Kehidupan memang harus terus berjalan. Sama halnya dengan Mikha yang terus berusaha untuk hidup lebih baik lagi, walaupun hubungannya kandas di tengah jalan tanpa kepastian.
Mikha hidup dengan baik di rumah Danu dan Sarah. Mereka sangat menyayangi Mikha dan menganggapnya seperti anaknya sendiri.
Tapi tidak dengan Arvin. Pria tersebut tidak menyukai Mikha yang di nilainya sebagai gadis ceroboh. Terbukti dari sikapnya yang selalu ketus dan jutek terhadapnya.
“Hei! Apa kau di gaji hanya untuk bersantai seperti ini?” ketus Arvin yang baru saja pulang dari kantor.
Mikha yang duduk bersandar di pintu, lantas mendongak. Kepalanya menggeleng pelan, “Tidak. Aku, aku hanya....”
Mikha tiba-tiba saja jatuh tergelatak di hadapan Arvin yang terjingkat kaget melihatnya. Segera di angkatnya tubuh Mikha ke atas sofa.
Arvin secepatnya menghubungi Tante Dina-adik Danu- yang telah menjadi dokter pribadi di keluarga ini. Arvin setia menunggui Mikha di sofa yang berseberangan dengannya.
Sarah dan Widya yang baru saja pulang dari minimarket terkejut melihat Mikha terbaring di sofa.
“Vin, Mikha kenapa? Kok tidur di sini?” tanya Sarah yang duduk di sampingnya.
“Aku nggak tahu, Bi. Waktu aku pulang, dia sudah duduk di lantai sambil bersandar di pintu. Lalu tiba-tiba saja dia pingsan. Aku sudah menghubungi Tante Dina, sebentar lagi juga ke sini,” jelas Arvin yang tak ingin di salahkan atas pingsannya Mikha.
Widya duduk di samping tubuh Mikha yang masih terbaring, belum sadarkan diri. “Tadi dia sempat mengeluh pusing dan mual-mual sejak pagi. Mungkin juga masuk angin dan tidak enak badan,” ucapnya seraya mengusap rambut keponakannya dengan penuh sayang.
Tak lama kemudian, Dokter Dina datang. Segera ia memeriksa Mikha.
“Sepertinya dia hamil,” tukas Dina setelah selesai memeriksa Mikha.
Semua orang tentu saja terkejut mendengar apa yang baru saja Dina katakan.
“Apa? Hamil? Dokter tidak salah, ‘kan? Bagaimana bisa Mikha hamil?” cecar Widya yang shock mendengar bahwa keponakan kesayangannya hamil di luar nikah.
Widya terhuyung kebelakang sembari memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri.. Beruntung Arvin sigap menangkapnya dan mendudukkannya di sofa
“Tante, jangan cemas. Lebih baik kita tunggu sampai Mikha sadar. Biarkan dia yang menjelaskan semuanya,” bujuk Arvin dengan lembut.
Widya mengangguk sambil terisak. Merasa bersalah kepada orang tua Mikha, sebab tak bisa menjaga amanahnya dengan baik hingga ia menikah nantinya.
“Iya, Bu Widya. Lebih baik menunggu sadar dan menanyakannya. Tapi saya minta, jangan terlalu menekannya. Kandungannya lemah, saya khawatir terjadi hal buruk pada bayinya dan ibunya,” saran Dina yang juga pamit pulang.
Di dalam kamar, Widya menunggu Mikha hingga bangun dari pingsannya. “Tante?” panggil Mikha lemah, saat membuka matanya.
“Kamu sudah bangun, sayang? Bagaimana? Apa ada yang sakit?” cecar Widya dengan khawatir.
“Tidak, Tante. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing.” Mikha mencoba untuk tersenyum meskipun tipis.
“Syukurlah. Untung saja Arvin segera pulang. Bagaimana kalau sampai kamu pingsan dan tidak ada orang di rumah? Lain kali duduk saja di kamar kalau pusing. Seandainya saja kamu tadi jatuh bagaimana? Memangnya kamu tidak takut kandunganmu kenapa-kenapa?” omel Widya yang tanpa sadarnya mengatakan hal yang membuat Mikha tersentak kaget.
“A-apa? Kandungan? Siapa yang hamil, Tante?” tanya Mikha yang tidak paham dengan ucapan Widya.
Widya terdiam, bingung harus bagaimana menjawabnya. Karena jika di lihat dari reaksi Mikha. Sepertinya perempuan itu juga belum tahu jika dirinya hamil.
“Maksud Tante, aku yang hamil?” desak Mikha lagi.
Widya mengangguk pelan sembari menatap lekat wajah Mikha yang terkejut.
“Tante, katakan kalau itu bohong, kan? Aku tidak hamil, kan? Ini tidak mungkin, tidak! Aku tidak mau hamil!” teriak Mikha yang langsung memukuli perutnya.
Membuat Sarah, Danu dan Arvin yang duduk di ruang tengah bergegas menuju kamar Mikha.
“Mikha dengar Tante!” Widya memegangi kedua bahu Mikha yang menangis terisak-isak.
“Katakan pada Tante, Apa Devan yang melakukannya?” tanya Widya yang mencoba bersabar untuk menghadapi Mikha.
Mikha mengangguk pelan sambil menunduk, sembari bergumam lirih, “Maaf...maafkan Mikha Tante,” lirihnya sambil terisak.
Widya memeluk tubuh Mikha yang bergetar. Mengusap punggungnya dengan lembut. “Kenapa kamu sampai melewati batas, Mikha? Apa yang harus Tante katakan kepada orang tuamu nantinya?” ujar Widya yang juga ikut menangis.
Mikha berkali-kali menggumamkan kata ‘maaf’ terus menerus. Merasa sangat bersalah karena telah melukai hati wanita yang telah membesarkannya ini.
Tak lama kemudian, Widya pun pingsan dalam pelukan Mikha. Arvin segera membawanya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Widya terkena serangan jantung. Dan saat ini kondisinya melemah. Di tambah lagi paru-parunya yang juga bermasalah.
Seandainya saja ia tidak tergoda oleh rayuan Devan. Mungkin saja, tantenya tidak akan menderita seperti ini.
Mikha menangis terisak-isak di sebelah ranjang Widya, sembari menggenggam erat tangan tantenya. Rasa bersalahnya kini menyelimuti seluruh hatinya. Penyesalan selalu datang terlambat.
“Sudah jangan nangis terus. Memangnya masalah kamu bisa selesai kalau kamu menangis, “ celetuk Arvin yang menemani Mikha menjaga Widya.
Sedangkan Danu dan Sarah kembali pulang untuk mengambil beberapa pakaian Widya dan Mikha.
Mikha memilih untuk diam, mengabaikan perkataan Arvin. Karena ia tahu, setiap kata yang laki-laki itu ucapkan hanya akan membuatnya kesal.
“Lebih baik kamu hubungi kekasihmu itu. Minta dia bertanggung jawab atas kehamilanmu,” saran Arvin yang juga di abaikan oleh Mikha.
Widya perlahan membuka matanya. Mikha yang menyadarinya, segera mendekatinya.
“Tante, bagaimana keadaannya?” tanya Mikha penuh kekhawatiran.
“Baik. Kenapa Tante di bawa ke rumah sakit? Tante tidak apa-apa kok. Ayo pulang saja, tante tidak mau di sini,” pinta Widya dengan suara lemah.
“Tante harus di rawat dulu untuk sementara. Supaya kesehatan tante semakin membaik,” terang Mikha dengan lembut.
“Apa Bu Widya membutuhkan sesuatu?” tawar Arvin yang berdiri di belakang kursi Mikha.
“Nak Arvin, Apa boleh tante meminta bantuanmu?” Widya sadar jika ini permintaan yang tidak mudah untuk Arvin. Namun, tak ada salahnya mencoba. Demi bayi dalam kandungan Mikha.
“Jika saya bisa membantunya. Pasti akan saya bantu, Bu. Katakan saja, apa yang harus saya lakukan?” Arvin merasa jika perasaannya tidak enak saat mendengar permintaan Widya.
“Tolong nikahi Mikha,” mohonnya dengan tatapan sendunya.
Baik Arvin maupun Mikha sama-sama terkejut. Tidak menyangka jika itulah permintaan yang Widya maksudkan.
“Tante? Jangan libatkan siapa pun dalam masalahku,” protes Mikha tidak setuju dengan permintaan tantenya.
Sementara Arvin masih diam, bingung harus mengatakan apa. Karena jujur saja, ia tidak ingin menikahi Mikha yang hamil oleh pria lain.
“Lalu apa kamu punya jalan keluar selain menikah dengan Arvin? Sampai mati pun tante tidak akan pernah merestui kamu bersama Devan,” tegas Widya dengan nada marahnya.
“Tapi tidak harus dengan menikah dengan Arvin? Dia pasti memiliki kekasih yang akan ia nikahi. Aku akan membesarkan anak ini sendirian. Aku tidak mau membebani orang lain, tante,” jelas Mikha yang yakin akan keputusannya.
“Memangnya kamu tidak kasihan kepada anakmu, kalau sampai dia di kucilkan dan di ejek sebagai anak haram karena tidak memiliki ayah? Tante hanya tidak mau, kalau sampai cucu tante jadi bahan gunjingan orang. “ Widya terisak pelan.
Mikha terdiam. Ia juga tidak mau sampai hal tersebut terjadi dan menimpa anaknya. Tapi ia juga tidak bisa menikah dengan Arvin hanya demi anak dalam kandungannya.
Arvin yang terjebak dalam situasi ini memilih untuk pergi. “Tante, maaf. Saya tidak bisa menikahi Mikha. Saya pamit pulang, karena ada masih ada urusan. Sebentar lagi Paman dan Bibi akan segera datang, permisi, “ Arvin bergegas keluar dari ruangan Widya.
Sepeninggal Arvin, Danu dan Sarah datang. Widya segera menyampaikan apa yang pinta pada Arvin. Danu dan Sarah tentu saja terkejut. Dan tahu apa jawaban yang keponakannya itu berikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments