Kondisi mama malah semakin parah, dan akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit. penanganan lumayan sigap dan langsung ditempatkan di ruangan VIP.
Setelah tiga jam lebih berada di rumah sakit, mama akhirnya bangun setelah reaksi dari obat tidur.
"babu yang naik tahta, enak banget ya dapat fasilitas terbaik.
Saya tahu sekarang, kamu sengaja menawarkan diri mu untuk di perkosa oleh Fahar kan?
Dasar perempuan murahan, gila harta, otak jongkok."
Ucap nyonya Rina, mami dari mas Fahar. raut wajah mama terlihat begitu sedih karena ucapan dari nyonya bermulut sadis ini.
Wanita bermulut sadis itu datang hanya mengatakan demikian yang melukai hati ini, lalu pergi setelah meludah di lantai ruang rawat inap ini.
"mama yang sabar ya, cepatlah mama sembuh. Marisa sendirian ma."
Mama hanya mengedipkan kedua matanya, dan air mata berlinang di pipinya.
Kini mas Fahar sudah tiba di tempat ini, wajahnya juga terlihat kesal saat melihat mama terbaring lemah di kasur itu.
"ibu ngapain sih pake sakit segala? ngerepotin tau."
Ujar sang tuan muda Fahar Wijaya, yang sudah aku panggil dengan sebutan mas.
"mama juga ngak mau sakit mas, jangan seperti itu mas."
"kamu diam dan tidak perlu komentar, sekarang ayok kita pulang."
"ngak bisa mas, Marisa harus menjaga mama disini."
"ngak perlu, ada dokter dan perawat yang akan menjaga ibu.
Tugas mu sebagai istri adalah melayaniku di rumah, kamu paham?"
"saya mohon mas, ijinkan Marisa untuk menjaga mama disini."
Sang tuan muda Fahar Wijaya yang sudah menjadi suamiku, menyeret ku dari ruangan ini.
karena beliau harus dilayani sebagai suami, dan ini membuat semakin sakit hati. mama akan tinggal sendirian disini dalam keadaan lemas.
Dari sorot matanya terlihat kesedihan yang mendalam, ketika melihat ku di seret paksa oleh mas Fahar.
Karena kemacetan jalanan, kami tiba di rumah mewah ini sudah pukul 7 malam, mas Fahar langsung meminta ku untuk mandi.
Dengan mengenakan handuk dari kamar, mas Fahar langsung membuka handuk yang membalut tubuh Ku.
Sang tuan muda Fahar Wijaya, ingin memuaskan hasrat urusan bawahnya. aku hanya bisa pasrah menerima semua ini, hanya tubuh ini yang berada bersama mas Fahar. sementara pikiran ini berada di rumah sakit dengan segala kekwatiran terhadap mama.
plak....
Wajahku di tampar oleh mas Fahar, dan terlihat raut wajahnya yang kesal.
"dasar istri yang tidak berguna, seorang pe***ur bisa memberikan kepuasan untukku setelah mendapatkan uang ku.
Kamu itu Istriku, seharusnya kamu menyerahkan semua untuk Ku, bukan hanya untuk mama mu saja."
Aku tidak tahu apakah mas Fahar sudah puas menyalurkan arus bawah nya, tapi beliau sudah menyudahi permainan Nya.
"baik, mulai hari ini. mas tidak akan menyentuh lagi sampai anak itu lahir. bulan depan kita pergi USG lagi.
Untuk mengetahui apakah anak itu laki-laki atau perempuan, biar jelas status di rumah ini."
Mas Fahar kembali mengenakan pakaian nya, lalu pergi dari kamar ini dengan raut wajahnya yang penuh amarah.**
Sudah jam 11 malam, mas Fahar belum juga pulang ke rumah. sementara pikiran ini masih tetap bersama mama di rumah sakit.
drrrt.... drrrt..... Drrrt.... drrrt.....drrrt.... drrrt.....
HandphoneKu berbunyi dan itu nomor kontak baru, setelah aku jawab dan ternyata itu dari pihak rumah sakit.
Mereka memberitahukan kalau kondisi mama semakin drop dan mengharuskan ke rumah sakit untuk melihat mama.
Diantar oleh supir pribadi dari mas Fahar, aku berangkat ke rumah sakit tanpa seijin dari mas Fahar.
Sesampai di ruang rawat inap, terlihat mama sudah semakin melemah.
"mama....."
Hanya air mata yang mengalir di pipiku ini, rasanya sangat perih melihat kondisi mama yang terbaring lemah di ranjang ini.
ngikkkkk........ngikkkkk.....
Layar monitor di samping ranjang berbunyi aneh dan wajah mama semakin pucat, bel yang berada diatas ranjang berulangkali aku tekan untuk meminta bantuan.
Dokter dan dua perawat perempuan datang tergesa-gesa, terlihat garis di layar semakin lurus.
'satu.... dua ..... tiga.....'
Alat seperti setrikaan di tempelkan di dada mama dan terlihat tubuh lemah menggeliat ketika alat di tempat dan di tarik.
Lalu dokter memompa dadanya mama dengan kedua tangan Nya, tapi layar itu tidak menunjukkan perubahan apapun.
Pada akhirnya tampilan layar berubah menjadi lurus dan bunyinya begitu menyayat hati.
Air mata ku bercucuran, tapi dokter masih memeriksa keadaan mama. mulai dari tangan kiri dan kanan lalu lehernya.
Kemudian mencek jantung mama dengan stetoskop, berulangkali dokter melakukan nya dan pada akhirnya berhenti.
'pada hari ini, hari Rabu pukul dua belas lewat tiga puluh satu menit waktu Indonesia bagian barat. tepat malam hari, Pasien bernama Asih Triyana, meninggal dunia.
demikian lah vonis ini untuk di pergunakan seperlunya."
"mama......"
Di tengah derasnya cucuran air mataku, kedua perawat itu melepaskan semua peralatan medis yang tertempel di tubuh mama.
"kenapa mama meninggalkan Marisa sendirian ma, bangun ma. ayok bangun ma, jangan tinggalkan Marisa sendirian."
Entah apa yang terjadi, rasanya seperti gempa dan semakin buram. kedua perawat itu kini terlihat seperti punya kembaran.**
Perlahan mata ini bisa terbuka dan aku melihat wajah kesal dari mas Fahar, wajah kesal itu melihatku.
"mama...
mama dimana mas? mama... mama.... mama...."
"hei tenang, ibu masih di ruang jenazah. jam delapan nanti jenazah ibu langsung diantar ke pemakaman."
Tanpa memperdulikan mas Fahar, aku mencoba untuk bangkit dan langsung turun dari ranjang.
Berjalan dengan perlahan keluar ruangan ini, lalu menuju ke arah bagian Ness station. mas Fahar mengikuti dari belakang.
"mbak, mama ku dimana?"
Perawat yang berdiri didepan ku ini hanya menoleh ke arah mas Fahar yang berada dibelakang Ku.
"jenazah sekarang berada di kamar mayat Bu, nanti setelah jam delapan pagi. ambulan akan membawa jenazah langsung ke pemakaman."
Lutut ini lemas dan aku berusaha melangkah untuk mencari tempat duduk, setelah duduk dan aku hanya bisa menangis dan menangis.
Mama ku yang malang, rumah untuk menampung sementara waktu tidak punya. dari kamar jenazah langsung menuju pemakaman.
Tidak berapa lama mas Fahar menuntun Ku berjalan menuju pintu keluar dimana ambulan akan membawa jenazah mama ke pemakaman.
Mas Fahar menarik tangan Ku untuk naik ke mobil mewahnya, tapi tangan aku hempaskan karena masih ingin melihat mama di ambulan.
Sepanjang perjalanan menuju pemakaman, aku hanya menangis meratapi nasibku yang malang.
Mama sudah seperti jenazah yang terserang penyakit menular sehingga harus langsung di makamkan.
Begitu sadis dan mirisnya hidupku ini, yang tinggal sebatang kara di dunia ini yang fana ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments