Ch. 3

Apartemen yang ditempati Alfian memiliki dua kamar. 1 kamar utama dan 1 kamar tamu, semuanya dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi di dalam. Kemudian ada sebuah ruangan yang berada tepat di samping kamar tamu. Alfian menggunakan itu sebagai ruang kerjanya.

Desi sempat terheran-heran karena dapur dan kamar mandi umum serta ruang laundry berada di bagian depan, pintu sebelah kanan setelah pintu masuk. Sedangkan kamar tamu berada tepat di seberang dapur.

Dan yang membuat Desi semakin merasa sedikit tertekan adalah, meja makan menyatu dengan dapur. Itu artinya, setiap aktivitasnya bisa berada dalam pengawasan majikan yang sedang makan.

Mmhhh, ya sudahlah. Mau bagaimana lagi kalau desain apartemennya sudah kayak begini. Berarti aku harus bekerja sebaik mungkin supaya majikan senang dan aku nggak dipecat.

Setelah berkeliling untuk melihat semua ruangan yang ada, Desi masuk ke dalam kamar tamu yang kini menjadi kamarnya untuk meletakkan tas sesuai saran Nyonya Rara. Desi tersenyum menatap seisi kamar barunya. Ia berbaring sejenak dan segera kembali duduk.

"Bisa bangun pagi nggak ya? Kasurnya empuk begini. Bisa-bisa aku keterusan tidur. Hihihi." Desi terkekeh sendiri setelah merasakan kenyamanan tempat istirahatnya.

Ia lalu berjalan mendekati cermin yang ada di meja rias. Kedua tangannya terulur menangkup pipinya sendiri, matanya sudah berkaca-kaca.

"Terima kasih Tuhan." Lirihnya lagi, kemudian mengeringkan air mata yang mulai menggenang menggunakan kedua punggung tangannya.

Setelah dirasa cukup, Desi segera berjalan keluar dan kembali bergabung dengan Nyonya Rara dan Mbak Pratiwi di ruang tamu.

"Aku akan pulang. Selamat bekerja ya Desi." Ujar Pratiwi begitu melihat Desi.

Desi mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih banyak Mbak."

"Sudah simpan nomor Mbak kan?"

"Iya Mbak, sudah."

Pratiwi menarik Desi dan memeluk gadis itu.

"Kamu sabar ya. Kerja yang rajin." Bisik Pratiwi.

Desi mengangguk samar agar tidak menimbulkan kecurigaan pada Nyonya Rara.

Desi dan Nyonya Rara mengantar Pratiwi sampai ke pintu. Kemudian Nyonya Rara kembali menjelaskan beberapa detail kebiasaan Alfian.

"Kamu jangan khawatir akan lupa. Saya sudah mencatat semuanya di buku kecil berwarna oranye yang ada di meja dekat kulkas."

Desi tersenyum lega. "Terima kasih, Nyonya."

📙📙📙

Suara bel berbunyi, Rara segera menuju ke pintu dan membukanya.

"Sudah pulang?" Tanya Rara pada Alfian dan hanya dijawab dengan anggukan kepala.

"Baguslah, ayo ikut Bunda ke dapur." Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alfian mengikuti langkah Bundanya.

Ketika berbelok dan memasuki pintu dapur, Alfian dikejutkan dengan sosok gadis yang tengah menyamping di dekat jendela besar sambil mengatur bunga di dalam vas kaca. Cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela membuat gadis itu tampak bercahaya.

Alfian mengerutkan dahinya, ia berpikir kalau Bunda kembali memperkenalkan anak teman-temannya pada Alfian. Gadis itu agak tinggi, meski Alfian jauh lebih tinggi. Tubuhnya benar-benar proporsional. Dengan rambut hitam yang sedikit bergelombang dan panjang melewati pundak.

Rara mendekati gadis itu dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Alfian. Gadis itu terlihat sedikit terkejut dan meletakkan bunganya kemudian berjalan menunduk mengikuti Bunda Rara yang mendekati Alfian.

"Fian, ini pelayan baru kamu, namanya Desi." Ujar Bunda Rara sambil mengayunkan tangan menunjuk ke arah belakang.

"Selamat sore Tuan Muda." Desi membungkuk memberi hormat kemudian kembali mengangkat wajahnya. Namun ia tidak berani melihat wajah Alfian.

Alfian hanya mengangguk, namun percuma karena yang Desi lihat hanyalah dasi Sang Tuan Muda yang berwarna biru navy. Jadi ia tak tahu bagaimana ekspresi Alfian.

Desi kembali menunduk dengan kedua tangan bertaut di depan. Ia seakan siap menunggu perintah selanjutnya.

"Kamu buatkan dua cangkir teh ya. Bawa ke balkon sebelah." Titah Nyonya Rara.

"Baik Nyonya."

Balkon sebelah yang Rara maksud adalah balkon yang memanjang dari ruang tamu hingga dapur. Apartemen tersebut memiliki tiga buah balkon. Yang pertama balkon panjang yang disebut Nyonya Rara. Kemudian balkon yang memanjang dari kamar tamu hingga ruang kerja. Dan yang terakhir adalah balkon kecil yang berada di kamar tidur utama.

Rara pulang setelah hari sudah malam. Dan sepanjang sore sejak pertemuan pertamanya dengan Alfian, Desi belum mendengar sepatah katapun dari mulut Sang Tuan Muda. Namun ia tidak terlalu memikirkan itu. Desi fokus melakukan tugasnya seperti yang sudah ditulis di dalam buku.

🌸🌸🌸

Desi menyimpan beberapa nomor baru yang tertera di dalam buku. Yaitu nomor telepon rumah utama, nomor ponsel Nyonya Rara dan juga nomor Tuan Muda Alfian. Meski Desi tidak mengerti apakah hal itu penting, namun ia tetap mengikuti instruksi yang diberikan Nyonya Rara.

Desi meletakkan buku dan smartphone-nya di meja rias kemudian berbaring. Namun ia tidak segera tertidur, matanya menerawang menatap langit-langit kamar.

Flashback On

Desi yang sudah selesai memakai baju melompat mundur ketika pintu kamarnya dibuka oleh seorang pemuda yang tidak lain adalah kakak tirinya.

"Nggak bisa ya ngetuk dulu?!" Desi sangat tidak menyukai Kakak tirinya itu.

Pemuda itu beberapa kali hendak melecehkannya ketika Desi pulang ke rumah untuk berlibur. Oleh sebab itu, selama libur semester, Desi sangat jarang pulang kampung dan memilih mencari pekerjaan sambilan.

"Makin hari, kamu makin cantik aja Des." Ujar pemuda itu sambil bersandar di ambang pintu. Dengan tidak tahu malu ia terang-terangan memindai tubuh Desi.

Desi mendekati pintu dan hendak menutupnya. Namun pemuda itu menahan dengan kedua tangannya.

"Mas Bagas apa-apaan sih?!" Hardik Desi kesal. "Minggir, aku mau tutup pintu!"

"Jangan marah-marah gitu dong cantik." Bagas mengulurkan tangan hendak menoel dagu Desi. Namun dengan cepat Desi menghindar.

Bagas terkekeh, ia pergi setelah mengerling nakal pada Desi. Meninggalkan Desi yang terus mengomel tanpa suara.

Desi segera menutup pintu dan menguncinya. Ia kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya yaitu mengatur kembali pakaian dan barang berharganya. Sudah satu minggu ia pulang, namun selama satu minggu Desi merasa hidup bagaikan di neraka. Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk kembali ke kota Y.

Desi keluar dari kamar saat hari sudah sore. Ia menatap jam dinding yang ada di ruang tamu.

"Sudah setengah lima, tapi ibu kok belum pulang ya." Gumamnya sambil melihat ke arah pekarangan.

Desi memutuskan untuk ke dapur dan memasak menu makan malam. Saat sedang bekerja, ia tidak menyadari jika Bagas sedang mengamatinya dari pintu penghubung dapur dan ruang makan.

Tiba-tiba Desi merasa tenggorokannya sedikit gatal. Ia meletakkan pisau dan hendak mengambil air minum. Desi terpekik karena kaget dengan sosok Bagas yang berdiri dalam diam dan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Desi merasa ada hal yang tidak beres, hati kecilnya mengingatkan untuk segera meninggalkan tempat itu. Dengan tergesa-gesa Desi berjalan melewati Bagas.

Namun baru selangkah melewati pemuda itu, Bagas sudah menangkap pinggang Desi.

"Aaakkhhh Mas, lepasin, lepasin Desi!" Desi meronta. Namun Bagas tidak menggubris teriakan adik tirinya itu.

Desi berhasil melepaskan diri, sambil menangis ia berlari menuju kamar. Namun Bagas kembali menangkapnya dan memeluk pinggang Desi. Pelukannya semakin erat, tidak peduli bagaimana Desi mengamuk.

Karena Desi tidak kunjung berhenti memberontak, Bagas kehilangan keseimbangan hingga keduanya terjatuh di lantai dengan posisi Bagas yang masih memeluk Desi.

"Aaakkh!" Desi kesakitan saat kepalanya membentur lantai. "TOLONG! TOLONG! TOLONG!" Desi berteriak sekuat tenaga. Akhirnya Bagas membekap mulut Desi, membalik tubuhnya dan menindih gadis itu dari belakang.

Tak lama kemudian beberapa orang tetangga dan Pak RT datang. Terkejut dengan kedatangan orang-orang tersebut, Bagas segera melepaskan Desi.

"Ada apa ini?!" Tanya Pak RT dengan wajah marah.

Desi menatap orang-orang yang datang dengan air mata yang berurai. "Pak, tolong Desi Pak."

Orang-orang tersebut segera masuk, Pak RT membantu Desi untuk berdiri.

"Mas…Mas Bagas mau me…melecehkan saya Pak." Tutur Desi sambil menangis pilu.

Ia menutup mulutnya sendiri untuk meredam suaranya.

"Bohong!!!" Bagas menyangkal. "Dia yang lebih dulu menggoda saya Pak."

Kepala Desi berputar dengan cepat, ia menatap Bagas tak percaya.

"Saya menolak dia, makanya dia berteriak dan bersandiwara seolah-olah dia yang jadi korban."

"Bohong Pak!" Desi menatap Bagas dengan nyalang. "Dia yang bersalah."

Bagas cepat-cepat menuju meja makan dan mengambil smartphone-nya.

"Ini pak, saya punya buktinya. Dia sering mengirim pesan tidak senonoh untuk menggoda saya."

Mata Desi membeliak, ia hendak merebut smartphone Bagas, namun terlambat. Pak RT sudah mengambilnya lebih dulu. Wajah Pak RT memerah setelah membaca isi pesan-pesan tersebut. Ia menatap Desi dengan penuh kekecewaan.

Pria itu segera mengambil smartphone milik ya sendiri. Kemudian mencocokkan nomor yang tertera pada pengirim pesan dengan nomor Desi yang ia simpan.

"I..ini memang nomornya Nak Desi." Ujar Pak RT lagi.

Desi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak Pak, itu fitnah. Saya tidak pernah mengirim pesan menggoda." Desi histeris. "Biarkan saya lihat pesannya Pak."

"Jangan Pak, nanti dia hapus bukti itu." Ujar salah seorang warga.

"Tapi…."

"Sudah, usir saja dia keluar dari kampung ini!" Seru warga lain memotong ucapan Desi.

Desi panik, orang-orang yang datang mulai meneriakkan hal yang sama.

Tak lama kemudian, Santi dan suaminya, Wiji, datang. Mereka terkejut dengan keributan yang terjadi di dalam rumah mereka.

"Loh? Ada apa ini?" Tanya Santi. Ia semakin terkejut melihat Desi tengah menangis histeris.

Pak RT segera menceritakan apa yang terjadi pada Santi dan Wiji. Bahkan ia memberi tahu keputusan apa yang menjadi keputusan warga.

"Tidak mungkin." Santi menggeleng tidak percaya.

"Desi nggak salah Bu, tolong Desi." Ratap Desi lagi.

"Ini pasti salah paham." Wiji menimpali.

"Salah paham apa?! Buktinya sudah jelas! Kalau dia tidak pergi, maka kami akan membakar rumah kalian!" Seru seorang warga dan didukung oleh warga lain.

Keadaan semakin panas, Desi sudah tidak tahan lagi. Ia segera masuk kamar dan mengambil tas dan segera pergi.

Santi kaget dan menahan Desi. "Nggak sayang, kamu nggak boleh pergi!" Santi terlihat panik.

"Biarkan Desi pergi Bu. Daripada dia menggoda saya lagi." Sahut Bagas.

Santi menggeleng dan mulai menangis, ia memeluk Desi erat-erat. Namun seorang warga memisahkan mereka dengan kasar. Teriakan-teriakan berisi kata-kata kasar memenuhi telinga Desi.

Tidak ingin situasi lebih memburuk, akhirnya Desi pergi, ia berjalan dengan air mata yang masih terus bercucuran.

💔💔💔

Hari sudah mulai malam, Desi masih saja berjalan sambil menunggu kendaraan umum. Rumahnya yang berada di ujung kampung membuat Desi bisa pergi tanpa menimbulkan keramaian yang lebih banyak lagi.

Desi berhenti di bawah tiang listrik, ia bersandar disitu. Matanya menerawang, pikirannya kacau. Sampai akhirnya sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depannya.

Desi berdiri tegak dan mencengkram tasnya dengan kuat. Saat mendengar suara pintu dibuka dan ditutup, dada Desi semakin berdebar.

"Loh, Desi?" Sapa Sang Pengemudi.

"Mbak Pratiwi?" Desi lega karena mengenal siapa yang sudah turun dari mobil.

"Kamu kenapa disini? Dan, ya ampun. Kamu berantakan sekali. Ayo, ayo naik. Kita duduk di dalam mobil saja."

Pratiwi membantu Desi naik dan meletakkan tas gadis itu di bagasi. Setelah Desi duduk dengan nyaman, Pratiwi menyerahkan sebotol air mineral untuk Desi minum.

Setelah tenang, Desi menceritakan kejadian yang baru ia alami pada Pratiwi.

Pratiwi terdiam beberapa saat, kemudian ia memegang tangan Desi. "Kamu mau ikut Mbak nggak? Mbak mau kembali ke kota J."

Desi mengangguk, ia tidak tahu harus bagaimana. Yang jelas, ia tidak mungkin kembali ke kota Y. Desi takut Bagas akan mencarinya di sana.

Flashback Off

...****************...

Terpopuler

Comments

As3

As3

si Bagas kakak tiri. nah yg kandung tu ibunya kah

2023-02-25

1

AdindaRa

AdindaRa

Waaah, parah banget ini. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan 😪

2023-01-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!