Meskipun aku bertubuh gempal tapi Alhamdulillahnya aku memiliki wajah yang cantik, Sempat beberapa kali aku menjalin suatu hubungan, walaupun yang mendekati serius hanya satu kali saat aku SMA kelas tiga, akhirnya aku mengalami masa pacaran yang lumayan berkesan, sayangnya hubungan itu hanya berlangsung delapan bulan karena aku cepat sadar hubungan yang kita jalani itu ternyata toxic.
Tapi jika di pikir-pikir itu adalah pacaran terlama yang aku jalani, hubungan sebelumnya terlalu kekanak-kanakan dan hanya bertahan tiga bulan atau dua bulan.
Tapi jujur saja meskipun begitu, Adit pria yang terakhir aku pacari adalah laki-laki yang baik, baik dalam hal penjagaan, selama kita berpacaran kita tidak pernah melakukan hal-hal aneh meskipun itu hanya berciuman. Kita benar-benar berpacaran secara sehat.
Sayangnya dia terlalu protektif dan posesif, condong menjadi hubungan toxic pada akhirnya.
***
Dan apa yang terjadi saat ini adalah first kiss ku. Iyah aku benar-benar cupu untuk hal beginian.
"Cup". Aku terkejut dan secara refleks aku mendorongnya.
Tapi apa yang terjadi tidak seperti ekspektasi ku. Kupikir Marsel akan melepaskan pangutan itu, ternyata tidak. Justru Marsel membalas doronganku menciumku lebih dalam, dan aku hanya bisa diam menerima apapun yang tengah Marsel lakukan terhadapku sekarang.
Disaat aku mulai membalas ciuman yang sebelumnya telah dikuasai oleh Marsel, kini Marsel malah melepaskan pelukannya padaku, sontak saja aku segera membuka kedua mataku, dan melepaskan pangutan itu.
"Hm, katanya gak enak badan?". Cibirnya, dan aku segera berbalik menutupi seluruh wajah dengan selimut.
Aduh bodohnya kenapa aku terbuai oleh rayuannya, dan kenapa juga aku membalas ciumannya, batinku merutuki kebodohan diri.
"Kenapa di lepasin?". Tanyanya menggodaku.
"Mau udahan aja, gak mau di lanjutin?". Tanyanya lagi, sembari berusaha membuka selimut yang menutupi wajahku, namun kali ini aku tidak mau kalah, aku semakin mengeratkan diri dari selimut yang menutupiku.
"Hm, yaudah kalau gak mau, besok lagi aja yah". Ucapnya kemudian membenarkan selimut yang lagi-lagi tidak sepenuhnya menutupi bagian tubuh diriku.
***
Aku berusaha mati-matian tidak bergerak sedikitpun, bermaksud Marsel akan mengira aku sudah terlelap tidur dan keluar meninggalkan aku seorang sendiri. Tapi lagi-lagi itu hanya harapan yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Saat ini Marsel malah ikut berbaring di sampingku, dan aku rasa ia tahu bahwa aku tengah berpura-pura tertidur, memang tidak mudah membodohi pria pintar calon dokter. Batinku.
Tidak ada suara, tidak ada pergerakan apapun selama satu jam, dan aku yang kepanasan akhirnya menyerah. Tapi tenang saja, jika aku tidak tertidur maka mungkin Marsel yang tertidur. Batinku.
Dengan perlahan aku membuka selimut yang menutupi diri, dan lagi-lagi prediksi ku salah. Marsel dengan setia menatapku. Aku yang mendapati ia tengah menatapku seperti itu, tentu saja berhasil membuat aku salah tingkah.
"Aku mau tidur, kamu bisa pergi sekarang". Ucapku dan membelakanginya.
"Silahkan, aku tungguin, aku gak akan kemana-mana". Ucapnya dengan santai.
Lalu aku yang penasaran dibuatnya kembali berbalik menghadapnya.
"Kamu lupa ? atau gimana, tadi pagi kamu baru saja nikah loh". Ucapku dengan kesal.
"Iyah, enggak lupa kok".
"Yah, terus? kenapa disini? bukannya...". Aku tidak sampai hati berucap, tapi aku yakin Marsel mengerti kemana maksud pembicaraanku.
"Aku gak mungkin ninggalin kamu sendiri, apalah dalam keadaan kamu yang seperti ini, gara-gara aku lagi". Ucapannya lagi-lagi mampu membuat hatiku terenyuh.
"Hm". Jujur aku bingung harus bertindak seperti apa, di satu sisi aku tidak merasakan sakit hati karena di poligami, karena mungkin aku tidak mencintai pria yang ada di hadapanku saat ini, atau mungkin belum. Tapi tetap saja jika harus membayangkan berbagai suami rasanya sakit, dan tidak rela. Lalu ucapannya barusan, seketika berhasil membuat hatiku berbunga-bunga. Perasaan apa ini sebenarnya?
"Yok, tidur yok!". Ucapnya dengan gemas, kemudian dia terlebih dulu menutup kedua mata.
"Aku, baik-baik aja kok, kalau semisalnya kamu mau pergi ke rumah Adinda". Ucapku lagi, dengan sadar. Sekali lagi mungkin karena aku tidak mencintainya, makanya aku bisa bicara seperti itu.
Kemudian dia kembali membuka kedua matanya. "Enggak, aku gak akan pernah pergi ninggalin kamu, meskipun kamu mengusirku". Ucapnya masih dengan posisi berbaring menutup mata dan kedua tangannya di lipat di atas dada bidangnya.
"Kenapa?". Tanyaku penasaran.
"Karena... aku mau disini". Aku terdiam mendengar jawabannya.
Aku benar-benar enggak habis pikir dengan tingkah lakunya yang tiba-tiba jadi perhatian di hari pernikahannya dengan wanita lain tadi pagi.
Aku pikir tingkah lakunya yang baik dan sweet hari ini, mungkin itu hanya pengalihan, agar orang-orang berpikir aku mengizinkan suamiku untuk menikah lagi.
Tapi kenapa tingkah lakunya berakting berlanjut hingga detik ini? yang normalnya orang menikah dengan wanita cantik pilihannya maka malam ini akan menjadi malam indah untuk mereka berdua. Bukan sebaliknya... dia ada di sampingku sembari menggodaku.
Rasanya tidak masuk akal. Sama sekali tidak masuk akal.
Jika dia akan bertingkah semanis ini padaku, lalu? kenapa dia menikah lagi? Jangan sampai aku jatuh hati padanya, Monica sadar dia seperti ini pasti ada maunya. Jangan tergoda dan goyah. Batinku menguatkan diri sendiri.
***
"Ngelamun apa sih? serius banget". Ucap Marsel, sembari memainkan rambutku yang terurai, yang entah sejak kapan ia mainkan,
"Kamu ngapain masih disini? ini udah malem loh, semakin kamu lama disini semakin malem kamu nyampe di rumah Adinda". Ucapku melihat wajahnya yang tengah tersenyum menatapku.
"Hah? maksudnya?". Tanyanya kini sembari berusaha merubah posisi berbaring menjadi agak lebih tegak.
"Istri kamu pasti nungguin kamu". Ucapku sedikit uring-uringan.
"Heh? Istri? Cie ada yang khawatir adik madunya nungguin aku nih". Ledeknya sembari mengelus puncak rambut kepalaku semakin kencang.
"Dih apaan sih". Ucapku kemudian menghindar di sentuhnya.
"Hm, justru karena ini udah malem, jadi aku disini". Ucapnya yakin.
"Hah? masa Iyah kamu mau melewatkan malam pertama kamu dengan wanita yang kamu ingin miliki?". Ucapku akhirnya blak-blakkan karena penasaran juga dengan jawaban yang akan ia berikan.
"Heh, Aku ini milik kamu". Ucapnya dengan tegas dan lugas. Deg seketika detak jantungku rasanya ingin berhenti. Andai saja kamu bicara seperti ini sebelum memutuskan untuk menikah lagi, mungkin aku adalah wanita paling bahagia yang ada di muka bumi.
"Hm kalau di pikir-pikir aneh juga yah, nikah udah dua kali tapi hingga detik ini, aku masih perjaka". Ucap Marsel kembali menatapku dengan lekat.
"Maksud kamu apa? mau minta jatah?". Tanyaku, agak sedikit takut-takut ia akan berkata iya.
"Yah enggak kan aku tahu kamu lagi ada tamu bulanan". Ucapnya.
"Tapikan enggak sampai berbuat itu, yang lainnya masih bolehkan?". Tanyanya dengan tatapan seperti memohon. Seketika aku merasa geli sendiri jika kembali mengingat-ingat wajahnya saat itu.
Tapi sayangnya... dia sudah terlanjur memberiku luka, yang juga bersamaan memberiku rasa cinta.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
lanjut, merayunya marcel
2024-03-08
1