliah, entah hanya perasaanku saja atau memang iyah, ia terlihat tak rela dan terkesan terpaksa meninggalkanku sendiri.
Tingkah lakunya juga sedikit aneh saat hendak ingin pergi, tetapi yah tetap saja yang lebih aneh, yah aku, aku justru suka dengan sikapnya itu.
"Aku pergi dulu yah, enggak lama kok". Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya padaku.
Sementara itu aku masih sibuk mengeringkan rambutku yang basah dengan hair dryer "Iyah". Ucapku acuh.
"Beneran sebentar!". Ucapnya lagi.
"Iyah, aku denger kok". Ucapku sedikit berteriak, mungkin dia yang tidak mendengar aku menjawab, pikirku.
Setelah aku berucap demikian, dia malah diam menatapku dengan kesal.
"Kok masih disini? katanya mau pergi?!". Tanyaku yang penasaran, karena ia tak kunjung juga pergi, sembari mematikan suara bising dari hair dryer.
"Aku pergi dulu yah". Ucapnya sembari membalikkan tubuhku untuk menghadapnya dan mengecup keningku tanpa izin.
Iyah memang tidak perlu izin sih, tapi tetap saja.... Aku yang belum siap dengan perlakuannya yang manis seketika membeku.
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
perlakuan yg .manis itu diawal saja, selanjutnya dinomor duakan
2024-03-08
1