Ch. 5

Alfian melirik jam tangannya, sudah pukul 12 lewat. Pantas saja perutnya sudah mulai bersenandung. Sambil membereskan meja kerjanya, Alfian memikirkan apa yang ingin ia makan.

Seketika tangannya berhenti bergerak, ia teringat akan cita rasa masakan Desi. Alfian jadi ingin kembali menikmati masakan yang dibuat gadis itu. Rasa makanan yang dibuat Desi cocok dengan lidah Alfian.

Apa aku pulang aja ya?

Alfian kembali melihat jam tangannya. Sepertinya tidak mungkin, karena ia bisa terlambat kembali ke kantor. Sedangkan setelah makan siang ada rapat penting dengan bagian pemasaran.

Alfian mendesah kasar dan mengusap wajahnya. Ia berdiri dan memakai jasnya. Alfian keluar dan berjalan menuju ruangan Rama. Ia akan mengajak sepupunya itu untuk makan siang.

Alfian mengetuk pintu ruang kerja Rama yang berada di sebelah kiri dari ruangannya. Meski kedudukannya lebih tinggi, bukan berarti Alfian bisa melupakan sopan santun dan menerobos masuk begitu saja. Jabatan tidak membuat Alfian melupakan tata krama.

"Masuk!" Terdengar suara Rama berseru.

Saat membuka pintu, Alfian melihat Rama masih berkutat dengan sebuah berkas. Rama bahkan tidak mengangkat sedikitpun wajah dari kertas yang ia baca.

"Berkas apa?" Tanya Alfian begitu duduk dengan nyaman di sebuah kursi yang berada di depan meja kerja Rama.

Rama tersentak. "Eh, Pak." Wajahnya begitu terkejut, ia bahkan refleks berdiri. "Maaf, saya pikir Dwi yang masuk."

Alfian melambaikan tangan sebagai tanda agar Rama kembali duduk. Meski bersaudara, saat di kantor Rama tetap bersikap sebagai bawahan dan berbicara memakai bahasa formal.

Rama kembali duduk. "Ini adalah perencanaan dari bagian Pemasaran untuk penjualan properti di kota S." Jelas Rama. "Rencananya setelah istirahat saya akan membawa berkas ini kepada Bapak."

Alfian mengangguk-anggukkan kepala. "Bagus." Ternyata Rama sedang mempelajari bahan untuk rapat nanti.

Alfian memang senang mempelajari bahan rapat sebelum pertemuan diadakan. Karena hal itu akan mempersingkat waktu rapat sebab ia tidak perlu meminta bawahan yang melakukan presentasi untuk kembali menjelaskan poin yang ia tidak mengerti. Namun jika terpaksa dan tidak memiliki waktu yang banyak, ia akan mengikuti rapat tanpa membaca bahan pembahasan terlebih dahulu.

"Tidak makan siang?"

Rama menggaruk tengkuknya. "Saya sudah membawa bekal Pak. Dari apartemen Bapak tadi pagi." Ujarnya disertai dengan senyum kikuk.

Alfian mengernyit. "Apa menunya?" Karena setahu Alfian, Desi tidak memasak menu lain saat Alfian sedang makan pagi. Gadis itu bahkan keluar dari dapur dan entah mengerjakan apa.

Rama mengambil sebuah kotak bekal dan membukanya. Aroma masakan memenuhi ruangan. Alfian berdiri dan melihat menu di dalam kotak tersebut.

"Nasi goreng?"

Hanya nasi goreng tadi pagi, tapi dilengkapi dengan telur rebus dan juga sosis. Alfian tertegun, penataan makanan dalam kotak bekal itu menggugah selera. Warna hijau dari selada, berpadu dengan telur rebus yang dibelah serta tomat cherry. Terlihat sangat manis mengitari nasi goreng dan sosis yang warnanya hampir senada.

Air liur membanjiri rongga mulut Alfian. Tanpa pikir panjang dengan cepat tangannya terulur mengambil kotak bekal di meja Rama.

"Pesanlah menu makan siang yang baru. Nanti saya akan membayar makanan itu untukmu."

"Apa?" Rama tidak suka dengan kalimat yang meluncur dari mulut Alfian. "Tidak bisa Pak."

Alfian menatap tajam. "Lagipula ini kan makanan dari rumah saya."

Rama hendak membalas, tapi ia tidak menemukan kalimat yang pas. Alfian beranjak dan berpindah ke sofa tamu di belakangnya.

Rama menyusul. "Pak, tidak baik merebut sesuatu milik staf. Itu kan hanya nasi goreng."

Alfian segera melirik dengan tajam, Rama mengerjap. Dengan kedua bahu yang merosot ia kembali ke mejanya dan mengambil smartphone-nya untuk memesan makanan.

Akhirnya, bisa makan masakan Desi.

Karena makanan, Alfian melakukan tindakan yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Merebut bekal makan siang orang lain. Meskipun pada kenyataannya, makanan tersebut berasal dari rumahnya. Entah siapa yang salah.

🤷🤷🤷

Desi mendorong troli belanja dengan perlahan. Tadi siang supir kediaman Adhyaksa datang membawa daftar belanja mingguan beserta sejumlah uang. Nyonya Rara berkata ia lupa dan tidak sempat berbelanja.

Meski Alfian tinggal secara terpisah, Nyonya Rara tetap memperhatikan kebutuhan putranya itu. Jadi disinilah Desi sekarang, berada di supermarket yang masih termasuk area kompleks apartemen.

Perlahan tapi pasti, hampir semua barang dari dalam daftar terisi. Desi berhenti di area pengharum ruangan. Ia menatap ke arah rak dan melebarkan mata. Benda yang ia cari berada di paling atas.

Desi berjinjit dan berusaha menggapai kaleng isi ulang mesin pengharum otomatis tersebut. Desi begitu kesulitan, pasalnya, pada deretan terdepan kaleng tersebut ditumpuk dua tingkat. Jika Desi mengambil bagian bawahnya, maka ia akan menjatuhkan kotak yang ada di atasnya.

Desi terengah, ia berhenti. Desi menoleh ke kiri dan ke kanan mencari petugas yang seharusnya berjaga di setiap lorong. Namun nihil, tidak ada petugas sama sekali. Hanya dua orang pengunjung yang sibuk dengan belanjaan masing-masing. Jaraknya pun jauh dari tempat Desi berdiri. Desi menghela nafas kasar dan mencoba sekali lagi.

Saat Desi berusaha keras untuk menggapai benda yang ia butuhkan, tiba-tiba tangan seseorang yang dibalut jas muncul dari belakang tubuhnya dan mengambil kotak tersebut dengan mudah.

Desi tersenyum senang ketika tangan tersebut membawa kotak berisi kaleng isi ulang ke depan wajah Desi. Dengan senyuman mengembang sempurna Desi mengambil kotak itu dan menolehkan wajahnya ke belakang untuk melihat wajah Sang penolong.

Wah, ganteng banget.

Untuk sesaat Desi terpesona, apalagi jarak mereka begitu dekat. Jika dilihat dari jauh, pemuda itu seakan memeluk Desi dari belakang. Namun sepertinya Desi tidak menyadari jika mereka berdiri dengan jarak yang tipis.

"Terima kasih banyak Tuan."

Senyuman Desi pun membuat penolongnya terdiam sesaat. Pemuda itu tersenyum tipis dan mengangguk.

"Sama-sama."

Desi sedikit membungkuk memberi hormat kemudian meninggalkan pemuda itu.

Desi membayar belanjaannya dan bergegas kembali ke apartemen. Ia takut saat Tuan Muda kembali, Desi belum berada disana.

Kedua tangan Desi merangkul dua buah kantong kertas tanpa tali yang penuh dengan barang belanjaan. Tanpa disangka, tidak jauh dari supermarket, sekotak tisu jatuh dari kantong belanja. Karena tangan Desi penuh, ia kesulitan mengambil. Bahkan untuk meletakkan salah satu kantongnya saja Desi kebingungan.

Saat Desi sedang termangu memikirkan caranya mengambil tisu itu, tiba-tiba seorang pemuda mengenakan jas muncul di depannya. Tanpa ragu pemuda tersebut menunduk dan mengambil kotak tisu dan meletakkan di kantong belanja Desi.

Ternyata dia adalah pemuda yang tadi sudah menolongnya.

"Sekali lagi, terima kasih Tuan." Desi hendak membungkuk namun ada benda lain yang bersiap meluncur.

Pemuda tersebut dengan sigap menengadahkan kedua tangannya. Bersiap menangkap benda yang akan jatuh.

"Tidak perlu seperti itu." Ujar pemuda itu.

"Eh, i…iya." Desi tersenyum canggung. "Permisi."

Desi berjalan dengan cepat menuju apartemen. Namun dahinya berkerut saat melihat pemuda yang menolongnya ternyata mengikuti dan masuk ke dalam lift.

Pikirannya mulai kacau. Pemuda itu memakai jas dan tidak terlihat seperti penjahat. Tapi pikiran Desi segera teringat dengan berita-berita kriminal yang ia tonton. Bagaimana para pelaku kejahatan adalah orang yang tidak terduga.

Jangan-jangan, dia orang jahat dan tahu aku kerja di apartemen orang kaya.

Mata Desi membola sempurna.

Ya ampun, bagaimana ini?

...****************...

Terpopuler

Comments

Mama Muda

Mama Muda

semangat updatenya, segelas kopi dan like untuk mu beb

2023-01-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!