Aqilah terus saja berbicara dengan batu nisan Mommynya sambil menangis pilu, ia menangis karena mengingat kembali bagai mana tergaisnya kematian Mommynya.
Memang semuanya sudah di bantai habis oleh Daddynya, tapi tetap saja hingga detik ini Aqilah masih tetap menangis.
Rasa rindu terhadap Mommynya setiap harinya semakin menjalar, terlebih harapannya sirna saat ia menginginkan ibu mertua yang menganggapnya sebagai putri kandungnya sendiri.
Sedangkan Rika ibu dari suaminya tidak pernah menganggap Aqilah seorang putri, bahkan seorang menantu saja tidak.
Sebenarnya Aqilah bisa saja mendapatkan kasih sayang dari keluarga Atmaja dengan identitas aslinya, tapi ia hanya menginginkan kasih sayang yang tulus.
"Mommy, apa menurut Mommy aku lepaskan saja Wira? Aku mencintai Wira, tapi sampai saat ini Wira tidak pernah membalas cintaku."
Aldo melihat Aqilah dari jauh hingga ia penasaran, makam siapa yang Aqilah kunjungi, terlebih ia bisa melihat tangan kanan Aqilah yang terus bergerak seperti sedang menghapus air matanya sendiri.
"Apa nyonya sebenarnya bisa menangis? Selama ini aku belum pernah melihat nyonya menangis, tapi kali ini nyonya seperti sedang menangis." batin Aldo
Aldo memang tidak bisa mendekati makam itu karena makam yang di kunjungi Aqilah di tengah-tengah, tidak ada pepohonan di sana, kalau ia mendekati Aqilah ia takut ketahuan.
Namun rasa penasaran Aldo sangat besar hingga memutuskan pura-pura mengunjungi makam sesaorang saat melihat Aqilah yang sudah berjalan ke arahnya.
Aldo pura-pura akan menaik mobil, lalu melihat ke arah Aqilah.
"Nyonya."
Aldo memanggil Aqilah sambil tersenyum lebar.
"Kenapa kamu ada di sini Al?"
"Tadi saya habis berkujung ke makam nenek saya, kalau nyonya sendiri?"
Sebenarnya Aqilah tau kalau Aldo sedang membohonginya, tapi ia tidak ingin mempermasalahkan itu.
"Ah itu saya berkujung ke makam ibu angkat saya."
Aldo mengangguk pelan, akhirnya rasa penasarannya terjawab sudah kalau Aqilah datang untuk berkunjung pada makam ibu angkatnya.
"Ayo nyonya masuk."
"Kamu tidak pergi ke kantor?"
"Tidak, saya akan langsung pulang."
"Baiklah kalau begitu saya ikut."
Aqilah masuk ke dalam mobil penumpang belakang, sedangkan Aldo masuk ke bangku kemudi.
Aldo langsung melajukan mobilnya sambil sesekali melihat kaca tengah yang menampilkan wajah Aqilah sedang tersenyum di bibir tipisnya, tapi sayang ia tidak bisa memastikan Aqilah menangis atau tidak karena Aqilah memakai kacamata hitam.
Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya diam, bahkan salah satunya saja tidak ada yang berdehem, hingga ponsel Aldo bergetar.
Dret... Dret...
Tangan kiri Aldo langsung mengangkat telpon dari tuannya dengan melospeker.
"Kamu di mana Al? Kamu sekarang harus menghadiri meeting sekarang juga dengan Anderson Grup, saya masih sibuk."
"Oh iya tuan, saya akan segera kesana."
"Sayang cepat dong!"
"Iya sebentar aku sedang menelpon Aldo Alexsa!"
Aldo dan Aqilah bisa mendengar suara Wira dan Alexsa yang begitu mesra membuat ke duanya menghela nafas berat.
Aldo langsung memutuskan sambungan telponnya sepihak, lalu langsung melihat ke arah kaca untuk melihat ekspresi wajah Aqilah, tapi ia tidak melihat ekspresi terkejut atau kecewa dari wajah Aqilah dan seolah-olah Aqilah tidak mendengar suara apa-apa.
"Nyonya tidak apa-apa?"
"Kenapa? Kamu pikir saya cemburu dengan suara mesra mereka? Saya sama sekali tidak cemburu, mau suami saya mencintai Alexsa seumur hidupnya juga tidak peduli, lagian sampai kapan pun juga yang akan menjadi istrinya tetap saya."
Sebenarnya hati Aqilah sakit saat tau suaminya menyuruh Aldo untuk meeting, hanya karena suaminya sibuk dengan Alexsa, tapi ia menutupi segala rasa sakit di hatinya di depan siapa saja.
Bagi Aqilah cinta itu butuh perjuangan, biarkan saja hati suaminya di miliki oleh orang lain, tapi suatu saat ia percaya kalau suaminya akan membalas cintanya.
Walau pun Aqilah tidak tau, entah kapan suaminya akan membalas cintanya.
Aldo tidak bisa berbicara apa-apa lagi, ia hanya menghela nafas berat, entah terbuat dari apa hati Aqilah yang selalu sabar walau pun terus saja di sakiti oleh suaminya.
"Al, kamu ke kantor saja, saya turun di sini saja, nanti kamu telat."
"Saya akan mengantarkan nyonya sampai rumah, nanti saya bisa bilang kalau perjalananya macet."
"Tidak apa-apa saya bisa turun di sini."
"Tapi di sini itu tidak ada taksi nyonya."
"Saya juga tidak akan pulang ke rumah, saya harus ke suatu tempat, kamu tau kalau saya susah untuk keluar rumah, jadi saya mau sekalian saja."
"Benar nyonya tidak apa-apa?"
"Iya."
Aldo langsung menghentikan mobilnya. Aqilah langsung turun dari mobil itu, ia langsung berjalan ke arah sisi jalan.
Aldo langsung melajukan mobilnya walau pun ada rasa tidak tega saat menurunkan Aqilah di jalanan sepi.
Aqilah langsung mengirim pesan pada Sinta untuk menyuruh menjemput ia di jalan yang sudah ia kirim lokasinya.
Sambil menunggu Sinta Aqilah tertawa terbahak-bahak layaknya orang gila, ia akui sekarang ia memang sedang gila.
Gila karena cintanya yang terus saja mencintai suaminya walau pun sudah tau kalau suaminya tidak pernah bisa mencintainya.
Jangankan tidak bisa mencintai, bahkan suaminya juga sering melakukan kekerasan, tapi lagi-lagi rasa cintanya membuat ia hanya bisa pasrah.
Tidak lama Sinta datang, ia langsung turun dari mobil.
"Selamat siang Nona Veronica"
Sinta menyapa Aqilah sambil membungkukan badannya.
Aqilah hanya menganggukan kepalanya, lalu langsung masuk ke dalam bangku penumpang belakang setelah Sinta membukakan pintu mobil untuknya.
"Kita mau kemana Nona?"
Aqilah mengabaikan pertanyaan dari Sinta, ia langsung bertanya balik tentang suaminya.
"Wira ingin bekerja sama dalam bidang apa?"
"Tuan Wira ingin memakai model kita untuk meluncurkan produk barunya."
"Kamu batalkan saja, jangan terima kontrak kerja sama itu."
"Baik Nona."
Sinta langsung menghubungi kepercayaan yang memegang kendali para model itu.
"Tolong batalkan kerja sama dengan Atmaja Grup yang ingin memakai model kita."
"Baik Sinta."
Sinta langsung memutuskan sambunganya sepihak, ia langsung melihat lagi ke belakang.
"Sekarang Nona mau kemana?"
"Antarkan saya pulang saja."
"Baik Nona."
Sinta langsung melajukan mobilnya sambil sesekali melihat kaca tengah yang menampilkan wajah Aqilah.
Bisa Sinta lihat kalau sekarang wajah Aqilah seperti sedang menutupi rasa cemburu dan tubuhnya semakin hari semakin kurus.
"Nona baik-baik saja?"
"Saya baik-baik saja."
Setelah menempuh perjalanan cukup lama mereka sampai di depan gerbang rumah Wira.
"Terima kasih."
"Iya sama-sama Nona."
Aqilah langsung buru-buru masuk ke dalam gerbang rumah Wira.
"Siang Nyonya."
Aqilah hanya mengangguk saat di sapa oleh satpam rumah suaminya.
Saat Aqilah masuk sudah di sambut dengan tepukan tangan oleh Tante dari suaminya yang bernama Amel.
Prok...! Prok....! Prok....!
"Bagus iya kamu keluyuran dengan dandan seperti itu! Kamu itu harus sadar diri kalau kamu itu tidak lebih dari pembantu! Apa lagi keluar rumah tanpa ijin dan sekarang dengan seenaknya kamu pulang?!"
Aqilah langsung melepaskan kaca mata hitamnya, andai saja ia tidak menyembunyikan identitasnya, ia ingin memukul wanita yang memiliki nama lengkap Amel Atmaja.
"Maaf Tante, saya habis menjenguk sahabat saya di rumah sakit."
Tiba-tiba saja Amel langsung tertawa begitu pun dengan ibu mertuanya, ia juga ikut tertawa karena dress yang di gunakan oleh Aqilah menandakan kalau dress itu adalah dress berduka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Fenti
semangat,, setangkai bunga 🌹 mendarat 😁
2023-06-21
0
Nindira
Lepaskan saja dia itu kasar buat apa cowok yang kaya gitu. Kamu berhak bahagia Aqila. aku yakin pasti ada cowok lain yang bisa mencintai kamu dengan tulus
2023-02-16
2
Vinoya Chan
1 bunga untuk menambah semangat author 🌹💪😊
2023-01-27
2