Tanpa pendampingan dari pemuka agama, jenazah mama hanya di makamkan oleh petugas makam dan di dampingi oleh dua orang dari pihak rumah sakit.
Sulit untuk mengungkap apa yang aku rasakan saat ini, melihat keadaanku dan almarhumah mama yang diperlukan seperti tidak manusiawi.
Tiada rumah untuk menampung jenazah mama walaupun hanya beberapa jam sebelum dimakamkan.
Bahkan hanya aku yang mendampingi petugas pemakaman ini untuk memakamkan jenazah mama, derai air mata yang mengiring kepergian mama untuk selamanya.
Supir pribadi yang dikirim mas Fahar kini sudah tiba disini untuk menjemput Ku, sebenarnya aku ingin lebih lama disini tapi uak Jarvis memohon kepadaKu untuk segera ikut bersamanya pulang ke rumah.
Tubuh lemas dan duka yang masih mendalam akan kepergian mama dari sisiku selamanya.
Aku terduduk dan termenung di kursi meja hias di kamar ini, dan tiba-tiba teringat dengan barang-barang mama di kamar yang belum di beresken.
Lalu aku melangkah menuju kamar almarhumah mama, masih di pintu dan air mataku sudah berderai di pipiku ini.
Photo kami berdua hanya masih terpanggang di meja belajar ini membuat semakin meraung-raung.
"mama...."
Berulangkali mama aku panggil, sebenarnya aku sadar kalau itu tidak berguna. tapi setidaknya ini meluapkan hatiku yang sedang berduka.
Perlahan barang-barang peninggalan Almarhumah mama aku beresken satu persatu.
Dalam tas laptop, ada dokumen yang berwarna biru. Isi dokumen tersebut adalah sertifikat tanah atas nama mama dan itu sangat jauh dari tempat ini.
Beserta buku tabungan dengan saldo yang lumayan banyak, lalu ada akta lahir milik Ku, buku pernikahan mama dan ktp serta kartu keluarga dan surat keterangan kematian almarhum papa.
Lalu ada sepasang cincin pernikahan dan kalung serta anting-anting emas yang lengkap dengan surat-surat nya.
Dalam akta kelahiran, namaku tertulis Anisa Dwi Armandi.
Sepucuk surat yang tertulis, nama Marisa adalah pemberian dari almarhum Tuan Putra Wijaya, ayah kandungnya mas Fahar Wijaya.
Nama itu melekat pada Ku, dan itu tidak terdaftar di akta lahir, dalam surat ini tidak jelaskan kenapa Marisa tidak terdaftar sebagai namaKu.
Peninggalan Almarhumah mama tersebut langsung aku amankan dan memindahkan dokumen tersebut ke tas ransel yang biasa aku pakai ke sekolah.
Beserta dengan seperangkat perhiasan yang diberikan oleh mas Fahar kepadaku waktu itu, tiba-tiba saja, mpok Nori dan Bu Ani datang ke kamar ini.
"maaf neng kalau menanggapi eneng, Tuan muda memerintahkan kami berdua untuk membakar semua benda peninggalan bi Asih."
Ujar mpok Nori kepada Marisa, tanpa sanggahan dari mpok Nori, Marisa pergi dari dalam kamar itu setelah membawa tas ransel tersebut.
Di dalam kamar, Marisa meletakkan tas ransel tersebut di dalam lemari, lalu melangkah ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, lalu laptop lalu menggambar karakter animasi untuk membuat karakter komik yang baru.
waktu terus bergulir dan tanpa terasa sudah setengah sembilan malam tapi mas Fahar belum juga tiba di rumah ini.
"Marisa.....
keluar kau Marisa, jangan ngumpet terus di dalam kamar itu. keluar Marisa...."
itu adalah suara nyonya Rina, yang berteriak memanggil namaKu. setelah menyimpan hasil karya Ku, lalu menutup laptop dan berlalu untuk menemui nyonya yang kejam itu.
"ngapain sih dalam kamar aja, atau kamu budeg ya?"
Ucap Lisa kepadaKu, dia adalah adik tiri dari mas Fahar Wijaya. sifat dan tingkah nya sama dengan mama nya.
"mana kartu kredit mu? dan uang yang diberikan oleh mas Fahar kepada mu, sini berikan kepada Ku."
Ucap Lisa lagi dengan begitu kasarnya, tapi aku hanya bisa diam tanpa bergeming.
"gagu ya kamu, dengar ngak sih? jangan pura-pura budeg ya."
"maaf, kartu kredit itu serta uang. tidak bisa aku berikan kepada mu tanpa seijin mas Fahar.
lebih baik ijin dulu sama mas Fahar, saya tidak berani memberikan itu kepada mu."
"hebat loh sekarang ya, sudah bisa membantah. cepat sini berikan!."
Lisa hendak menampar tapi aku menghindar, alhasil dia terjatuh.
"uak Jarvis......"
Uak Jarvis langsung tiba di hadapan Ku, dengan tergesa-gesa.
"uak....
tolong layani nyonya besar dan putrinya, saya mau istirahat di kamar."
"baik nyonya, serahkan kepada uak."
Ujar uak Jarvis, lalu aku melangkahkan kaki untuk meninggalkan mereka yang bermulut kejam itu.
"dasar anak babu, tidak tahu diri."
Lisa meneriakkan hal demikian, tanpa menoleh Nya. aku terus berjalan menuju kamar.
Lisa tidak tahu kalau ada flashdisk yang aku ambil dari dalam tasnya ketika dia tersandung dan jatuh saat hendak menampar Ku.
Flashdisk tersebut langsung aku amankan, dan setelah suara teriakan Lisa dan mama nya hilang, lalu handphone aku raih untuk menghubungi pak Irfan yang bekerja di kantor camat.
Ternyata pak Irfan bersedia membantu Ku untuk mengurus surat keterangan waris dari kantor camat.
Setelah mengirim berkas-berkas yang dibutuhkan nya, dan pak Irfan meminta ku untuk datang besok ke kantor camat untuk menandatangani beberapa formulir.
Selesai urusan urusan surat menyurat, laptop tersebut ku buka kembali. tapi terdengar suara kaki melangkah ke arah kamar, dan alhasil laptop tersebut tidak aku sentuh lagi.
Akhirnya mas Fahar sudah tiba di kamar ini dengan raut wajahnya yang kelelahan.
"mas langsung mandi, biar aku siapkan pakaian mas dulu. oh ya, mau Marisa siapkan makan malam?"
"ngak perlu."
Jawaban begitu singkat lalu melangkah ke kamar mandi dengan membawa handuk bersih yang aku berikan.
Mas Fahar keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk di pinggangnya, lalu pakaian tidurnya aku berikan.
Setelah berpakaian mas Fahar beranjak ke ranjang dan aku juga beranjak ke ranjang dan duduk di sebelahnya.
"mas....
Marisa mau pamit ijin, besok rencananya Marisa akan pergi ke kantor camat untuk mengurus surat keterangan waris dari mama, karena uang yang transfer saat itu atas nama mama.
Gaji mama selama ini juga tersimpan di rekening mama.
Marisa juga ingin membeli pakaian, karena pakaian ku sudah mulai tidak muat lagi mas."
"iya, tapi harus di temani oleh uak Jarvis, dan ini kartu kredit untuk kamu gunakan untuk belanja semua keperluan mu.
Untuk pegangan uang cash, ini kartu debit. pin nya di kertas ini.
Dengan kartu kredit dan debit itu, terserah kamu mau beli apapun yang kamu butuhkan."
"iya mas, terimakasih kasih ya mas. seperti nya mas sangat lelah, mau Marisa pijit?
Tenang aja mas, pijitan Marisa enak kok kata almarhum mama."
Mas Fahar akhirnya mau aku pijit, dengan posisi tengkurap dan baju nya di buka dan hanya mengenakan celana pendek yang longgar.
Perlahan aku memijit dari bagian kaki, lalu betis dan paha nya. kemudian bagian punggung.
Entah berapa menit aku memijat mas Fahar dan sudah terdengar suara ngoroknya walaupun tidak terlalu kuat.
Dengan sekuat tenaga, tubuhnya aku balikkan agar bisa tidur telentang.
Selesai memijat mas Fahar, lalu tubuhnya aku selimuti dan kemudian rebahan disamping nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kasih
lanjut nanti ya Thor, setelah episode nya banyak.
semangat
2023-01-08
1